LBH Apik RUU KIA Jangan Jadi Undang-Undang yang Eksklusif
![LBH Apik: RUU KIA Jangan Jadi Undang-Undang yang Eksklusif](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/06/031b5dcf02a0a0a20b56383cc9166103.jpg)
KOORDINATOR Perubahan Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta Dian Novita mengatakan ia dan mayoritas organisasi perempuan belum sepenuhnya mendukung Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Dian menyampaikan ia masih ingin ada diskusi secara mendalam terkait tujuan dari RUU tersebut.
Ia tidak ingin RUU KIA jadi regulasi yang hanya menguntungkan segelintir kalangan saja.
“Kami tidak ingin ini jadi UU yang yang eksklusif, yang hanya menguntungkan pekerja perempuan di sektor pegawai negeri atau ASN atau pekerja di perusahaan yang sudah mapan,” kata Dian kepada Media Indonesia, Kamis (15/6).
Baca juga: Cuti Melahirkan untuk Ibu dan Bapak Bisa Tingkatkan Perekonomian Negara
“UU ini harus jadi UU yang dimiliki semua orang. Jangan sampai hanya bisa diakses pekerja yang punya jam kerja yang jelas. Tidak memperhatikan para pekerja seperti buruh di sektor padat karya, seperti buruh pabrik garmen, buruh pabrik sepatu yang harus selalu memperpanjang kontrak kerja mereka. UU ini jangan eksklusif, yang menikmati hanya segelintir orang,” tambahnya.
Demikian pula wacana soal cuti melahirkan selama enam bulan yang diberikan kepada pekerja perempuan. Dian khawatir perspektif soal pemberian cuti itu justru masih dipahami bahwa tugas mengasuh dan merawat anak hanya dilakukan oleh ibu. Ia ingin ada pemahaman yang jelas terkait pengasuhan anak yang menjadi tanggung jawab ibu dan ayah bersama-sama.
Baca juga: Susun DIM RUU KIA, KemenPPPA Lakukan Dialog Bersama Masyarakat Sipil
“Cuti enam bulan itu jangan sampai malah mendomestikasi perempuan. Karena perempuan sudah dikasih libur panjang selama melahirkan, berarti dia harus mengurus anaknya sendirian,” tegasnya.
“Kalau kita lihat di negara maju, pemerintah Belanda misalnya, mereka memberikan dukungan langsung kepada ibu melahirkan. Mereka memberikan perawat untuk datang ke rumah, mengajarkan suami cara mendampingi ibu yang baru melahirkan. Perspektif mereka soal hamil dan melahirkan itu juga berbeda. Di sana mereka menyebutnya ‘kami hamil’, bukan ‘ibu hamil’, yang mana berarti yang mengalami hamil dan melahirkan itu berdua, ibu dan ayahnya. Dari perspektif dulu saja yang kami ingin ini harus clear,” jelasnya. (Dis/Z-7)
Terkini Lainnya
Ini Bentuk Rp22 Miliar Uang Palsu Siap Edar Jelang Idul Adha
Sepakat Tolak UU P2SK, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Siap Gelar Aksi
Buruh Kembali Demo Tolak Tapera Secara Nasional Pada 27 Juni
Buruh DIY Sebut Tapera sebagai Tabungan Penderitaan Rakyat
Buruh Desak Pemerintah Cabut Aturan soal Tapera
Dampak Demo Buruh Patung Kuda, TransJakarta Lakukan Penyesuaian Rute
Gen Z dan Milenial, Ini yang Diperhatikan dalam Memilih Pekerjaan
Tingkatkan Kebijakan K3 Tanah Air, Kemnaker Gandeng KOSHA
Ombudsman Angkat Bicara Soal Iuran Tapera, Apa Bunyinya?
Komisi V DPR RI Minta Pemerintah Tunda Program Tapera di 2027
Soal Tapera, Menteri PU-Pera Tunggu Usulan dan Arahan DPR RI
Pemerintah Klaim tidak Tergesa-gesa Pungut Iuran Tapera
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap