visitaaponce.com

Indonesia Perlu Undang-Undang Soal Pengasuhan Anak

Indonesia Perlu Undang-Undang Soal Pengasuhan Anak
Ilustrasi pengasuhan anak dalam keluarga(MI/Ramdani)

ANAK merupakan kelompok masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan penuh dari semua pihak. Pasalnya, anak belum memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri dari segala marabahaya. 

Namun, negara belum hadir sepenuhnya untuk memberikan keamanan bagi anak, baik di lingkungan sekolah, keluarga hingga lingkungan bermain. Hal itu diungkapkan oleh Aktivis Perlindungan Anak Farid Ari Fandi.

“Situasi anak-anak kita dan keluarga kita sedang tidak baik-baik saja, ketika tidak ditangani secara baik, akan semakin banyak pemicunya. Dan ini yang harus menjadi perhatian pemerintah kita bahwa ini bukan hal main-main,” kata Farid saat dihubungi, Jumat (15/12).

Baca juga : Anak di Keluarga KDRT Rentan Menormalisasi Kekerasan

Menurut Farid, Indonesia perlu memiliki payung kebijakan UU Pengasuhan Anak. Hal itu dilakukan agar anak bisa terlindungi di manapun ia berada, termasuk dalam keluarga. 

Pasalnya, selama ini UU Perlindungan Anak kita sebenarnya sudah bicara mengenai anak-anak harus dihindarkan dari pusaran konflik orang dewasa. Namun, mekanismenya belum jelas.

Ia menyatakan, selama ini instrumen perlindungan anak yang lepas dari keluarga, lebih diatur dan lengkap instrumen pelaksanaannya dalam institutional care. Dengan berkembangnya pola ragam cara mengasuh, beragamnya tempat tinggal anak, baik diasuh dalam keluarga, kontrakan, penitipan, pengasuhan era digital, perlu diatur secara penuh dalam UU Pengasuhan Anak.

Baca juga : KPAI Desak Implementasi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023, Cegah Kekerasan di Sekolah

“Maka mendesak Indonesia memiliki payung kebijakan RUU Pengasuhan Anak. Agar masyarakat terbiasa merujuk atas KDRT. Tapi selama ini baru dalam pembahasan di prolegnas saja,” beber dia.

Menurut dia, ada beberapa hal yang menyebabkan anak turut menjadi korban dalam masalah yang terjadi di keluarga. Di antaranya masalah kejiwaan yang banyak dialami masyarakat Indonesia, khususnya orang tua, dan ketidaksiapan orang tua untuk memiliki anak. 

Hal itu jelas harus diperhatikan oleh pemerintah guna mencegah anak turut menjadi korban dalam masalah KDRT.

Baca juga : Krisis Ekonomi, Keluarga Libanon Kirim Anak 6 Tahun Bekerja

Menurut dia, saat terjadi KDRT, hal pertama yang harus dialkukan ialah menghindari anak dari pusaran konflik yang tidak berkesudahan dari pasangan suami istri. Sehingga ketika ditemukan ada anak, harus segera dipisahkan, ada lembaga sementara yang menggantikan pengasuhan sementara. Sampai di lakukan asessment tentang kesiapan keluarga pengganti pengasuhan sementara.

Ia pun melihat koordinasi pascaterjadi KDRT antar lembaga, kurang baik. Untuk itu penting membenahi persepsi cara pandang atau lindset.

“Bahwa kasus KDRT tidak bisa dianggap kasus remeh. Karena dari UU 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT kita diminta Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Yang saya kira didalamnya pasti ada anak. Sehingga mandat perlindungan ini harus segera dilakukan,” pungkas dia. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat