Penanganan KDRT Masih Dianggap Tabu, Aparat Penegak Hukum Perlu Diberi Pelatihan
![Penanganan KDRT Masih Dianggap Tabu, Aparat Penegak Hukum Perlu Diberi Pelatihan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/11/5febac678ad283a5afffc29595c94138.jpg)
PENGHAPUSAN kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi momok dan masalah besar bagi Indonesia lantaran banyak menelan korban kalangan perempuan, terutama istri.
Kekerasan itu pun terjadi di berbagai kondisi baik di tengah publik maupun tersembunyi di dalam rumah tangga dengan berbagai bentuk seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran ekonomi.
Wakil Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Mariana Amiruddin menjelaskan, meski Indonesia sudah memiliki UU KDRT selama 19 tahun, sikap aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang dialami perempuan KDRT belum memihak pada korban.
Baca juga : Anggotanya Tolak Laporan KDRT, Kapolres Bogor Minta Maaf Secara Terbuka
“KDRT ini masih dianggap sebagai masalah private atau pribadi, sehingga orang tidak mau ikut campur untuk urusan yang sifatnya keluarga atau rumah tangga karena ada keyakinan bahwa tidak boleh membuka tabu perkawinan atau rumah tangga. Maka ketika ada pelaporan dan dipraktikkan dalam penerapan hukum, aparat penegak hukum (APH) masih terbata-bata,” jelasnya saat dihubungi Media Indonesia pada Senin (20/11).
Sementara itu, Sekretaris Nasional Forum Pengada Layanan (FPL) Novita Sari Novels mengatakan, fenomena KDRT yang masih dianggap sebelah mata hingga saat ini terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal itu terlihat dari pantauan pelaporan yang masuk dari masyarakat.
Baca juga : Kesaksian Korban KDRT Putri Balqis: Dipukul, Dijambak, Dicekik
“Aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik sendiri belum sepenuhnya mendapat peningkatan kapasitas yang fokus membahas wacana gender dan KDRT. Bahkan di banyak wilayah pemahaman tentang KDRT yang bisa diproses hanya yang jenis KDRT fisik. Banyak kasus-kasus KDRT yang ketika diadukan akhirnya diarahkan oleh aparat untuk musyawarah (didamaikan),” ungkapnya.
Melihat adanya keterbatasan dan stigma tabu dalam sistem pelayanan mengenai penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan tersebut, Mariana menjelaskan dalam waktu dekat pada awal 2024 akan segera membentuk sebuah pelatihan khusus bagi Aparat penegak hukum untuk meningkatkan kapasitas dan sensitivitas dalam menangani perkara.
“Kami juga menyadari situasi yang terjadi pada penegak hukum, bahwa perspektif mereka pun juga belum selesai tentang kekerasan berbasis gender atau diskriminasi gender. Karena itu, Komnas Perempuan berencana pada 2024 akan menaikkan kapasitas APH melalui pelatihan Akademi Komnas Perempuan untuk penguatan kapasitas, ini perlu sekali lakukan melihat kecepatan kasus yang ada,” jelasnya.
Catatan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sejak 2001, jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan setiap tahun oleh lembaga pengada layanan, paling banyak berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus ini 60-70 persen dari total laporan.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap jam, setidaknya ada tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan di rumahnya sendiri. Selain itu, dalam setiap dua jam, terdapat lima perempuan sebagai istri yang menjadi korban dari pasangannya.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar menyampaikan tak ada tebang pilih dalam menangani kasus KDRT. Mekanisme penegakan hukum harus terus berjalan sepanjang ada unsur pidana yang dilanggar.
“Ketika kami mendapatkan laporan bahwa ada seseorang yang meninggalkan rumah, lalu diduga mengalami korban KDRT maka harus melihatnya secara holistik, penegak hukum harus melihatnya secara holistik, apakah kasusnya berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga atau dalam bentuk lain. Dan jangan lupa bahwa pemenuhan hak dan perlindungan anak yang menjadi dampak dari kasus KDRT harus terpenuhi,” jelasnya. (Z-5)
Terkini Lainnya
Kaum Perempuan Berhak Bahagia, Jangan Ragu Lawan KDRT
Korban KDRT Alami Reviktimisasi, DPR Sebut Polisi Tidak Paham Undang-Undang
DKPP Soroti Relasi Kuasa Antara Hubungan Hasyim dan CAT
Kasus Asusila Ketua KPU, Komnas Perempuan Dorong Implementasi UU TPKS
Mengapa Nama Ibu tidak Tertulis di Ijazah?
Cegah Penyiksaan, Pemerintah Didesak Ratifikasi OPCAT
DPR RI Respons Desakan Komnas Perempuan Terkait RUU PPRT
Komnas Perempuan Dorong DKPP Pecat Penyelenggara Pemilu yang Lakukan Kekerasan Seksual
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap