visitaaponce.com

PLN PLTA Batang Toru Turut Jaga Kelestarian Lingkungan

PLN: PLTA Batang Toru Turut Jaga Kelestarian Lingkungan
Diskusi publik mengenai masa depan orang utan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru Maret yang bertempat di Tebet, Jakarta Selatan.(Ist)

POLEMIK eksistensi orang utan Tapanuli di sekitara Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara (Sumut)  masih diperbincangkan hingga tahun 2023.

Padahal pada tahun 2020, studi yang diberi nama "Managing the Potential Threats of Tapanuli Orang Utan (Pongo Tapanuliensis)" telah dilakukan.  

Studi itu melibatkan tim dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta yang dipimpin Didik Prasetyo, PhD terdiri dari ahli orang utan dan pakar biodiversitas yakni Dr. Jito Sugardjito, Dr. Barita O. Manullang dan Yokyok Hadiprakarsa.

Baca juga: PLTA Batang Toru Layani Masyarakat dan Jaga Kelestarian Ekosistem

Studi tersebut mengatakan bahwa ada enam orang utan yang berada di habitat inti di lokasi yang terdampak atau di lokasi PLTA Batang Toru.

Jumlah tersebut hanya mewakili 0,8% dari estimasi total 700 individu yang ada di seluruh ekosistem Batang Toru.

Baca juga: KLHK Tegaskan tidak Ada Spesies Orang Utan di Wilayah IKN

"Dengan langkah mitigasi yang tepat, kehadiran PLTA Batang Toru justru dapat menjaga kelestarian orang utan Tapanuli dan tidak menyebabkan punahnya orang utan Tapanuli," kata Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto.

Wiluyo mengatakan hal tersebut dalam diskusi publik mengenai masa depan orang utan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru Maret yang bertempat di Tebet, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Dalam keterangan pers, Senin (13/3), Wiluyo mengatakan,”PLTA itu harus menjaga keberlanjutan, bagaimana mungkin  PLTA itu beroperasi terus bila catchment areanya rusak?"

Baca juga: Menteri LHK Apresiasi Penyelamatan Orangutan di Lampung Selatan

"Tidak mungkin itu terjadi padahal nilai investasinya besar. PLTA Batang Toru ini dibangun sebagai peaker atau pemikul beban puncak, ”jelasnya.

Memang saat diskusi berlangsung sejumlah mahasiswa dan LSM mempertanyakan tidak hadirnya ahli orang utan.

Sementara pihak PLN mengatakan diskusi publik bersifat terbuka dan merupakan kolaborasi dari seluruh pemegang kebijakan ekosistem Batang Toru.

Baca juga: KLHK Canangkan Konsep Pembangunan Sensitif Keanekaragaman Hayati

Dalam diskusi, pihak penyelenggara Satya Bumi dan The Society of Environmental Journalist (SIEJ) juga menghadirkan ahli tanaman bakau, Onrizal dari Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai narasumber yang juga memahami keberadaan orang utan di sekitar PLTA Batang Toru.

 Seorang pakar konservasi Dr. Barita O. Manullang dari Unas pernah mengatakan,”Dengan menunjukkan kepemimpinan dan regenerasi para pakar orangutan Indonesia ke dunia, maka asumsi-asumsi yang keliru mengenai orangutan dapat dihilangkan. Tentunya dengan dasar-dasar keilmuan yang tepat”.

Tak Benar Berpihak pada Pelangga Industri

Selain isu orang utan, dalam diskusi publik muncul tuduhan bahwa PLN lebih berpihak kepada pelanggan industri dari pada pelanggan rumah tangga.  

 “Kalau berbicara tentang energi, maka itu harus berkeadilan. Artinya semua orang harus punya akses akan energi itu. Sebanyak 75 juta pelanggan PLN di Indonesia itu adalah rumah tangga,” jelas Wiluyo memberi jawaban.

 “Diskusi ini harus dilanjutkan per topik sehingga kita semua memiliki pemahaman yang sama, tidak mungkin hanya dibahas dalam waktu 15 menit saja," jelasnya.

"PLTA Batang Toru hadir untuk masyarakat di sekitarnya. Pemerintah punya komitmen zero emission di mana artinya listrik yang dihasilkan oleh PLTU-PLTU yang ada, harus digantikan. Di sanalah negara hadir lewat PLN,” tutup Wiluyo. (RO/S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat