visitaaponce.com

Ikhitiar Menjaga Hutan Ada Kutai Barat dengan Aplikasi Digital

Ikhitiar Menjaga Hutan Ada Kutai Barat  dengan Aplikasi Digital
Masyarakat Adat Dayak di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur setia menjaga hutan adat untuk menjaga pangan dan lingkungan(MI/Yovanda )

SEBUAH kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sukses menjaga ratusan hutan adat yang masih alami. Meski kerap terancaman izin
pertambangan batu bara dan perkebunan sawit, kabupaten ini tegas melawan. Kabupaten itu adalah Kabupaten Kutai Barat, sebuah kabupaten yang kental dengan keatifan lokal Masyarakat Adat Dayak.

Sejak memisahkan diri dari Kabupaten Kutai pada 1999, Kutai Barat langsung menyatakan identitasnya sebagai kabupaten adat di jantung Borneo.

Identitas itu tak lepas dari jutaan hektar luas hutan hujan tropis yang dimiliki. Sejak itu, Kutai Barat dikenal sebagai salah satu kabupaten
penghasil oksigen terbesar dari Kaltim.

Bupati Kutai Barat, FX Yapan menjelaskan Kutai Barat memiliki tanah yang subur. Wilayahnya luas dan memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang berkualitas. Selain batu bara, di Kutai Barat juga pernah berdiri perusahaan tambang emas. Masyarakat Kutai Barat sadar, kekayaan itu mengundang eksploitasi para pengusaha korporasi.

"Tidak bisa dipungkiri, hutan kita yang dulunya rimba sekarang banyak yang gundul. Perusahaan-perusahaan yang datang, tidak hanya tambang batu bara, ada juga perkebunan sawit. Lambat laun hutan semakin terbuka," kata FX Yapan, kemarin.

Di Provinsi Kaltim, kisah hutan rimba hanya tinggal cerita. Maraknya kasus pembalakan liar, pembukaan lahan dan kebakaran hutan menjadi pemicu hilangnya identitas Kaltim sebagai provinsi hutan.

Dilansir dari Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, luas kawasan hutan Kaltim pada tahun 2021 berjumlah 8,256 juta hektar. Angka itu masih menunjukan hampir 65 persen luas wilayah Kaltim adalah kawasan hutan.

Secara rinci, kawasan hutan tersebut terdapat kawasan konservasi dan pelestarian alam seluas 437.879 hektar, hutan lindung 1,792 juta hektar, hutan produksi terbatas 2,881 juta hektar, dan hutan produksi tetap 3,02 juta hektar.

Merujuk pada 2015, jumlah luasan kawasan hutan di Kaltim masih di angka 8,339 juta hektar. Dapat disimpulkan, selama 6 tahun berjalan
telah terjadi penurunan jumlah luasan kawasan hutan sebanyak 83 ribu hektar di Kaltim.

Di Kabupaten Kutai Barat sendiri, banyak perusahaan tambang batu bara dan perkebunan sawit. Tidak dapat dipungkiri, kebutuhan lapangan kerja dan pendapatan asli daerah melancarkan izin-izin perusahaan korporasi. Dikhawatirkan hutan yang menjadi ladang kehidupan menghilang, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat bekerjasama dengan masyarakat adat bahu-membahu menjaga dan merawat hutan. "Kita tidak mau hutan yang tersisa ini kembali berkurang. Kalau tidak dijaga dan dirawat bersama-sama, ya semakin tidak ada," ujar Yapan.

Peraturan hukum hutan adat

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kutai Barat Nomor 6 Tahun 2014, menjadi cikal bakal penetapan kawasan hutan adat di Kutai Barat. Tiga hutan adat pertama yang disahkan adalah Hemaq Beniung, Hutan Adat Kekau dan Hemaq Pasoq.

Hutan-hutan adat itu menjadi ladang kehidupan masyarakat Adat Dayak Kutai Barat. Di sana mereka mengumpulkan bahan makanan, meramu obat-obatan dan berburu satwa liar. Kearifan lokal yang tak pernah lekang. Sebagian masyarakat ada yang berladang, ada pula yang turun-temurun mencari madu hutan.

"Inilah kehidupan masyarakat Adat Dayak. Tidak ada hutan, tidak bisa hidup kami. Kalau bicara skala besar lagi, oksigen yang dihasilkan sangat berpengaruh pada kehidupan manusia," sebutnya.

baca juga: Tokoh Adat Delapan Kabupaten di Kalsel Tolak Geopark Meratus

Sejak Yapan dilantik mejadi Bupati Kutai Barat pada 2016, dia lantas membuat kebijakan harus ada satu hutan adat di tiap kampung atau desa. Sembari menggodok Perda hutan adat, saat ini Pemkab Kutai Barat berhasil membentuk 190 hutan adat di Kutai Barat.

Meski demikian, masyarakat masih ketakutan dengan pembukaan tutupan hutan oleh perusahaan korporasi. Mereka kerap menghadiri sosialisasi yang diadakan Pemkab Kutai Barat dan meminta solusi pengaduan untuk gangguan hutan atau kebakaran lahan di wilayah hutan.

"Kami bekerjasama dengan kepolisian dan stake holder kehutanan. Mereka menjaga hutan dengan seksama, patroli terus dilakukan. Tapi karena hutan kita luas, masih ada saja gangguan. Misalnya saja pembukaan lahan atau kebakaran hutan," ungkapnya.

Yapan menilai, dibutuhkan cara lain yang lebih cepat dalam  menginformasikan kondisi hutan. Masyarakat diimbau untuk berani melapor dengan cepat, atau dapat menginformasi melalui akun media sosial masing-masing. Tak cukup sampai situ, Pemkab Kutai Barat juga menggunakan peluang melalui aplikasi digital Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!).

Bersama Dinas Komunikasi dan Informatika (Dsikominfo) Provinsi Kaltim, Pemkab Kutai Barat menggelar sosialisasi menjaga hutan dengan aplikasi digital SP4N Lapor! Masyarakat diminta lebih aktif dalam menjaga hutan dari ancaman pembukaan lahan illegal dan kebakaran hutan.

Salah satu peladang di Kutai Barat, Mardan mengeluhkan gangguan  karhutla yang cukup parah saat ini. Kondisi alam yang tak
stabil membuat hutan mudah terbakar. Sejak Agustus, ancaman karhutla terus mendominasi.

"Begitu ada api, saya langsung rekam dan unggah ke akun Medsos pribadi dan menyenggol akun Medsos Kepolisian dan Pemkab Kutai Barat. Pokoknya lari-lari cari spot jaringan internet, dan langsung ditangani," ungkap Mardan.

Hingga pertengahan Oktober 2023, masyarakat Kutai Barat masih pro aktif mengawal hutan di Kutai Barat. Tidak hanya orang tua, tapi juga
remaja hingga anak-anak ikut menjaga hutan dari ancaman karhutla dan gangguan hutan lainnya.


Harapan Merdeka Blank Spot

Kepala Diskominfo Kabupaten Kutai Barat, Rustam menyebutkan pada  2021, total masih ada 35 kampung yang blank spot. Selama 2 tahun berjalan, Pemkab Kutai Barat terus berupaya mengurai blank spot dengan bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kaltim. Hingga awal 2023, jumlah kawasan blank spot di Kutai Barat tersisa  9 kampung.

"Kita pelan-pelan, bebaskan Kutai barat dari blank spot. Tahun 2022 hingga 2023 itu ada 53 tower termasuk Program BAKTI yang dibangun di Kutai Barat. Bersyukur, masuknya jaringan internet di perdesaan menjadi infrastruktur langit yang membangun ekonomi di Kutai Barat," jelas Rustam.

Ia berharap kualitas jaringan provider di Kutai Barat tidak hanya dikuasai oleh satu perusahaan saja. Menurutnya masyarakat Kutai Barat harus menikmati beragam layanan internet perusahaan provider dari yang murah hingga mahal.

"Harus ada jaringan semua. Ini akan membantu masyarakat menemukan peta jalan menuju Indonesia Digital," imbuhnya.

Kepala Diskominfo Provinsi Kaltim Muhammad Faisal menjelaskan kewenangan untuk penanganan daerah blank spot merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Namun, daerah memiliki kewenangan untuk menyampaikan hal tersebut.

"Kewenangan secara utuh untuk mengurus daerah blank spot adalah kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten kota selama ini memang hanya bisa memfasilitasi membuat surat menghubungkan ke pusat dan membuatkan laporan," jelasnya.

Saat ini, lanjut dia, ada dua cara yang memungkinkan untuk penanganan kasus telekomunikasi di Kaltim. Pertama melalui saluran wireless dan kedua membantu pengadaan internet melalui internet fiber optic

"Saya memilih akses mengadakan akses oleh komunitas telekomunikasi terutama internet itu melalui fiber optic. Kita sudah membantu desa-desa di Kaltim untuk pengadaan internet melalui internet fiber optic. Kami juga membantu memberikan kuota bandwidth dengan gratis sebesar 50 MB selama 1 tahun," jelasnya.

Dia berharap, masalah blank spot di desa-desa terpencil dan di pedalaman Kaltim akan segera tertangani. Seperti Peta Jalan Indonesia Digital, Faisal berharap Kaltim dapat maksimal mengikuti pedoman strategis untuk memfasilitasi transformasi digital di Indonesia. (N-1`)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat