visitaaponce.com

JPPI Banyak Guru Jadi Pelaku Kekerasan di Sekolah pada Tahun Ini

JPPI: Banyak Guru Jadi Pelaku Kekerasan di Sekolah pada Tahun Ini
Potret petugas menyemprotkan cairan disinfektan di ruang kelas sekolah.(Antara)

KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku kekerasan di sekolah sepanjang tahun ini adalah guru. Tercatat, 117 kasus kekerasan dengan guru sebagai pelaku utamanya pada tahun ini.

"Kalau dilihat dari pelaku dan korban kekerasan, peserta didik menjadi pelaku sedikit, cuman 77 kasus. Sementara, korban peserta didik 185 kasus. Lalu, guru mayoritas menjadi pelaku sebanyak 117 kasus," ujarnya dalam konferensi pers.

Menurutnya, kebanyakan korban dari kekerasan yang dilakukan oleh guru adalah peserta didik. Bahkan kekerasan yang terjadi di sekolah tercatat sebanyak 105 kasus adalah kekerasan seksual. Sedangkan kekerasan fisik sebanyak 65 kasus dan non fisik 24 kasus. Jumlah tersebut diperoleh JPPI berdasarkan laporan dari masyarakat dan media massa.

Baca juga: Dana BOS, Sasaran Empuk Praktik Korupsi di Sekolah

Ubaid menambahkan, penerapan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juga masih belum optimal. Hal itu menjadi tugas yang masih harus dipantau karena kekerasan seksual banyak terjadi tidak hanya di sekolah namun banyak juga terjadi di pesantren.

"Ada undang-undang pencegahan kekerasan seksual dan yang dibuat Kementerian Agama juga ada, itu masih menjadi PR besar dan juga pada kepala sekolah, madrasah dan banyak juga kasus-kasus seksual di pesantren," imbuh Ubaid.

Selain itu, Ubaid juga menyoroti penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang banyak dilakukan guru maupun kepala sekolah. Padahal mereka seharusnya menjadi teladan bagi lingkungan di sekolahnya.

"Karena yang melakukan ini adalah guru, bendahara, kepala sekolah. Mereka adalah yang harusnya menjadi teladan di lingkungan sekolah tapi nyatanya mereka menumbuhkan iklim atau suasana yang tidak baik," jelasnya.

Baca juga: Catatan FSGI: Kebijakan Merdeka Belajar Masih Jauh dari Harapan

Menurutnya, dana bantuan tersebut banyak disalahgunakan terkait pengadaan infrastruktur, barang dan jasa non-infrastruktur, serta pungli yang masih marak terjadi di lingkungan sekolah. Hal itu disebabkan pihak komite sekolah tidak pernah dilibatkan secara langsung untuk publikasi dana bantuan, yang seharusnya sudah diwajibkan dari Kemendikbud-Ristek. 

"Padahal di Kemendikbud wajib tapi masyarakat sipil minta laporan dana BOS susah apalagi dipublikasikan," tutur Ubaid.

Pada tahun depan, pihaknya berharap ada perubahan tata kelola dana BOS. Serta, pihak komite sekolah dilibatkan dalam transparansi aliran dana untuk kebutuhan sekolah. Sehingga, bisa menekan potensi penyelewengan, serta anggaran dana BOS dirasakan manfaatnya dengan tepat.(OL-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat