visitaaponce.com

Beban Biaya Penanganan ISPA dan Pneumonia BPJS Kesehatan DIprediksi Melonjak Karena Polusi Udara

Beban Biaya Penanganan ISPA dan Pneumonia BPJS Kesehatan DIprediksi Melonjak Karena Polusi Udara
Dokter menangani pasien yang terdampak polusi udara(MI/Usman Iskandar)

MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan penyakit yang disebabkan oleh polusi udara ialah pneumonia dan ISPA yang merupakan infeksi pada paru-paru. 

Kedua penyakit tersebut dikatakan menjadi bagian dari penyakit dengan beban biaya tertinggi yang ditanggung BPJS Kesehatan.

“Dari data BPJS, ada 6 penyakit dengan beban biaya tertinggi yang disebabkan oleh penyakit pernapasan yakni pneumonia, tuberkulosis, ISPA, asma, PPOK, dan kanker paru. Penyakit yang disebabkan polusi udara tidak termasuk tuberkulosis karena ini disebabkan virus dan kanker paru yang disebabkan oleh genetika,” ungkapnya dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/8).

Baca juga : Rerie: Jangan Ada Lempar Tanggung Jawab soal Masalah Polusi 

“Pengaruh polusi udara kita teliti saat ini banyaknya ke pneumonia dan ISPA. Keduanya ini infeksi di paru. Nah ini bisa disebabkan oleh polusi udara. Total belanja BPJS untuk penyakit ini adalah Rp10 triliun tahun lalu. Jadi tahun ini pasti akan naik lagi dari jumlah itu,” sambung Budi.

Menurut Budi, polusi udara yang paling berbahaya saat ini ialah PM 2,5 dengan ukuran 2,4 mikro. Polusi ini dikatakan dapat masuk ke paru-paru dan pembuluh darah serta menyebabkan infeksi yang akan berbahaya bagi masyarakat.

Baca juga : Menkes Rekomendasikan Dua Masker Ini Hadapi Polusi Udara

“Standar dari WHO sendiri PM per hari mencapai 15 mikro gram per meter kubik. Sementara itu Indonesia enggak pernah memenuhi standar. Malah makin lama makin naik,” ujarnya.

Hal ini juga telah dia sampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Menurutnya, saat ini Indonesia dapat meniru Tiongkok yang berhasil menurunkan polusi dalam waktu 7 tahun saja sementara negara lain membutuhkan waktu 20-25 tahun.

Cara efektif dari Tiongkok ini, lanjut Budi, ialah dengan memasang seribu alat monitor kualitas udara di seluruh kota untuk memantau kualitas udara.

“Jadi kalau ada yang jelek dia kirim mobil dan bisa ketahuan sumbernya dari mana sehingga dia bisa membuat intervensi yang tepat karena berbasis data,” tegas Budi.

Secara garis besar, Budi memaparkan pengendalian emisi di Tiongkok terdiri dari lima hal yaitu pengendalian di industri, pengendalian kendaraan bermotor, pengendalian debu, pemantauan kualitas udara, dan penurunan risiko serta dampak kesehatan.

“Jadi ini bisa kita tiru. Kita butuh alat yang dapat mendeteksi berat, bentuk dan kimia molekul. Kemenkes punya dan alatnya enggak mahal. Kita usulkan juga meminjam mobil dari Tiongkok itu kalau bisa setahun. Jadi kalau kita lihat ada yang jelek bisa dikirim mobil ini supaya tahu penyebabnya dengan demikian intervensi policy bisa bagus,” pungkasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat