visitaaponce.com

Andalkan Biogas, Warga Desa Mundu di Klaten tak Panik saat Elpiji Langka

Andalkan Biogas, Warga Desa Mundu di Klaten tak Panik saat Elpiji Langka 
Warga Desa Mundu, Klaten, menggunakan energi alternatif biogas sebagai pengganti elpiji.(Dok. Pribadi)

MASYARAKAT seringkali panik jika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga gas elpiji (LPG) karena secara otomatis akan menambah pengeluaran keluarga. Namun, tidak demikian dengan warga Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, yang sudah menggunakan energi alternatif biogas sebagai pengganti elpiji. Pembiayaannya pun dilakukan dengan sistem arisan.    

Ketua Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu, Teguh Sutikno mengatakan pengembangan biogas energi alternatif di Desa Mundu ini mendapat pendampingan dari pabrik AQUA Klaten dengan mitra Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP). Masuk pada 2013, AQUA Klaten dan LPTP memberikan pendampingan agar masyarakat dapat secara mandiri mengolah limbah kotoran sapi mereka menjadi biogas. 

“Tak sekadar memberikan sosialisasi saja, waktu itu AQUA Klaten dan LPTP juga ingin agar ada percontohan pengembangan biogas ini di rumah warga. Sejumlah anggota kelompok tani termasuk saya pun menyatakan minat untuk mengikuti program tersebut,” tuturnya.

Baca juga: HET Elpiji 3 Kg Rp16 Ribu, Pemda Imbau Warga Membeli di Pangkalan

Namun, saat itu mereka menghadapi kendala biaya yang cukup besar agar bisa membangun biodigester atau unit untuk memproses limbah kotoran sapi menjadi biogas. Pasalnya, untuk membangun biodigester dibutuhkan dana sekitar Rp 12 juta, meliputi pembelian material, instalasi hingga membayar jasa tukang.

Teguh dan anggota Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu pun memutar otak untuk mencari cara bagaimana mengumpulkan dana agar bisa membangun biodigester karena mereka tak bisa hanya mengandalkan bantuan dari LPTP atau pihak lainnya. 

Baca juga: Kelangkaan Elpiji 3kg Disebakan oleh Buruknya Distribusi

“Hingga akhirnya, tercetuslah ide arisan biogas sebagai satu bentuk gotong royong atau saling bantu antar warga. Setiap malam Jumat Kliwon, lima anggota kelompok tani ternak Desa Mundu berkumpul membentuk kelompok arisan. Skemanya sama seperti arisan kebanyakan, kami kumpulkan uang, saat itu per orang Rp 500 ribu. Setelah terkumpul, dana tersebut pun dibelikan material untuk membangun biodigester di rumah milik anggota arisan yang telah siap,” ujarnya.

Teguh sangat bersyukur sebab pihak LPTP dan AQUA Klaten  setia mendampingi kelompok arisannya hingga segala proses pengolahan limbah kotoran sapi bisa selesai dilakukan. Termasuk denah instalasi biodigester juga telah disiapkan LPTP dan AQUA Klaten.

"Bahkan kita juga diajari sampai ke detail masalah kecil seperti membersihkan kompor," katanya.

"Program Biogas dari AQUA ini juga kami kembangkan di beberapa pabrik lain, seperti di Bali dan Manado. Karakter daerah yang berbeda membuat pendekatan program ini lebih tepat untuk lokasi dimana memiliki aktivitas peternakan yang potensial bisa memberikan manfaat energi terbarukan untuk kebutuhan domestik masyarakat", kata External Communication Danone Indonesia Rony Rusdiansyah.

“Selain manfaat bahwa limbah ternak terkelola dan tidak lagi menjadi pencemar. Masyarakat juga mendapat manfaat ekonomi dari gas untuk memasak dan penerangan,” tambahnya.

Sementara,  anggota Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu, Suparno mengutarakan proses pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas sangatlah sederhana. Caranya, kotoran ternak yang ada di kandang dimasukkan ke dalam lubang pencampur dan diaduk, lalu masuk ke dalam kubah. 

“Di dalam kubah inilah terjadi proses fermentasi untuk menghasilkan gas terjadi. Gas hasil pengolahan tersebut akan dialirkan ke rumah melalui pipa kecil dan bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak,” tukasnya. 

Sementara itu, lanjutnya, ampas dari hasil pengolahan biogas yaitu bio-slurry akan masuk ke kolam output. Ampas tersebut masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman atau dijual ke pihak luar. Bio-slurry ini tidak berbau, tidak mengandung penyakit, bahkan kaya nutrisi dan manfaat. 

Suparno menjelaskan hasil biogas yang diperoleh dari pengolahan sangat beragam tergantung seberapa besar volume atau ukuran biodigester yang dibangun. Umumnya, warga membangun biodigester dengan volume 6 meter kubik dan 8 meter kubik. 

"Kalau volumenya 6 meter kubik, biogas bisa dimanfaatkan untuk satu rumah dengan anggota keluarga sebanyak 1-6 orang. Sementara yang 8 meter kubik, bisa untuk dua rumah," katanya.

Untuk pengisian awal, dia mengatakan dibutuhkan lebih banyak kotoran sapi agar bisa menghasilkan gas. Itu pun biogas tidak akan langsung keluar, baru berupa embun air dan hal tersebut wajar. Dua atau tiga hari kemudian, barulah biogas keluar dan bisa segera dimanfaatkan. Dia menyarankan agar biodigester diisi setiap hari untuk menghindari pengendapan dan biogas dapat digunakan setiap saat. Menurutnya, keluarga yang memiliki dua hingga tiga ekor sapi, bisa menghasilkan biogas untuk keperluan memasak selama satu bulan.

“Artinya, keluarga itu bisa menghemat sekitar dua hingga tiga tabung elpiji  ukuran tiga kilogram,” jelasnya.

Selain menghemat pengeluaran keluarga, dia mengemukakan pemanfaatan biogas sebagai pengganti elpiji tersebut juga sebagai solusi untuk penanganan limbah, khususnya kotoran sapi. Penggunaan bahan bakar alternatif biogas dari kotoran sapi, menurutnya, selain untuk memasak juga dapat dimanfaatkan warga sebagai sumber penerangan rumah tangga. Saat ini, sebanyak 47 rumah tangga di Desa Mundu telah menggunakan bahan bakar biogas. Itu belum termasuk desa sekitar. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat