visitaaponce.com

Saksi Ahli Perkuat Bukti Pelanggaran HAM dan Hak Konsumen pada Sidang GGAPA

Saksi Ahli Perkuat Bukti Pelanggaran HAM dan Hak Konsumen pada Sidang GGAPA
Suasana sidang class action perkara gagal ginjal akut anak(MI/Irfan)

PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan gugatan class action kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang terdampak pada anak-anak, pada hari ini Rabu (7/2). Sidang tersebut beragendakan pengakuan para saksi ahli dengan mendatangkan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Kuasa Hukum dari Korban kasus GGAPA, Reza Zia Ulhaq menyebutkan bahwa kehadiran para ahli tersebut sebagai bentuk penguatan fakta bahwa kasus GGAPA yang telah menelan 326 korban itu telah melanggar HAM. Selain itu, adanya sikap abai yang dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha juga berpotensi melanggar hak para konsumen.

“Kami mendatangkan dua lembaga ini karena keduanya merupakan ahli dalam perlindungan konsumen. Seperti yang kita ketahui bahwa Komnas HAM juga telah memberi pernyataan kasus GGAPA ini telah melanggar HAM dengan sejumlah rekomendasi,” jelas Reza saat ditemui Media Indonesia di Jakarta pada Rabu (7/2).

Baca juga : Korban Gagal Ginjal Anak Dibilang Bohong, Ombudsman: Fakta Riil Sudah Ada Korban

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengatakan bahwa kehadirannya pada sidang tersebut sebatas memberikan pernyataan dalam rangka melaksanakan fungsi Komisi Hak Asasi Nasional Manusia pasal 75 yang berwenang memberikan pendapat, saran dan masukan berdasarkan putusan atau persetujuan pengadilan, pada perkara tertentu kepada hakim bila terjadi pelanggaran HAM.

“Kami melihat ada pelanggaran HAM dalam kasus GGAPA ini, hal itu meliputi pelanggaran terhadap hak hidup serta pelanggaran hak atas kesehatan karena telah mengakibatkan korban meninggal, pun yang harus dirawat tidak mendapatkan akses kesehatan. Pada saat itu, mereka yang tidak mendapatkan perawatan dengan cepat akhirnya ada yang meninggal dan cacat permanen,” ujarnya.

Selain itu, Uli mengatakan pelanggaran tersebut juga terlihat pada sikap pemerintah yang lamban menangani kasus GGAPA sehingga korban meninggal terus bertambah. Dikatakan bahwa kasus GGAPA telah terjadi sejak Januari 2022 namun pemerintah baru merespon dan mengambil tindakan tegas pada Oktober 2022 sehingga terjadi keterlambatan penanganan hingga 10 bulan.

Baca juga : Gagal Ginjal Akut, Komnas HAM Soroti Peran Kemenkes dan Badan POM

“Ada kelalaian dan keterlambatan penanganan dari pemerintah dalam pengawasan obat. Sejak awal 2022 sudah ditemukan korban tapi belum ada tindakan pengawasan pengawasan obat dari hulu hingga hilir. Pada waktu itu, memang BPOM lalai, sehingga ada waktu tentang waktu 10 bulan yang menyebabkan korban terus bertambah,” tuturnya.

Sidang berlanjut pada keterangan saksi ahli berlanjut pada Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok sekaligus anggota dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bertugas menyelidiki kasus gagal ginjal akut sejak Oktober 2022 untuk mengusut dugaan telah terjadi tindak pidana dalam kasus gagal ginjal akut.

Muhammad Mufti mengatakan bahwa sesuai pasal 34 UPK, BPKN memiliki tugas diantaranya menerima pengaduan dari konsumen, termasuk melakukan penelitian dan pengkajian jika terdapat korban dalam sebuah produk. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, Luthfi mengatakan telah menemukan beberapa fakta yang mengarahkan adanya potensi pelanggaran.

Baca juga : Pemerintah Dinilai Mencla-mencle Terkait Ganti Rugi Korban Gagal Ginjal Akut

“Secara dugaan besar, terbukti ada pelanggaran dari sisi pelaku usaha maupun pemerintah, bahwa terjadi pengoplosan bahan baku pembuatan obat sirup. Dalam hal ini perusahaan farmasi harus tahu diri dan bertanggung jawab dalam pembuatan obat sehingga tidak ada lagi kelalaian mulai dari suplai bahan baku, proses pembuatan sampai ke distribusi untuk dikonsumsi masyarakat, karena itu fatal sekali,” ujarnya.

“Jangan karena ingin harga murah, kemudian bahan bakunya juga direndahkan dan dioplos. Akibatnya, ratusan anak menjadi korban, buktinya 326 anak yang meninggal bukan sesuatu yang kecil,” lanjutnya.

Mufti juga menyayangkan nilai nominal santunan yang diberikan pada keluarga korban GGAPA ini terlampau kecil jika dibandingkan dengan korban kecelakaan pesawat terbang. Bagaimanapun, jelas Mufti, harus ada tanggung jawab negara terhadap hal-hak konsumen dan ganti rugi konsumen yang sepadan sesuai dengan Pasal 4 UUPK agar kejadian serupa terulang kembali.

Baca juga : 5 Tergugat Class Action Kasus Gagal Ginjal Akut Ajukan Damai

“Kami sudah cukup lama bekerja mencari fakta, dari tahun 2022 hingga saat ini. Namun baru ada sedikit perhatian dari pemerintah untuk memberikan ganti rugi, jumlahnya pun sangat kecil tidak sepadan. Jika kita bandingkan dengan kecelakaan pesawat terbang misalnya, korban bisa diberikan ganti rugi hingga 1,2 miliar. Sementara untuk korban GGAPA ini hanya 50 juta itu, itu pun tidak cukup untuk akses wara-wiri pengobatan,” katanya.

Sidang ini juga dihadiri beberapa keluarga yang telah menggugat beberapa produsen obat, termasuk kementerian/lembaga. Mulai dari korban yang meninggal karena mengkonsumsi obat sirup produksi PT Afi Farma Pharmaceutical Industry.

Hadir pihak korban korban gagal ginjal akut yang menjalani rawat inap dan rawat jalan setelah mengkonsumsi obat sirup PT Afi Farma Pharmaceutical Industry. Ada pula satu korban meninggal akibat mengkonsumsi obat sirup produksi PT. Universal Pharmaceutical Industry.

Baca juga : Menko PMK Cari Cara Berikan Bantuan Korban Gagal Ginjal Akut Anak

Salah satu perwakilan keluarga korban, Sholihah dengan korban anak bernama Azqiara Anindita Nuhayang meninggal akibat gagal ginjal akut, mengatakan ia tak akan gentar dalam mengawal dan mengikuti proses hukum sesuai dengan arahan kuasa hukumnya. Ia berharap kasus yang telah berjalan selama setahun ini tidak mengalami hambatan dan bisa menemui titik terang.

“Kami menginginkan agar ada kepastian hukum seadil-adilnya dan sejelas-jelasnya bahwa ada pelanggaran hukum di dalam tragedi ini. Lewat pernyataan para ahli kami ingin memperkuat bahwa ada pelanggaran dari BPOM dan perusahaan farmasi. Dalam hal ini negara harus hadir dan mengayomi serta konsisten memberikan pelayanan rumah sakit dan penyembuhan kepada para korban,” ujarnya.

Selain menggugat transparansi dari para produsen obat, distributor bahan baku, Kementerian Kesehatan, BPOM dan Kementerian Keuangan; gugatan class action ini juga menuntut agar pengakuan ahli dapat memperkuat adanya bentuk pelanggaran sehingga negara harus hadir secara komprehensif.

Baca juga : Perlu Peningkatan Farmakovigilans Cegah Kasus Gagal Ginjal Akut Terjadi Lagi

Hingga saat ini, data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga awal Februari lalu menunjukkan ada 326 anak terserang gagal ginjal akut setelah mengkonsumsi obat sirup yang menurut Kemenkes mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glikol di atas batas aman. Dari jumlah korban itu, 204 anak meninggal dunia, enam orang masih menjalani perawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan 116 lainnya dinyatakan sembuh. (Dev/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat