visitaaponce.com

Mengenal Bahaya Virus Nipah Calon Potensial Pandemi Global Selanjutnya

Mengenal Bahaya Virus Nipah: Calon Potensial Pandemi Global Selanjutnya
Nakes merujuk seorang perempuan dengan gejala virus nipah ke ruang isolasi di ke rumah sakit pemerintah Kozhikode, Kerala, India.(AFP)

KEMUNCULAN wabah covid-19, pada awal 2020, menjebak seluruh negara di dunia dengan rasa takut dan kekhawatiran besar. Virus yang mengakibatkan penyakit gangguan pernafasan ini dengan mudah menular ke banyak individu dalam waktu singkat. Alhasil, hingga saat ini, wabah covid-19 mencatatkan lebih dari 770 juta konfirmasi kasus dan 6,9 juta kematian dalam skala global. Covid-19 termasuk dalam lima besar wabah yang menyebabkan akan kematian lebih dari jatu jiwa, menandakan bagaimana virus ini sangat menghancurkan dan menjadi ancaman besar bagi kesehatan publik. 

Hadirnya covid-19 di tengah pesatnya aktivitas masyarakat modern turut mengubah tatanan kehidupan sosial banyak individu di seluruh dunia. Kehadiran pandemi covid-19 memaksa adanya pembatasan kegiatan manusia secara masif. Akibatnya, wabah ini secara efektif berdampak terhadap gangguan stabilitas ekonomi global, bahkan mampu memicu terjadinya resesi ekonomi terburuk yang pernah ada sejak krisis ekonomi yang terjadi pada sekitar tahun 1930-an dan dikenal sebagai The Great Depression

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memang sudah mendeklarasikan berakhirnya status darurat kesehatan global bagi covid-19 pada 5 Mei 2023 lalu, atau tepatnya tiga tahun sejak virus ini pertama kali diidentifikasi 2020. Namun, tetap saja, virus covid-19 masih akan tetap ada dan berpotensi menjangkiti banyak orang di kemudian hari. 

Baca juga: Waspada Virus Nipah, DPR Minta Pemerintah Siaga

Beruntungnya, sejak adanya vaksin, penularan dari varian terbaru covid-19 tidaklah seberbahaya apabila dibandingkan pada awal mula virus mulai menyebar dan belum ada vaksin yang khusus dibuat sebagai pencegah dari virus ini. 

 

Namun, di tengah upaya bangkit dan pulihnya dunia akibat penularan covid-19, muncul penyakit lain yang juga diakibatkan oleh virus yang berasal dari hewan. Ialah Virus Nipah, yang baru-baru ini kembali menghebohkan dunia akibat munculnya dua kasus kematian yang terjadi di negara bagian Kerala, di India. 

Virus Nipah diyakini mampu berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat, karena penularan virus ini mampu menyebabkan terjadinya inflamasi otak (ensefasilitis) kepada korban tertular, yang akhirnya menempatkan pasien dalam keadaan koma hingga berujung pada kematian.

Baca juga: Surveilans di ASEAN dan Indonesia Cegah Masuk Virus Nipah di Tanah Air

Virus Nipah, Zoonosis Virus yang Ada Sejak 1998

Virus Nipah bukanlah jenis baru. Virus ini sudah ditemukan di Asia sejak 1998. Mulanya, virus ini menjangkiti Malaysia dan Singapura, saat sebuah fenomena wabah yang terjadi selama periode September 1998 hingga Mei 1999. 

Penularan pertama virus diyakini menyeruak di sebuah peternakan babi yang ada di suatu desa di negara bagian Perak, Malaysia. Kala itu, penyakit yang dibawa oleh virus ini menyebabkan adanya kasus peradangan otak pada sekumpulan ekor babi yang ada di peternakan, sebelum akhirnya penularan meluas dan terjadi antar manusia ke manusia. 

Penularan kuat diduga melalui kontak langsung antara manusia yang bekerja di peternakan dengan babi yang terinfeksi. Wabah yang terjadi di kedua negara tersebut akhirnya menyebabkan lebih dari 265 kasus peradangan otak akut dan 106 kematian. Otoritas Malaysia bahkan melakukan pemusnahan lebih dari satu juta ekor babi di peternakan, sebagai upaya kontaminasi virus. 

Virus Nipah adalah salah satu jenis virus zoonosis,, yang artinya, penyakit ditularkan dari hewan ke manusia, dan kemudian menular antar manusia dalam fase lanjutan. Kelelawar pemakan buah berjenis Pteropus Lylei yang masih bagian dari famili Pteropodidae dan biasa biasa dikenal dengan sebutan Flying Fox di Kamboja, diyakini sebagai inang alamiah dari virus Nipah. 

Menjadi bagian dari familiy Paramyxoviridae, virus Nipah ada di dalam satu genus yang sama dengan Hendra Virus, sebuah patogen zoonosis yang juga berasal dari kelelawar dan pernah menjangkiti sekitar 13 kuda dan manusia dengan kasus infeksi mematikan di Brisbane, Australia pada 1994. 

Bersama dengan virus tersebut, virus Nipah tergabung dalam satu klasifikasi genus yang disebut dengan Henipavirus (Hendra-Nipah Virus).

Setelah kemunculan pertama virus Nipah di Malaysia dan Singapura sejak 1998-1999, tidak ada kasus lain terkonfirmasi. Namun, mulai pada 2001, sejumlah kasus virus Nipah menjangkiti beberapa negara di Asia, utamanya India dan Bangladesh. Kemunculan wabah dari virus ini bahkan terjadi hampir di setiap tahun, sampai dengan kemunculan terbaru pada 2023 di Kerala, India.

Sepanjang 2001 hingga 2018, sejumlah kasus tercatat di India, Filipina dan Bangladesh. Sama seperti yang terjadi di Malaysia pada 1998, awal mula terjadinya wabah didahului oleh adanya transmisi virus dari babi yang terkontaminasi karena memakan sisa buah/makanan yangg mengandung air liur atau urin dari kelelawar buah yang merupakan inang alamiahnya. Kemudian, terjadi kontaminasi antar manusia melalui kontak erat terhadap korban yang terinfeksi, separuh kasus transmisi antarmanusia di Bangladesh pada 2001-2008 terjadi melalui adanya kontak langsung. Secara keseluruhan, 637 kasus dan 373 kematian tercatat, fatalitasnya mencapai angka 59%.

Belum Ada Vaksin, Mortalitas Tinggi

Kenyataan yang membuat virus Nipah berbahaya adalah karena sampai dengan saat ini, belum ada vaksin atau obat yang secara efektif dapat digunakan untuk mengobati virus ini apabila sudah tertular, namun meski begitu, dipercaya bahwa vaksin sudah dalam pengembangan. 

WHO bahkan menyebut virus Nipah sebagai patogen yang memerlukan urgensi riset. Virus ini dipercaya memiliki potensi untuk menjadi pandemi global selanjutnya, dengan mortalitas mencapai 40-70% tergantung dari varian virus dan upaya penanganan otoritas terkait.

Senada dengan WHO, Pusat Pengendalian dan Pecegahan Penyakit Amerika Serikat (US CDC) juga mengklasifikan virus Nipah sebagai Agen Tipe C. Artinya, virus ini memiliki klasifikasi sebagai sebuah patogen berkembang yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta berpotensi menjadi penyakit yang dapat berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat di masa depan.

Penularan, Gejala dan Masa Inkubasi

Penularan Virus Nipah, pada umumnya terjadi akibat adanya kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi melalui cairan tubuh seperti darah, urin atau saliva, mengkonsumsi produk makanan yang terkontaminasi atau bersentuhan langsung dengan orang yang terinfeksi. 

Gejala virus Nipah umumnya ditandai dengan munculnya demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, kesulitan bernafas, kebingungan (disorientasi), kejang-kejang, koma hingga pembengkakan otak. 

Masa inkubasi dari virus ini mencapai 4 hingga 14 hari sejak tertular, di sejumlah kasus dan laporan bahkan menyebut masa inkubasinya bisa mencapai 45 hari.

Tidak Mudah Menular, Ahli Ragukan Virus Nipah Jadi Pandemi Global

Sejumlah ahli memberikan pandangannya terhadap kemunculan wabah virus Nipah di Kerala India. Danielle Anderson, Virologi dari Rumah Sakit Royal Melbourne di Australia menungkapkan bahwa kecil kemungkinan kasus di India berujung kepada terjadinya pandemi global seperti saat masa covid-19, alasannya karena penularan virus ke sesama manusia tidak semudah penularan virus zoonosis yang lain.

Senada dengan Anderson, profesor kedokteran di divisi penyakit menular di Rutgers New Jersey Medical School, Diana Finkel, mengungkapkan bahwa wabah di India tidak akan berdampak terhadap penyebaran secara global. 

Hal ini didasari oleh alasan karena penyebaran antarmanusia pada kasus yang terjadi di India sangat terbatas, penularan memang terjadi umumnya karena korban mengabaikan protokol standar kesehatan. 

Profesor Finkel menambahkan, bahwa adanya wabah virus Nipah menjadi pengingat akan buruknya dampak dari kerusakan habitat dan perubahan iklim yang mendorong lebih banyaknya interaksi antara hewan dan manusia.

Memang, transmisi penyakit dari virus Nipah di kasus-kasus yang sudah ada selama ini umumnya terjadi melalui dikonsumsinya makanan atau produk dengan cairan seperti urin, saliva ataupun darah dari hewan yang terkontaminasi. 

Penularan antarmanusia dalam sejumlah kasus yang tercatat terjadi dikarenakan adanya kontak langsung antara pasien dengan keluarga atau para tenaga kesehatan yang merawat mereka. 

Virus Nipah di Indonesia: Potensi dan Upaya Pencegahan

Indonesia memang belum mencatatkan konfirmasi kasus yang berhubungan dengan infeksi menular dari Nipah virus. Meskipun begitu, Indonesia menjadi salah satu negara yang di mana menjadi tempat hidup bagi spesies kelelawar Pteropodidae

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Veteriner dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Indonesia, telah ditemukan materi genetik virus niph pada spesies kelelawar Pteropus Vampyrus di Sumatra. 

Penelitian ini menemukan materi genetik virus Nipah yang ditemukan sangat mirip dengan yang ditemukan di Malaysia. 

Lebih lanjut, sebuah survei serulogi yang sebelumnya dilakukan terhadap 610 ekor babi dan 99 kelelawar di Kalimantan Barat, juga ditemukan adanya 19% antibodi virus Nipah berdasarkan 84 sampel yang diambil dari kelelawar berjenis P. Vampyrus. Kondisi ini menunjukkan fakta bahwa Indonesia menjadi negara yang juga renta terhadap kasus penularan virus Nipah.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), memastikan akan meningkatkan surveilans serta kewaspadaan terutama di pintu-pintu masuk negara dan fasilitas kesehatan untuk mencegah masuknya virus Nipah ke dalam negeri. 

Sejak 2021, Kemenkes telah merilis Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Virus Nipah di Indonesia, pedoman tersebut menjabarkan prosedur untuk tahap surveilans epidemiologi, pemeriksaan laboratorium sampai dengna pengendalian faktor risiko. 

Belajar dari kasus Covid-19, virus Nipah bukanlah suatu hal yang bisa dianggap enteng karena mortalitas dari virus ini masih sangat tinggi ditambah dengan belum adanya vaksin yang secara efekif dapat menangkal penularan. 

Sejauh ini, upaya pengobatan yang bisa dilakukan apabila terjangkit virus Nipah adalah melakukan pengobatan ke rumah sakit, istirahat dan konsumsi air yang cukup serta perawatan lain sesuai dengan gejala yang muncul upaya mitigasi dari penularan virus umumnya dapat dilakukan dengan lebih menjaga kebersihan, menerapkan protokol kesehatan dengan baik, mengkonsumsi produk makanan yang sudah dimasak dengan matang dan bersih serta menghindari kontak langsung dengan hewan, buah, produk makanan terkontaminasi ataupun manusia yang terinfeksi.

Covid-19 seharusnya menjadi pelajaran berharga yang menunjukkan bagaimana infeksi menular dari sebuah virus & bakteri yang belum dikembangkan vaksin dan pengobatannya dapat membawa dampak yang sangat menghancurkan bagi kehidupan dan kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia. (Z-1)

 


Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat