visitaaponce.com

Sindikat Jual Beli Organ Terungkap, Komunitas Minta Pemerintah Bentuk Lembaga Donor Organ

Sindikat Jual Beli Organ Terungkap, Komunitas Minta Pemerintah Bentuk Lembaga Donor Organ
Ilustrasi(Freepik)

KOMUNITAS Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berharap pengungkapan dan penindakan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penjualan organ ginjal jaringan Kamboja di Kecamatan Tarumaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat bukanlah akhir dari kasus TPPO, dalam hal ini penjualan organ ginjal.

Beberapa tahun terakhir, kejadian serupa terus saja berulang dan menandakan adanya kelemahan sistem dari negara dalam melindungi segenap kepentingan warga untuk kesehatan.

Ginjal merupakan salah satu organ dalam yang paling diminati banyak pihak.

Baca juga: Kapolri Pastikan Oknum Polri yang Terlibat TPPO Bakal Diproses Hukum

"Musababnya, bagi orang dengan penyakit ginjal kronik dan sedang menjalani terapi cuci darah (hemodialisis), transplantasi ginjal menjadi jalan keluar satu-satunya jika ingin memiliki kualitas hidup yang lebih baik layaknya orang sehat," ungkap Ketua Umum KPCDI Tony Richard Samosir, Senin (24/7).

Tidak hanya itu, transplantasi ginjal juga memiliki keuntungan dari sisi pembiayaan jika dibandingkan dengan cuci darah. 

Contohnya, untuk sekali cuci darah pasien membutuhkan anggaran sebesar Rp1 juta dan harus dilakukan 2-3 kali dalam satu minggu. Jika ditotal tentu dalam satu tahun, per pasien cuci darah bisa menghabiskan anggaran ratusan juta.

Baca juga: Korban Perdagangan Ginjal di Bekasi Operasi di RS Naungan Pemerintah Kamboja

Sementara itu, untuk biaya satu kali transplantasi ginjal anggaran yang saat ini ditanggung oleh BPJS Kesehatan mencapai Rp420 juta.

"Seharusnya ini bisa jadi jalan keluar bagi negara. Dari kasus ini kita belajar bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki lembaga khusus donor organ, sama halnya seperti donor darah. Mau donor darah sukarela, datangnya ke PMI. Begitu juga dengan donor ginjal, ada lembaga mengaturnya," kata Tony.

Ia melihat berulangnya kasus seperti ini adalah bentuk lambatnya implementasi ragam kebijakan yang dilakukan pemerintah. 

Menurutnya ketiadaan lembaga donor organ membuat pendonor di Indonesia kebingungan untuk mendonorkan organnya. Akibatnya, dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

"Kami mendesak pemerintah segera membentuk lembaga donor organ agar setiap orang yang mau mendonorkan organ memiliki tujuan yang tepat demi menyelamatkan ratusan ribu pasien di Indonesia," katanya.

Di sisi lain, pemerintah juga harus membuat sistem daftar tunggu pasien, registrasi donor, skala prioritas, dan kartu pendonor agar pendataannya profesional, seperti yang dilakukan negara maju lainnya.

"Ini salah satu bentuk lambatnya pemerintah untuk mengeksekusi dari setiap kebijakan yang sudah ada. Akibatnya donor ilegal semakin marak dan sulit untuk ditekan," ujarnya.

Kasus sindikat jual beli organ ini merupakan pelajaran bersama. Pihak rumah sakit dan dokter juga bisa saja menolak melakukan operasi transplantasi ginjal karena khawatir organ yang didapatkan terindikasi dari ilegal donor.

"Jangan sampai orang baik yang ingin mendonasikan ginjal secara sukarela jadi takut karena dicurigai ada unsur jual beli organ. Begitu juga rumah sakit dan dokter, akhirnya menolak calon resipien dan donor yang bukan dari keluarga. Padahal, keselamatan pasien adalah hukum tertinggi di negeri ini," tuturnya.

Meski begitu KPCDI tetap mengapresiasi langkah kepolisian dalam menindakan tegas pelaku TPPO. Polisi telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus penjualan organ ginjal jaringan Kamboja di Kecamatan Tarumaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Kita bersepakat dan mendukung aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan dan ini harus diapresiasi," pungkasnya. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat