visitaaponce.com

KPI Sebut Tayangan Sinetron Jadi Salah Satu Faktor Meningkatnya Kasus KDRT

KPI Sebut Tayangan Sinetron Jadi Salah Satu Faktor Meningkatnya Kasus KDRT
Ilustrasi KDRT(MI)

ANGGOTA Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aliyah menyebut tontonan seperti sinetron dan tayangan infotainment menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

KPI menilai  fenomena itu ikut dipicu tayangan sinetron yang banyak menampilkan adegan kekerasan dan perselingkuhan dalam rumah tangga.

Hal itu, kata dia, memicu masyarakat yang menonton untuk meniru perilaku tersebut. Apabila tayangan itu terus menerus dikonsumsi, dalam bawah sadar masyarakat juga menjadi meyakini bahwa relasi rumah tangga itu memang selalu ada konflik dan selalu ada kekerasan.

Baca juga : KPI Ingin Diskusi dengan Sineas untuk Tingkatkan Kualitas Sinetron

Belum lagi adegan yang memperlihatkan kepasrahan perempuan ketika mendapatkan kekerasan dari pasangannya. Aliyah menilai banyak adegan sinetron yang melemahkan posisi perempuan dan semakin tidak berani melaporkan tindakan kekerasan yang dialami.

Karena dalam tayangan tersebut digambarkan bahwa perempuan harus tunduk dan patuh atas semua perlakuan suami, meski itu berupa tindakan kekerasan.

Baca juga : Korban KDRT Alami Reviktimisasi, DPR Sebut Polisi Tidak Paham Undang-Undang

“Beberapa kali terkait tayangan sinetron dan infotainment yang dianggap dalam indeks kualitas penyiaran kami masih di bawah tiga, artinya belum bagus dalam penilaian kami. Tetapi pernah kita diskusikan kepada lembaga penyiaran terkait dengan tayangan ini. Meski tayangan tersebut kita anggap masih belum bagus. Tetapi ratingnya sangat tinggi, sangat diminati oleh masyarakat kita terkait tontonan sinetron dan infotainment ini,” ujar Aliyah dalam diskusi ‘Kick Off Kampanye Penghapusan KDRT’, Senin malam, (4/9).

“Bahkan untuk antisipasi artis yang suka gimik, ada pasangan artis melakukan KDRT, KPI mengimbau artis yang melakukan KDRT itu tidak perkenankan untuk tampil di depan publik. Itu salah satu yang bisa dilakukan KPI, walaupun ternyata masih ada dan masih tampil juga di lembaga penyiaran itu,” imbuhnya.

Aliyah mengatakan industri kreatif yang memproduksi tontonan untuk televisi semestinya dapat mengeksplorasi ide cerita yang lebih baik dari sekadar mempertontonkan perilaku perundungan, perselingkuhan dan KDRT.

“Ketika kami minta untuk coba memperbaiki kualitas tayangan, mereka jawabnya ‘kami tidak punya ide cerdas, ide kreatif yang menceritakan terkait itu. Sementara kami dituntut dengan jam tayang yang begitu padat’. Kalau kita lihat ada kok dulu sinetron bagus, seperti sinetron Si Doel Anak Sekolahan, itu bagus. Sinetron Para Pencari Tuhan, itu bagus,” ujarnya.

 

Kasus KDRT terus berulang

Sementara itu, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga Rentan, Eni Widiyanti mengemukakan, meski UU Pengapusan KDRT di Indonesia sudah berusia hampir dua dekade, ia merasa kampanye untuk melawan KDRT masih perlu dilakukan.

“Bulan September 2023 ini, UU PKDRT genap berusia 19 tahun. Selama 19 tahun kehadiran UU PKDRT dalam memberikan jaminan perlindungan bagi korban KDRT masih dianggap belum sepenuhnya optimal karena masih banyak berulangnya kejadian dan kasus KDRT serupa dimana dominasi korban KDRT adalah perempuan,” ujar Eni.

Eni menyampaikan, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Sedangkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual ataupun kekerasan emosional.

Lebih lanjut, melansir data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA), data pelaporan kasus kekerasan yang terjadi sepanjang 2022 hingga Juni 2023 tercatat sebanyak 15.921 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 16.275 orang. Sedangkan untuk kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 23.363 kasus dengan jumlah korban 25.802 orang. Sementara itu, pada Januari sampai Juni 2023 berdasarkan tempat kejadian, kasus kekerasan yang paling banyak dialami adalah dalam rumah tangga (KDRT) sebesar 48,04% atau 7.649 kasus.

“Berkaca dari berbagai data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa data tersebut merupakan data terlapor. Padahal dalam kenyataannya, kasus KDRT ini merupakan fenomena gunung es dimana seringkali kejadian tersebut tidak dilaporkan sehingga jumlah angka tepatnya kasus KDRT tidak dapat dipetakan. Maka dari itu, kampanye ini menjadi penting untuk diselenggarakan agar masyarakat Indonesia tak hanya mengetahui upaya pencegahan dan penanganan KDRT semata, namun juga kehadiran nyata payung hukum UU PKDRT yang memberikan jaminan perlindungan bagi korban,” tutur Eni.

Eni mengungkapkan, rangkaian kampanye ini juga sebagai salah satu bentuk untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk berani berbicara atau Dare to Speak Up atas segala bentuk kekerasan yang dialami, diketahui, ataupun dilihat. Sudah banyak sekali contoh nyata dari kasus KDRT yang menimpa perempuan namun tidak dilaporkan ataupun laporannya ditarik kembali karena alasan ranah domestik sehingga terkadang korban diminta untuk berdamai dengan pelaku.

“Melalui rangkaian kampanye ini, kami tidak hanya menekankan pada ajakan untuk berani berbicara namun juga pada upaya pencegahan dan penanganannya sebagai 2 (dua) dimensi yang melingkupi UU PKDRT. Dari mulai pencegahan dimana segenap upaya harus diarahkan dalam mengorek akar permasalahan yang ada, baik itu norma agama, budaya, sosial, hingga finansial. Dalam penanganannya diperlukan kesiap siagaan dalam mengerahkan segenap sumber daya yang tersedia untuk menindak pelaku dan memberikan pelindungan dan pemulihan kepada korban, baik itu Aparatur Penegak Hukum (APH), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), hingga Non Governmental Organization (NGO) pendamping terkait baik di tingkat pusat dan daerah,” jelas Eni.

 

Tantangan penegakan hukum

Dalam kesempatan yang sama, Pendiri JalaStoria yang juga merupakan Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025, Ninik Rahayu, mengatakan kehadiran UU PKDRT yang hampir dua dekade lamanya merupakan harapan dari masyarakat Indonesia terutama para korban KDRT yang menginginkan UU PKDRT menjadi salah satu jalan memperoleh keadilan dan perlindungan. Namun dalam perjalanan penegakkan hukumnya, UU PKDRT kerap menghadapi berbagai macam tantangan dan hambatan.

“Salah satu tantangan dan hambatan terbesar yang dihadapi dalam proses penegakkan hukum UU PKDRT ini adalah perspektif. Banyak korban, khususnya perempuan yang sulit memposisikan dan mengkondisikan dirinya mengalami KDRT. Apalagi KDRT ini berkaitan erat dengan norma agama, budaya, sosial, dan finansial yang begitu kompleks sehingga KDRT dianggap sebagai kasus yang terjadi di ruang pribadi dan sukar untuk diungkapkan di muka umum,” ungkap Ninik.

Ninik menyampaikan, tantangan dan hambatan seperti itulah yang juga mendasari penyelenggaraan rangkaian Kampanye Jelang Dua Dekade Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Selain itu, kampanye tersebut juga bertujuan untuk mengetahui tantangan implementasi UU PKDRT yang telah diundangkan sejak 2004, mencari solusi dan strategi yang paling tepat dalam pencegahan dan penanganan KDRT, dan membangun pemahaman serta kesadaran publik tentang pentingnya UU PKDRT dalam mengurangi kasus kekerasan dalam ranah domestik.

Kampanye Jelang Dua Dekade Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pun menjadi momentum refleksi akan segala bentuk pencegahan, penanganan, dan pemulihan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, APH, hingga stakeholder terkait dalam upaya penghapusan KDRT di Indonesia. Adapun rangkaian kampanye tersebut berlangsung selama bulan September 2023 melalui 3 (tiga) sesi dialog konstruktif dengan Tokoh Agama, Lembaga Penyedia Layanan, dan Aparatur Penegak Hukum, hingga puncak kampanye di ruang terbuka. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat