visitaaponce.com

La Nina Diprediksi akan Menguat di Wilayah Indonesia pada Juli Mendatang

La Nina Diprediksi akan Menguat di Wilayah Indonesia pada Juli Mendatang
Suasana di kawasan Taman Alun-Alun Kapuas yang diselimuti awan gelap dan cuaca mendung di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (7/11/2022).(ANTARA/JESSICA HELENA WUYSANG)

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena La Nina yang telah berlangsung selama empat tahun terakhir kini akan kembali menguat dan menyapa Indonesia pada Juli 2024. Kondisi ini bisa berdampak pada peningkatan hujan di sebagian wilayah Indonesia dan musim kemarau lebih mundur dari perkiraan sebelumnya.

“Model prakiraan iklim jangka panjang dari beberapa lembaga pengkajian iklim internasional mengindikasikan kemungkinan La Nina akan berlangsung setelah triwulan ketiga yaitu Juli, Agustus, September 2024, berbagi wilayah Indonesia berpotensi beralih menjadi La Nina lemah,” ujar peneliti Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Fachri Radjab di Jakarta pada Selasa (19/3).

Sementara itu, sampai dengan awal Maret ini El Nino masih terpantau aktif dan cenderung menuju fase netral pada akhir maret hingga awal april. Meski demikian curah hujan ekstrem telah menyapa beberapa wilayah yang mengakibatkan terjadinya berbagai bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.

Baca juga : Sejumlah Wilayah Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sepekan ke Depan

Menurut BMKG, La Nina akan memicu kondisi lebih basah dibandingkan kondisi normal, sehingga meningkatkan risiko hujan ekstrem yang merugikan lahan pertanian serta memicu potensi berkembangnya hama dan penyakit tanaman. Hal itu ditandai dengan indeks ENSO (El Nino Southern Oscillation) setidaknya -0,5 derajat celcius dari rata-rata selama setidaknya tiga bulan berturut-turut.

“Jika Indeks ENSO ini diukur dari penurunan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik dekat zona ekuator atau Nino 3,4 dibandingkan perairan sekitarnya. Namun sebaliknya, semakin positif atau panas suhu permukaan laut di perairan ini, yang terjadi adalah El Nino,” ujar Fachri.

Fachri mengatakan berdasarkan prediksi Musim Kemarau tahun 2024, terdapat 282 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 40% ZOM yang mengakibatkan waktu awal musim kemarau terjadi kemunduran atau lebih lambat dari rata-ratanya.

Baca juga : El Nino dan La Nina, Bedanya Dimana?

“175 ZOM atau sekitar 25% ZOm yang awal musim kemaraunya ‘sama dengan rata-ratanya’ dan 105 ZOM atau 15% ZOM yang awal musim kemaraunya maju atau lebih cepat dari rata-ratanya,” ujarnya.

Antisipasi kemarau

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa La Nina selalu biasanya akan menyusul pada setiap terjadinya El Nino, fenomena iklim yang terjadi saat anomali suhu muka laut mengalami kenaikan. Hal ini menyebabkan musim kemarau terjadi lebih ekstrem dan berkepanjangan.

“Hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59. Sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral,” katanya dalam keterangan di situs resmi, dikutip Selasa (19/3).

Baca juga : BMKG: Bencana Hidrometeorologi Basah Masih Berpotensi di Sejumlah Daerah

Lebih lanjut, Dwikora menjelaskan bahwa kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Sementara untuk kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 - +2.0 derajat celcius lebih hangat dari kondisi normalnya. Dia pun meng imbau semua pihak agar mewaspadai peningkatan curah hujan.

“Pemerintah daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan,” katanya.

Selain itu ujar Dwikora, tindakan antisipasi diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya) terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.

Baca juga : BMKG Sebut La Nina Tingkatkan Curah Hujan 40%

Terpisah dalam keterangan resminya, Institute for Climate and Society (IRI) mengatakan intensitas La Nina diperkirakan akan terus menguat hingga akhir tahun dengan angka suhu permukaan laut pada September-Oktober-November.

“Peluang klimatologisnya (La Nina) mencapai musim panas boreal 2024 (Juni-September), La Nina menjadi kategori yang paling mungkin terjadi pada Juli-September 2024 dan seterusnya,” tulis keterangan resmi IRI.

La Nina merupakan anomali suhu di wilayah yang sama yang lebih dingin dari normalnya (-0,5 derajat atau lebih). Dampaknya buat Indonesia adalah hujan lebih sering, risiko banjir, suhu udara lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis. IRI menjelaskan munculnya La Nina terjadi setelah El Nino menjadi netral (di bawah 0,5 derajat C hingga 0 derajat C). (Z-6)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat