visitaaponce.com

Ketua AIPI Anggaran Pendanaan Riset Harus Diberikan Dalam Bentuk Hibah

Ketua AIPI: Anggaran Pendanaan Riset Harus Diberikan Dalam Bentuk Hibah
PENELITIAN: Periset dari BRIN mengoperasikan alat pendeteksi suhu bawah permukaan panas bumi (geothermal) di Jakarta, Senin (20/11/2023).(ANTARA /Ahmad Muzdaffar Fauzan)

   KETUA Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro mengapresiasi skema pendanaan terbaru yang diadopsi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dia memandang bahwa geliat dan semangat dari para peneliti di Tanah Air dalam menghasilkan riset dan inovasi di berbagai bidang semakin meningkat. Namun semangat itu sebelumnya kerap kali terbentur dengan sistem penelitian BRIN yang bersifat kaku dan non-egaliter.

   “BRIN memang memfasilitasi dengan dana dan akses terhadap peralatan yang ada di berbagai unit dalam lingkungan BRIN. Sedangkan yang dibutuhkan oleh para peneliti adalah suasana kondusif untuk melakukan riset dan inovasi antara lain yaitu menyatunya peneliti dengan peralatan selama 24 jam di laboratorium,” jelasnya kepada  Media Indonesia di Jakarta pada Selasa (6/2).

   Menurut Prof Satryo, peneliti harus diberikan suasana yang nyaman dan bebas dalam menjalani risetnya, bukan justru dianggap sebagai pegawai birokrasi yang terpaku pada jam kerja dan beban administrasi sehingga sulit mendapatkan pola yang fleksibel dalam menjalani penelitian.

Baca juga : BRIN Kucurkan Dana Riset Rp700 Miliar untuk Masyarakat Umum

   “Peneliti tidak dapat diperlakukan sebagai pegawai dengan jam kerja yang kaku. Selain itu, kegiatan riset tidak dapat diterapkan secara top-down, harus berawal dari pemikiran peneliti yang sedang mencari suatu terobosan keilmuan terkini,” ungkapnya.

   Selain itu, Satryo mengungkapkan bahwa peran dari fasilitas infrastruktur penelitian seperti sarana dan prasarana amat sangat penting bagi kemajuan penelitian. Selain itu, BRIN juga harus melihat sistem pendanaan riset sebagai sebuah hibah bukan bentuk pembiayaan sehingga berbagai pengujian riset dalam bentuk teori dan produk inovasi yang memiliki resiko tertentu, bisa tercover oleh BRIN.

   “Untuk kegiatan riset yang efektif, diperlukan sekelompok peneliti yang berkolaborasi mencari terobosan ilmiah terkini dengan menggunakan peralatan atau perangkat yang melekat dengan mereka dalam satu laboratorium ataupun lokasi riset lapangan (field laboratory). Pendanaan riset harus dalam bentuk hibah (research grant), bukan dalam bentuk biaya riset,” ujarnya.

Baca juga : Resmikan Animalium BRIN, Megawati Harap Riset RI Lebih Terstruktur

   Melalui data yang terekam oleh BRIN, peneliti yang mendapatkan dana riset pada tahun 2023 masih mengalami ketimpangan, dimana penerima terbanyak didominasi pada wilayah Jawa dan Sumatra, sementara pada wilayah Indonesia Timur masih sangat minim. Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendiknas ini menjelaskan bahwa ketimpangan itu dapat diminimalisir dengan melibatkan para peneliti daerah dalam jenis penelitian kolaborasi.

   “Ketimpangan tersebut tidak diatasi oleh pembagian merata dana riset, akan tetapi dengan keterlibatan aktif para peneliti daerah dalam mencari terobosan ilmiah terkini. Selain itu, kolaborasi riset harus dilakukan oleh peneliti dari berbagai daerah sedangkan peralatan atau perangkat penelitian dapat dimanfaatkan secara penuh dan bersama di laboratorium BRIN maupun laboratorium lapangan sesuai topik/tema risetnya,” tandasnya.(H-1)

Baca juga : Kepala BRIN Dorong Kebebasan Peneliti, tetapi tidak Serampangan

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat