visitaaponce.com

Ombusman Penyelesaian Kasus GGAPA Harus Sistemik dan Kasuistik

Ombusman: Penyelesaian Kasus GGAPA Harus Sistemik dan Kasuistik
Sholihah (tengah) memperlihatkan foto putrinya Azqiara Anindita Nuha yang meninggal dunia di usia 3,8 tahun akibat gagal ginjal akut(MI/USMAN ISKANDAR )

TERKAIT dengan ganti rugi atau pemberian kompensasi kepada korban gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA), Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan bahwa kerangka penyelesaian atas masalah obat beracun yang menyebabkan GGAPA bahkan ada yang meninggal dunia maka penyelesaiannya harus sistemik dan kasuistik.

"Sistemik artinya adalah dari kejadian yang ada pemerintah harus bisa mencari sebab, mencari akar masalahnya agar kalau maladministrasi berlapis sebagaimana temuan Ombudsman bisa diperbaiki dan kejadian serupa tidak kembali berulang di masa mendatang yang menimpa anak-anak yang lain," ucapnya saat dihubungi pada Jumat (29/9).

Sementara penyelesaian secara kasuistik yang sekarang berproses, Ombudsman telah melakukan rapat koordinasi pengawasan yang mengundang kantor Kementerian Pembangunan Manusia Kebudayaan (Kemenko PMK), kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), BPJS Kesehatan dan Badan POM serta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Baca juga: Keluarga Korban GGAPA tidak Kendor meski Diberi Santunan

"Di mana dari rapat koordinasi ini kami mendorong penyelesaian secara kasuistik melalui skema ganti rugi atau kompensasi atas kehilangan dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh keluarga korban dan nilai maupun skema penyelesaiannya perlu dibicarakan bersama dengan pihak keluarga korban," terang Robert.

Robert mengungkapkan bahwa saat ini Ombudsman RI memang masih belum mendengar kepastian terkait jumlah kompensasi maupun juga sumber dana dan kementerian mana yang menyalurkan.

Baca juga: Presiden Setuju Beri Bantuan untuk Korban Gagal Ginjal Akut

"Kita berharap pemerintah untuk segera menuntaskan itu, dan prinsipnya ini bukan semata santunan tapi adalah kompensasi atau ganti rugi," jelasnya.

Hal tersebut adalah bentuk dari tanggung jawab negara atas pengabaian atau pembiaran atau kelalaian yang menyebabkan proses produksi dan distribusi obat beracun atau sirup beracun tidak terkontrol dengan baik dan hal itu menjadi sumber anak-anak yang mengonsumsi obat atau sirup tersebut lalu kemudian terinfeksi yang ternyata kandungan atau cemaran yang ada dalam obat beracun itu sungguh fatal dampaknya.

"Atas pengabaian, kelalaian, atau pembiaran negara ini kemudian harus ada yang bertanggung jawab yang kemudian melakukan kompensasi atau ganti rugi atas kerugian publik, atas kehilangan anak-anak mereka, atas masalah yang kemudian ditanggung oleh penyintas dan sebagainya," bebernya. (Fal/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat