IDAI Sebut Patogen Hingga Zat Kimia Juga Cetuskan Diabetes pada Anak
![IDAI Sebut Patogen Hingga Zat Kimia Juga Cetuskan Diabetes pada Anak](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/07/995a57de1e44d422ed00a32f26684ea1.jpg)
DOKTER spesialis anak konsultan endokrinologi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Aman Bhakti Pulungan mengemukakan patogen berupa virus hingga kontaminasi zat kimia ditengarai sebagai faktor penyebab kasus diabetes melitus tipe 1 pada anak yang meningkat dalam satu dekade terakhir.
"Kasus diabetes tipe 1 sekarang tinggi. Menurut IDAI, prevalensinya meningkat sampai 700 kali. Tapi, data saya meningkat sekitar 70 kali dalam kurun 10 tahun terakhir," kata Prof Aman di sela kegiatan CDiC Camp di Bogor, Jawa Barat, Minggu (16/7).
Ia mengatakan patogen, zat kimia, hingga pengaruh perubahan lingkungan karena pemanasan global ditengarai sebagai pencetus diabetes melitus, selain faktor utamanya akibat pola hidup tidak sehat.
Baca juga: 6 Kebiasaan Jelek yang Berisiko Diabetes
Misalnya, kata Prof Aman, Enterovirus (Echovirus/EV) yang kini ditengarai memiliki potensi memicu kasus diabetes pada manusia.
"Beberapa virus tertentu seperti enterivirus sebagai penyakit tangan, kaki, dan mulut (hand, foot and mouth disease/HFMD) memiliki banyak tipe. Kalau Enterovirus sudah lama ditengarai sebagai pencetus diabetes," katanya.
Ia mengatakan laporan tersebut, salah satunya datang dari Finlandia yang memiliki kasus terbanyak Enterovirus pada anak.
Baca juga: Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Sudah Capai 19,5 Juta Orang
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), Jumat (7/7), mengumumkan sebanyak 26 bayi di sejumlah negara Eropa terinfeksi Enterovirus. Delapan dari bayi tersebut meninggal setelah gagal organ dan sepsis.
Kasus infeksi Enterovirus dilaporkan dari Kroasia, Prancis, Italia, Spanyol, Swedia, dan Inggris. Sebagian besar kematian dilaporkan dari Prancis.
Kasus Enterovirus-11 diidentifikasi pada awal 2022. Setidaknya setengah dari 26 kasus dilaporkan sejak akhir musim semi 2023.
Prof Aman, yang menjabat sebagai Project Lead Changing Diabetes in Children (CDiC) Indonesia menyebut faktor lain yang juga berisiko mempengaruhi diabetes tipe 1 pada rentang usia anak sejak lahir hingga 24 tahun adalah Endocrine Disruptor Chemical atau bahan kimia pengganggu endoktrin.
"Sistem endoktrin bisa terganggu karena kimia, polusi, hingga pemanasan global. Sekarang banyak anak pubertasnya lebih cepat, kanker meningkat, anak penisnya lebih kecil. Kami perhatikan sekarang jadi tambah banyak," katanya.
Sejumlah negara di dunia saat ini mulai membatasi pemanfaatan bahan kimia yang memiliki kecenderungan mengganggu kesehatan, salah satunya Tiongkok dengan menyusun daftar produk berbahan dasar kimia yang tidak boleh dipakai ulang, tambah Prof Aman.
Ia mengatakan penelitian jurnal hewan di salah satu peternakan buaya di Amerika Serikat (AS) juga memperkuat kondisi itu dengan melaporkan terdapat pengaruh kontaminasi zat tertentu pada habitat peternakan yang memicu reproduksi buaya semakin berkurang.
"Kok tambah sedikit buaya yang lahir karena tidak ada telurnya. Saat dilihat penis buayanya ternyata kecil. Di peternakan buaya di Florida dilihat, ternyata juga begitu keadaannya ada zat yang mengontaminasi," katanya.
Prof Aman mendorong otoritas terkait di Indonesia untuk segera menyusun daftar Endocrine Disruptor Chemical dan dipublikasikan sebagai upaya mencegah dampak buruk pada kesehatan manusia.
"List of Endocrine Disruptor Chemical ini harus kita waspadai dan share ke publik. Bukan hanya yang dimakan atau tersentuh kulit, perubahan cuaca, dan CO2 juga bisa berpengaruh," katanya.
Diabetes tipe 1 disebabkan karena gangguan endoktrin saat tubuh tidak dapat menghasilkan hormon insulin secara optimal. Hal tersebut menyebabkan glukosa dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel tubuh, jadi tidak bisa diolah menjadi energi untuk digunakan maupun dicadangkan oleh tubuh.
IDAI melaporkan prevalensi diabetes melitus tipe 1 pada anak di Indonesia berjumlah 1.249 pasien pada kurun 2017--2019. Tapi, prevalensi penyakit itu diprediksi lebih tinggi, karena kemungkinan kesalahan diagnosis ataupun tidak terdiagnosis.
Hal itu mengakibatkan jumlah anak dengan diabetes tipe 1 di Indonesia mengalami komplikasi diabetes serius (ketoasidosis diabetikum/DKA) saat terdiagnosis menjadi meningkat dari 63% pada 2015--2016 menjadi sebesar 71% pada 2017. (Ant/Z-1)
Terkini Lainnya
Penyakit Kawasaki, Kenali dan Waspadai Gejalanya
Ini Gejala Stroke di Usia Muda dan Cara Pencegahannya
Pakan Unggas Berbasis Maggot dan Ekstrak Daun Meniran Dikembangkan
Apakah Bawang Putih Efektif Redakan Flu? Simak Penjelasannya
Khitan Bisa Mengurangi Potensi Tertular Penyakit Seksual
Penyakit Jantung Koroner Bisa Dicegah Sejak Usia 35 Tahun
Ini Makanan Berwana Putih yang Harus Di Waspadai Penderita Diabetes dan Hipertensi!
Vitamin B dan D Efektif Atasi Gangguan Saraf pada Penderita Diabetes
Edukasi Diabetes Penting Bagi Masyarakat
Manfaat Stem Cell untuk Terapi Penyakit hingga Antiaging
YLKI Pertanyakan Ditundanya Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Usia Bertambah, Gejala Kesulitan Berkemih Kerap Muncul pada Perempuan
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap