visitaaponce.com

Pengidap Penyakit Kardiovaskular Diingatkan Periksa Kemungkinan OSA

Pengidap Penyakit Kardiovaskular Diingatkan Periksa Kemungkinan OSA
Ilustrasi(Freepik)

DOKTER spesialis jantung dan pembuluh darah M Yamin menganjurkan pengidap penyakit kardiovaskular melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau kolapsnya jalan napas saat tidur, guna mencegah keparahan penyakit.

"Saya anjurkan, berdasarkan pedoman saat ini, kalau ada penyakit kardiovaskular seperti orang dengan gangguan irama, hipertensi, jantung koroner, sebaiknya OSA-nya dicek meski tidak merasa, pastikan ada OSA atau tidak," kata dokter yang berpraktik di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu, dikutip Rabu (22/3).

Yamin menjelaskan OSA dapat menyebabkan saturasi oksigen turun sehingga tidur menjadi terganggu. Kondisi tersebut terjadi pada 40%-80% pasien dengan hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan stroke.

Baca juga: Picu Insomnia, Hati-Hati dengan Kebiasaan Makan Ini

Ia menambahkan, sekitar 34% laki-laki dan 17% perempuan usia pertengahan yakni 45-59 tahun didiagnosa OSA.

Adapun gejala OSA biasanya ditandai dengan rasa mengantuk sepanjang hari, merasa lemas dan tidak segar, mendengkur saat tidur, sering terbangun saat tidur, hingga sulit berkonsentrasi.

Namun, Yamin mengatakan tidak sedikit pasien yang tidak merasakan bahwa dirinya mengalami OSA. Sehingga, orang yang mengidap penyakit kardiovaskular sebaiknya tetap memiliki kewaspadaan dengan memeriksakan diri.

Baca juga: Penanganan Sleep Apnea yang Tepat Bisa Cegah Risiko Sakit Jantung

Menurut Yamin, OSA akan memperberat komplikasi pada penyakit kardiovaskular. Sehingga, dengan melakukan pemeriksaan diharapkan penyakit kardiovaskular dapat lebih mudah diatasi dan tidak menyebabkan komplikasi.

"Delapan puluh persen hipertensi yang mandek, enggak turun-turun tekanan darahnya, itu ternyata punya gangguan tidur. Jadi dengan melakukan pengobatan OSA-nya, pengobatan penyakit berkaitan dengan jantung akan menjadi lebih mudah," ujar Yamin.

"Tapi, perlu diingat bahwa OSA itu hubungannya dengan hipertensi adalah sebagai faktor risiko, bukan penyebab. Jadi bukan berarti mengobati OSA langsung berhenti pengobatannya hipertensinya, karena faktor risiko hipertensi itu kan banyak sekali," lanjutnya.

Untuk itu, Yamin menambahkan pengobatan OSA hendaknya dilakukan secara sinkron bersamaan dengan pengobatan dan penatalaksanaan penyakit kardiovaskularnya. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat