visitaaponce.com

Kementerian PPPA Sebut Kasus di Parigi Moutong Masuk Unsur Pemerkosaan

Kementerian PPPA Sebut Kasus di Parigi Moutong Masuk Unsur Pemerkosaan
Kementerian PPPA Nahar menegaskan persetubuhan anak di bawah umur merupakan tindakan yang sama dengan pemerkosaan(Medcom.id)

Baru-baru ini Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho mengungkapkan kasus persetubuhan anak di bawah umur terhadap RO, 15, yang terjadi di Kabupaten Parigi Moutong bukanlah kasus pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak di bawah umur. Alasannya karena dilakukan tidak dengan secara paksa. Melainkan ada tindakan bujuk rayu hingga iming-iming dijanjikan menikah. 

Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar menegaskan persetubuhan anak di bawah umur merupakan tindakan yang sama dengan tindakan pemerkosaan. Bahkan masuk ke dalam ranah kekerasan seksual.

"Melakukan persetubuhan terhadap anak itu masuk kategori kekerasan seksual terhadap anak sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pindana Kekerasan Seksual, dalam Pasal 4 ayat 2 huruf c disebutkan bahwa persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak masuk dalam kategori kekerasan seksual," ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (2/6).

Baca juga : Miris, Anak 7 Tahun Jadi Korban Rudapaksa Kakeknya hingga Menderita Penyakit Kelamin

"Jadi ini sama masuk unsur pemerkosaan. Hanya dalam UU Perlindungan Anak unsur perkosaannya diperluas tidak hanya melakukan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap anak, tapi juga yang melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain," tegas Nahar.

Lebih lanjut, untuk kasus pemerkosaan terhadap anak, Nahar menjelaskan bahwa regulasi yang dapat digunakan khususnya menganai ancaman hukum terdapat dalam Pasal 81 UU 17 tahun 2016 tentang penetapan Perppu 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Adapun ancaman hukum tersebut di antaranya setiap orang yang melanggar ketentuan akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Baca juga : Bermodus Pengajian Seks, Pimpinan Pesantren di NTB Perkosa 41 Santri

Selain itu, ketentuan pidana ini berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.

Selain terhadap pelaku, penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana.

Baca juga : Anak Disabilitas di Jakarta Jadi Korban Rudapaksa, Kenal Pelaku lewat Medsos

Dalam hal tindak pidana menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Selain dikenai pidana, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

Terhadap pelaku dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Tindakan ini diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.

Baca juga : Polres Brebes Selidiki Kasus Perkosaan Anak Di Bawah Umur Yang Berakhir Damai

Terakhir, adapun pidana tambahan dan tindakan ini akan dikecualikan bagi pelaku anak. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat