visitaaponce.com

Lindungi Pekerja Migran, Deklarasi ASEAN Jangan Hanya Jadi Komitmen

Lindungi Pekerja Migran, Deklarasi ASEAN Jangan Hanya Jadi Komitmen
Di hari pertama KTT ASEAN, sebanyak delapan dokumen disepakati para pemimpin ASEAN.(Antara )

KTT ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo beberapa waktu lalu telah menghasilkan 12 dokumen kesepakatan atau deklarasi terkait dengan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah perlindungan bagi para pekerja migran.

Direktur Polkam ASEAN Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat mengatakan, dalam deklarasi ASEAN ini, terdapat 3 hal penting yang berkaitan dengan perlindungan bagi para pekerja migran.

"3 isu ini ialah penanggulangan isu tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terutama terkait adanya modus baru yang menyalahgunakan teknologi. Kemudian tentang perlindungan pekerja migran dan anggota keluarga dalam situasi krisis. Terakhir tentang penempatan dan perlindungan nelayan migran," ungkapnya dalam acara Forum Merdeka Barat 9 bertajuk Deklarasi ASEAN Melindungi Pekerja Migran secara daring, Senin (15/5).

Baca juga : Cegah TPPO, Wapres: Bekerja di Luar Negeri Harus Punya Dokumen Resmi

Menanggapi hal tersebut, Akademisi/Direktur Eksekutif ASC UGM Dafri Agussalim menegaskan bahwa deklarasi ini merupakan hal yang tepat dan perlu diapresiasi. Namun, menurutnya deklarasi ini bukan menjadi hal yang mengikat secara hukum.

"Ini juga bukan satu-satunya. Bahkan perlindungan pekerja migran sudah dikumandangkan sejak KTT ASEAN tahun 2007. Lalu tahun 1979 kira-kira ASEAN pernah mendeklarasikan ASEAN drug free. Tapi ternyata sampai sekarang drug trafficking itu berkembang pesat di ASEAN," kata Dafri.

Dalam konteks itu, dia menambahkan bahwa Indonesia harus lebih aktif lagi menerjemahkan deklarasi ini ke dalam bentuk instrumen regional yang dapat mencegah dan mengatur tentang TPPO.

Baca juga : 2.840 Korban TPPO Diselamatkan, Terbanyak Pembantu Rumah Tangga

"Nah masalahnya adalah perlu diperhatikan bahwa ini merupakan industri yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Intinya ini hukan industri yang stagnan, tapi selalu berubah dan beradaptasi," ujarnya.

Dafri mencontohkan bahwa praktik TPPO melibatkan berbagai bidang pekerjaan seperti bankir, pebisnis, akuntan, pengacara, notaris, dan lainnya yang membuat aksi TPPO menjadi tidak terdeteksi.

"Hal-hal kecil ini perlu ditangani dan ini jadi tanggung jawab utama masing-masing negara," tegasnya.

Baca juga : PMI Korban TPPO di Dubai Berhasil Dipulangkan ke Tanah Air

Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhandani menjelaskan bahwa sampai saat ini, penempatan pekerja migran di berbagai tempat secara ilegal dan berujung pada TPPO saat ini tidak lagi menyasar pada orang berpendidikan rendah dan tidak memiliki akses informasi.

"Orang yang berangkat secara ilegal ini rata-rata pendidikannya S1 dan D3. Mereka tahu persis bekerja dengan cara tidak resmi. Tapi dengan iming-iming bekerja secara cepat, keberangkatan dibiayai, dan gaji tinggi membuat mereka jadi korban," ucap Benny.

Dia juga menyampaikan beberapa negara penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara resmi di antaranya adalah Malaysia dengan 1,3 juta PMI yang bekerja di sektor perkebunan, operator, domestik dan produksi, Singapura 322 ribu PMI, Thailand 4 ribu PMI bekerja di sektor konstruksi dan pelaut, Brunei 92 ribu PMI bekerja di sektor domestik dan general worker, serta Myanmar 1.016 PMI.

Baca juga : AS Apresiasi Indonesia Manfaatkan Keketuaan ASEAN untuk Tangani TPPO

"Penting untuk disampaikan bahwa Filipina, Laos, Kamboja, dan Timor Leste itu bukan negara penempatan," tegasnya.

Dia berharap dengan kesepakatan dan deklarasi ASEAN akan memperkuat komitmen negara kawasan ASEAN untuk bersungguh-sungguh tidak akan memberikan izin masuknya warga negara asing untuk bekerja di negaranya secara tidak resmi.

"Indonesia harus bersikap keras agar tidak ada negosiasi dan kompromi terhadap TPPO yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan," tandas Benny. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat