visitaaponce.com

Teror Berlanjut di Rafah saat Warga Gaza Bersiap Hadapi Invasi Israel

Teror Berlanjut di Rafah saat Warga Gaza Bersiap Hadapi Invasi Israel
Warga Palestina berjalan di kamp pengungsi di Rafah di Jalur Gaza selatan dekat perbatasan dengan Mesir pada 28 April 2024.(AFP)

WARGA Palestina di Rafah hidup dalam bayangan teror terus-menerus ketika Israel berjanji melanjutkan serangan yang direncanakan terhadap kota Gaza Selatan yang dipenuhi pengungsi. Sebagian besar penduduk Jalur Gaza berlindung di Rafah bagian paling selatan wilayah tersebut setelah menghindari pengeboman Israel di tempat lain.

Tentara Israel menegaskan akan melakukan serangan darat untuk melenyapkan militan Hamas, meskipun ada protes dan kekhawatiran internasional terhadap sekitar 1,5 juta warga Palestina yang berlindung di Rafah. "Kami terus-menerus hidup dalam teror dan ketakutan dalam pengungsian dan invasi berulang kali," kata Nidaa Safi, 30, yang melarikan diri dari serangan Israel di utara dan datang ke Rafah bersama suami dan anak-anaknya.

"Kami memikirkannya sepanjang hari," katanya. Bahkan sebelum pasukan Israel memulai serangan yang diperkirakan, mereka telah melancarkan serangan udara yang menghancurkan.

Baca juga : Hamas Ingatkan Serbuan Israel di Rafah Berakibat Puluhan Ribu Tewas

Serangan semalaman terhadap satu rumah di Rafah menewaskan seorang bayi berusia empat bulan, ibu, ayah, dan dua saudara laki-lakinya, kata kerabat dan tetangga kepada AFP. Pejabat rumah sakit di Rafah mengatakan lebih dari selusin orang tewas pada malam itu.

"Setiap hari kami mendengar berita tentang invasi Rafah dan itu fakta tertentu, selain pengeboman yang kami saksikan dan dengar," kata Safi. "Ketakutan mengendalikan kita. Kita tidak tahu bagaimana cara berpikirnya lagi," sebutnya.

Keluarganya kini memutuskan untuk berangkat ke Deir al-Balah, di tengah Jalur Gaza. Safi mengatakan mereka berharap menyelamatkan diri dari Rafah sebelum militer Israel membunuh mereka.

Baca juga : Benjamin Netanyahu Dongkol Diprotes Mahasiswa AS terkait Palestina

Tidak ada tempat aman

Tidak ada tempat yang aman dari gempuran sejumlah penjuru militer Israel. Samah Deeb, 32, memutuskan untuk menunggu sebelum pergi.

"Membayangkan kembali mengungsi membuat saya sangat ketakutan, karena saya sudah berkali-kali mengungsi," katanya. Sebelum berangkat ke Rafah, dia sudah meninggalkan rumah dan berlindung di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza.

"Membayangkan harus bekerja di tenda lain dan memindahkan semua harta benda kami serta biaya baru yang harus dikeluarkan ialah hal yang tidak tertahankan," katanya. "Tidak ada tempat lain yang aman dan tidak ada tempat lain selain Rafah yang bisa dituju," terangnya.

Baca juga : Pejabat Jalur Gaza: Serangan Israel Bunuh Sembilan Anggota Keluarga di Rafah

Deeb mengatakan dia memantau berita tersebut dengan cermat sebelum memutuskan langkah berikutnya yang tidak jelas. "Setiap saat mereka meminta kami untuk mengevakuasi Rafah, kami akan pergi seperti warga lain. Namun kami berdoa kepada Tuhan agar mereka tidak menyerang Rafah dan memaksa kami untuk merasakan kembali penderitaan akibat pengungsian," katanya.

Qasim Abu Nahl, 40, dari Kota Gaza, mengatakan dia sudah empat kali mengungsi. "Berpindah dari satu tempat ke tempat lain sangatlah sulit bagi kami," katanya.

Mereka menghabiskan hampir dua minggu menanggung pengeboman besar-besaran, peluru, dan bom asap di Rumah Sakit Al-Rantisi di kota tersebut sebelum melarikan diri ke Nuseirat di pusat Gaza dengan hanya membawa pakaian yang melekat di tubuh. Dia melarikan diri dari pengeboman di Nuseirat dan pergi ke kota selatan Khan Yunis yang penuh sesak dan semakin berbahaya sebelum dia tiba di Rafah.

Baca juga : Israel Hantam Rafah saat Perundingan Gencatan Senjata Berlangsung

"Kami tidak tahu apakah kami akan aman besok atau tidak," katanya. "Setiap hari selalu ada berita baru yang meresahkan tentang Rafah," ujarnya.

Warga lain, Noor al-Farah, 56, telah mengemas pakaian, makanan, dan kayu bakar bersama suami dan anak-anaknya sebagai persiapan. "Saya lelah secara mental karena berita yang mengkhawatirkan dan menunggu hal yang tidak diketahui," katanya.

Dia tidak dapat menemukan tempat lain di luar Rafah untuk tempat tinggal keluarganya. Dia takut dengan ular di kamp pengungsian.

Kematian baru

Warga Gaza yang tinggal di kamp-kamp Rafah juga harus menghadapi suhu yang tak tertahankan saat gelombang panas mulai terjadi. Intisar Ramadan Ghaban mengatakan kehidupan di dalam tenda yang panas karena takut akan invasi Israel seperti kematian baru.

Wanita berusia 61 tahun itu mengatakan dia telah mengungsi dari kamp pengungsi Kota Gaza dan Nuseirat sebelum mencapai Rafah. "Invasi ke Rafah adalah hal yang paling kami takuti," katanya.

Mereka khawatir akan tiba saatnya militer Israel menyuruh mereka keluar. Namun sampai saat itu mereka tidak tahu harus pergi ke mana lagi.

"Apakah mereka akan memberi kita peringatan terlebih dahulu? Atau akankah kita segera pergi tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi, hanya membawa diri kita sendiri tanpa apa pun? Ataukah akan dibombardir secara besar-besaran? Kami tidak tahu," pungkasnya. (AFP/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat