visitaaponce.com

Perkembangan Kecerdasan Buatan Kian jadi Tantangan bagi Wartawan

Perkembangan Kecerdasan Buatan Kian jadi Tantangan bagi Wartawan
Kantor New York Times(ANGELA WEISS / AFP)

Saat ini tengah digelar Festival Jurnalisme Internasional di Kota Perugia, Italia. Pada event yang akan berakhir Minggu (21/4), pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana peran Kecerdasan Buatan (Artificial Itelligence/AI), apakah dapat membantu kerja keredaksian atau malah menghilangkan peran wartawan sama sekali. Selain itu, juga disinggung masalah etika penggunaan teknologi pintar ini.

Saat ini, perangkat AI yang meniru kecerdasan manusia banyak digunakan di ruang redaksi di seluruh dunia untuk menyalin file suara, meringkas teks, dan menerjemahkan.

Pada awal 2023, grup media Axel Springer di Jerman mengumumkan bahwa mereka akan meringkasi pekerjaan di surat kabar Bild dan Die Welt. Mereka mengatakan  AI sekarang dapat menggantikan beberapa jurnalisnya.

Baca juga :  Studi: AI Menciptakan Peluang dan Risiko untuk Jurnalisme

AI Generatif, yang mampu menghasilkan teks dan gambar berdasarkan permintaan sederhana dalam bahasa sehari-hari. telah membuka batasan baru serta meningkatkan kekhawatiran selama satu setengah tahun terakhir.

Salah satu masalahnya adalah suara dan wajah kini dapat dikloning untuk menghasilkan podcast atau menyajikan berita di televisi. Tahun lalu, situs web Filipina Rappler menciptakan produk yang ditujukan untuk pemirsa muda dengan mengubah artikel panjangnya menjadi komik, grafik, dan bahkan video.

Para profesional media sepakat bahwa pekerjaan mereka sekarang harus fokus pada tugas-tugas yang menawarkan “nilai tambah”.

Baca juga : Pembawa Berita AI Sudah Muncul di Kuwait

“Anda lah yang melakukan hal sebenarnya dan alat yang kami produksi akan menjadi asisten Anda,” kata General Manager Google News Shailesh Prakash pada festival di Perugia.

Keaslian konten

Biaya AI generatif telah anjlok sejak ChatGPT diperkenalkan pada akhir t2022. Alat yang dirancang oleh perusahaan start-up asal AS, OpenAI, kini dapat diakses ke ruang redaksi yang lebih kecil.

Baca juga : Sinergi Seni dan Kecerdasan Buatan, Wajah Baru Kreativitas di Era Digital

Media investigasi Kolombia Cuestion Publica telah memanfaatkan para teknisi mereka untuk mengembangkan alat yang dapat menyelidiki arsipnya dan menemukan informasi latar belakang yang relevan jika ada berita terkini.

Menurut perkiraan tahun lalu oleh Everypixel Journal, AI telah menciptakan gambar dalam satu tahun sebanyak jumlah fotografi dalam 150 tahun.

Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana berita dapat diambil dari gelombang besar konten, termasuk deepfake (teknik manipulasi gambar/foto).

Baca juga : WhatsApp akan Memiliki Chatbot AI

Organisasi media dan teknologi bekerja sama untuk mengatasi ancaman ini, terutama melalui Coalition for Content Provenance and Authenticity (Koalisi untuk Asal dan Keaslian Konten), yang berupaya menetapkan standar umum.

 

“Inti dari pekerjaan kami adalah pengumpulan berita, pelaporan di lapangan,” kata Sophie Huet, yang baru-baru ini ditunjuk menjadi direktur berita global untuk inovasi editorial dan kecerdasan buatan di Agence France-Presse (AFP).

“Kami tetap akan bergantung pada reporter manusia untuk sementara waktu,” tambahnya, meskipun hal itu mungkin bisa dilakukan dengan bantuan kecerdasan buatan.

Lembaga pengawas media Reporters Without Borders, yang giat mengampanyekan jurnalisme berkualitas dan dapat dipercaya, terlambat meluncurkan Piagam Paris tentang AI dan jurnalisme tahun lalu.

“Salah satu hal yang sangat saya sukai dari Piagam Paris adalah penekanannya pada transparansi,” kata Anya Schiffrin, dosen media global, inovasi, dan hak asasi manusia di Universitas Columbia di Amerika Serikat.

“Sejauh mana penerbit harus mengungkapkan ketika mereka menggunakan IA generatif?”

Olle Zachrison, kepala AI dan strategi berita di lembaga penyiaran publik Radio Swedia, mengatakan ada perdebatan serius yang sedang berlangsung: haruskah Anda menandai konten AI atau haruskah orang memercayai produk asli Anda?"

Sejauh ini, regulasi masih dalam tahap awal mengingat teknologi yang terus berkembang. Pada Desember, New York Times menggugat OpenAI dan investor utamanya Microsoft, atas pelanggaran hak cipta.

Sebaliknya, perusahaan  media lain telah mencapai kesepakatan dengan OpenAI: Axel Springer, kantor berita AS AP, harian Prancis Le Monde, dan grup media Spanyol Prisa Media yang mencakup surat kabar El Pais dan AS.

“Dengan terbatasnya sumber daya di industri media, berkolaborasi dengan teknologi baru sangatlah menggoda,: jelas Emily Bell, seorang profesor di sekolah jurnalisme Universitas Columbia.

Dia merasakan semakin besarnya tekanan pada media untuk memanfaatkan teknologi ini agar tidak ketinggalan zaman. (AFP/M-3)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat