visitaaponce.com

Umat Buddha Niciren Shoshu Rayakan Oesiki di Vihara Vimalakirti Purwokerto

Umat Buddha Niciren Shoshu Rayakan Oesiki di Vihara Vimalakirti Purwokerto
Upacara Oesiki dipimpin Bhiksu Y.A Singyo Kimura di Vihara Vimalakirti Purwokerto, Sabtu malam (12/11/2022)(MI/Tosiani)

PULUHAN Umat Niciren Shoshu dari usia anak hingga orang tua memasuki Vihara Vimalakirti Purwokerto dengan membawa makanan dan buah-buahan yang sudah dikemas rapi, Sabtu (12/11) Malam. Bingkisan tersebut diterima Bhiksu Y.A Singyo Kimura untuk dipersembahkan pada Tri Ratna (Buddha, Dharma, dan Sangha) di depan altar Gohonzon.

Dua orang putera dan puteri altar yang berpakaian putih-hitam membantu menerima beberapa bingkisan lainnya. Ratusan umat lainnya mengiringi prosesi tersebut dengan penyebutan mantera agung Nammyohorengekyo.

Prosesi persembahan tersebut menandai dimulainya Upacara Otaiya. Upacara ini merupakan rangkaian dari Perayaan Oesiki tahun 2022 di Vihara Vimalakirti Purwokerto. Tak lama kemudian, Bhiksu Y.A Singyo Kimura memimpin Upacara Otaiya tersebut. Usai upacara, para umat dan Bhiksu
menikmati suguhan berbagai pentas kesenian untuk memeriahkan perayaan. Inti dari perayaan, yakni Upacara Oesiki baru dilakukan pada Minggu (13/11), juga dipimpin oleh Bhiksu Kimura.

Upacara Oesiki merupakan perayaan terpenting dalam Agama Buddha Sekte Niciren Shoshu. Bhiksu Y.A Singyo Kimura, menjelaskan, Perayaan Oesiki dilaksanakan untuk memperingati metsu fu metsu (kemoksaan dalam ketidakmoksaan) pendiri ajaran dan pendiri sekte yakni Buddha Pokok Niciren Daishonin. Sekitar 800 tahun lalu, Buddha Niciren Daishonin moksa.

Kemoksaannya tersebut untuk menunjukan bahwa sebagai sebagai manusia, Niciren Daishonin mengalami kemoksaan. Namun sebenarnya, jiwa Niciren Daishonin tidak moksa, akan selalu hadir untuk membabarkan dharma pada umat manusia.

Dijelaskan, setiap Upacara Oesiki selalu dibacakan Rissyo Ankoku Ron atau surat peringatan yang dsampaikan Niciren Daishonin pada Pemerintah Kamakura di Jepang ketika itu untuk menggunakan filsafat yang benar sebagai dasar dari kehidupan. Rissyo Ankoku Ron bermakna menenteramkan negara dengan filsafat yang benar.

"Dalam rissyo ankoku-ron bagian awal dalam beberapa tahun terakhir hingga beberapa hari lalu telah terjadi hal yang tidak biasa di bumi, banyak terjadi bencana, kelaparan, wabah penyakit, hingga serangan dari luar negeri dan pemberontakan dari dalam negeri. Separuh lebih populasi tergiring pada kematian sehingga tidak ada seorangpun yang tidak berduka.demikianlah penduduk Kamakura mengalami bencana dan malapetaka," ucap Bhiksu Y.A Kimura.

Sekarang setelah 750 tahun sejak peristiwa itu, banyak orang jadi korban penyebaran virus korona, terjadi perang di Ukraina. Hal ini berarti tidak ada perubahan sejak jaman Niciren Daishonin. Banyak orang di dunia termasuk Indonesia dan Jepang menderita karena pemikiran, filosofi yang keliru dan pandangan hidup yang rendah. Orang-orang yang tidak paham dengan sebab
penderitaan akan makin berseberangan dengan teori ajaran buddha, lupa akan budi sehingga dampak pemfitnahan darma makin besar dan orang makin menderita.

"Rissyo Ankoku-ron menunjukan cara untuk melenyapkan penderitaan, membangun negeri yang damai. Dalam Rissyo Ankoku-ron dijelaskan, jika anda ingin dunia tenteram segera, hentikanlah pemfitnahan darma di seluruh negri," sarannya

Ia menjelaskan Perayaan Oesiki bukanlah peringatan untuk orang yang meninggal. Ini adalah upacara terpenting untuk merayakan keberadaan yang abadi Buddha Niciren Daishonin selama tiga masa (masa sekaramg, masa lampau, dan masa yang akan datang). Menurut catatan yang ditulis Niko
Shonin, Niciren Daishonin moksa pada 13 Oktober 1982 sekitar pukul 8 pagi. Saat itu bumi berguncang dan bunga sakura bermekaran meski saat itu bukan musimnya.

"Karena itu kita menghias altar dengan bunga sakura. Saat upacara Oesiki, bhiksu membacakan surat peringatan atau mosijo yang ditulis para bhiksu tertinggi turun temurun dan diberikan pada pemerintah saat itu. Rissyo Ankoku-ron dan mosijo secara umum memiliki arti menentang pemfitnahan dharma dan menegakan ajaran sesungguhnya,"terang Bhiksu Kimura.

Setelah bhiksu selesai membaca mosiju, seluruh peserta bersama-sama menyebut daimoku "Nammyohorengekyo" sebanyak tiga kali. Hal itu menurut Bhiksu Kimura berarti seluruh peserta telah membaca mosijo dan bertekad akan melaksanakan ajaran dengan ketetapan hati yang tidak tergoyahkan.

"Mari kita ambil kesempatan ini untuk evaluasi diri dan berusaha lebih keras lagi untuk melaksanakan ajaran buddha dengan semangat itai dosyin atau kesatuan hati antara sangha dan penganut," katanya.

Perayaan diakhiri dengan Sichigosan Ceremony dan pembagian bunga sakura dari kertas yang semula menjadi hiasan di altar. Bhiksu Kimura menjelaskan, Sichigosan merupakan  upacara yang penting untuk anak usia 3, 5, dan 7 tahun.

"Anak adalah keberuntungan. Anak-anak adalah pusaka. Bagi orang tua anak adalah pusaka yang berharga. Bagi masyarakat, anak pun sangat berharga. Anak adalah penerus hati kepercayaan yang sangat penting, mewarisi ajaran Niciren Daishonin dan melanjutkan perjuangan osenrufu,"katanya.

Ketua Sentra Jateng 3 Majelis Niciren Shoshu Buddha Dharma Indonesia (MNSBDI) Pandhita Laniwati mengatakan, sebanyak 153 orang umat datang dari berbagai daerah untuk mengikuti Perayaan Oesiki di Vihara Purwokerto. Antara lain mereka dari Pekalongan Wonosobo, Kebumen, Banjarnegara, Cilacap, dan Yogyakarta.

"Saya ucapkan terima kasih untuk semua umat yang datang dari tempat jauh, berjuang dengan sekuat tenaga untuk dayang kesini. Semua umat sehat dan tambah terlihat muda. Saya berharap tahun depan yang datang bisa tambah banyak lagi," katanya. (OL-13)

Baca Juga: Young Buddhist Associaton Indonesia Jadi Wadah Generasi Muda ...

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat