visitaaponce.com

Keretaku tak Pakai Lama

Keretaku tak Pakai Lama
Achmad Maulana(Dok pribadi)

SEBAGAI mantan anker (baca anak kereta) sedikit banyak saya tahulah bagaimana suka-dukanya naik kereta api, termasuk KRL. Mulai dari berdesakan, saling sikut dengan sesama penumpang, atau terpaksa dorong-dorongan dengan penumpang yang turun dan naik. Hal itu terutama di jam-jam sibuk, yakni pagi dan sore hari.  

Saya juga pernah terpaksa harus naik di atap kereta lantaran di dalam gerbong para penumpang sudah penuh sesak. Bagi para penumpang KRL di era 90-an pasti juga mengenai istilah pruis, yakni KRL ekonomi harus menunggu kereta ekspres atau Pakuan lewat. 

Memang beberapa di antaranya sudah menjadi bagian dari cerita masa lalu. Sejak revolusi Ignatius Jonan yang merupakan mantan Dirut PT KAI, mantan Menteri Perhubungan, dan mantan Menteri ESDM, wajah perkeretaapian Indonesia sudah jauh lebih baik. Tidak ada lagi pedagang asongan di dalam kereta, tidak ada dikotomi kereta ekspres dan ekonomi, tidak ada lagi penumpang naik di atas gerbong, dan tidak lagi kereta tanpa AC. Banyak stasiun juga sudah dipermak dan diperindah.

Selama kurun waktu lima tahun, Jonan memang mampu mengubah persepsi publik tentang kegagalan sistem transportasi kereta api Indonesia. PT KAI mampu meningkatkan penumpang hingga 50% pada 2014. Beban pengangkutan juga dua kali lipat menjadi hampir 30 juta ton per tahun.

Namun sejatinya bukan karena itu juga kereta api disukai masyarakat. Faktanya sejak dulu sampai sekarang kereta api selalu diminati. Hal itu karena selain bebas macet, waktunya keberangkatan dan ketibaannya kereta juga relatif terukur ketimbang angkutan massal darat lain semisal bus. Kecuali ada insiden. 
 
Demi menjadikan kereta api menjadi angkutan massal yang aman dan nyaman, PT KCI juga terus berbenah dan berinovasi. Salah satunya dengan menjadikan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral di Jakarta. Langkah pertama adalah dengan menjadikan Manggarai sebagai stasiun transit atau persinggahan kereta yang berasal dari Bogor dan Bekasi. 

Selanjutnya para penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke Tanah Abang, Duri atau daerah lain, bisa pindah kereta. Sayangnya, keputusan itu sepertinya dilakukan terburu-butu dan tanpa perhitungan matang. 

Sebab faktanya Stasiun Manggarai masih dalam proses renovasi dan belum siap jadi stasiun transit besar. Tangga, elevator, dan lift juga masih kurang dan ukurannya tidak cukup untuk menampung para penumpang yang transit. Selain itu ketersediaan kereta pengumpan juga kurang. Alhasil terjadinya penumpukan penumpang pun tidak terelakan, terutama di jam-jam sibuk, pagi dan sore.  

Entah sudah berapa banyak orang yang mengungkapkan kekesalan mereka akan kondisi tersebut. Namun PT KCI bergeming. Mereka tetap pada keputusan untuk menjadikan Manggarai sebagai stasiun transit meski beragam keluhan dan cerita memilukan terus bermunculan saban hari. 

Alih-alih menunda, PT KCI justru hendak kembali mengimpor kereta bekas dari Jepang. Alasannya untuk menggantikan rangkaian kereta yang sudah masuk waktu konservasi. Adapun Jumlah kereta yang akan dikonservasi sebanyak 10 pada 2023, dan 19 pada 2024 mendatang. 

Karena itu menurut Vice President Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba keputusan impor kereta bekas itu diambil agar datangnya lebih cepat, selain tentu saja harganya juga lebih murah. Dia pun menyebut bahwa meski usia kereta bekas Jepang itu sudah 30 tahun, namun dipastikan masih bisa digunakan selama 15 tahun lagi. Selain itu, PT KCI juga menjamin Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai yang ditetapkan perundang-undangan dalam setiap impor barang. 

Sayangnya, rencana itu tidak mendapat restu pemerintah. Kemenko Kemaritiman dan Investasi memastikan pemerintah belum menyetujui rencana itu setelah ada hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebut bahwa saat ini armada KCI masih memadai ketimbang 2019. Pada 2019 KCI memiliki 78 unit untuk mengangkut 336,3 juta penumpang. Sedangkan pada 2023 ada 1.114 unit untuk mengangkut 237,6 juta penumpang.

Selain itu KRL bekas impor dari Jepang juga dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor, sesuai PP Nomor 29 Tahun 2021 dan permendag yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor. Bukan itu saja rencana impor KRL bekas itu dinilai tidak mendukung perkembangan industri perkeretaapian nasional. Padahal pemerintah tengah fokus pada peningkatan produk dalam negeri. Bukan hanya pemerintah, sejumlah anggota DPR pun mempertanyakan keputusan PT KCI yang lebih memilih impor kereta bekas bukannya membeli dari PT INKA. 

Penolakan itu tentu mengecewakan PT KCI. Mereka khawatir hal itu akan berdampak pada pelayanan pada masyarakat. Namun terlepas dari kontroversi tersebut, sebenarnya ini bukan kali pertama KCI mendatangkan kereta bekas. Tercatat KAI mulai membeli kereta bekas dari Jepang pada 2004 silam. 

Namun rencana KCI itu sepertinya kali ini tidak berjalan mulus. Sayangnya, yang menjadi korban sekali lagi adalah masyarakat, dalam hal ini pengguna KRL lah yang sekali lagi menjadi korban. Jika saja PT KCI mau berpikir ke depan, hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi.

Jadi sebenarnya PT KCI bisa berhitung berapa umur kereta-kereta yang ada saat ini dan kereta bekas yang dulu didatangkan tersebut. Selanjutnya mereka bisa memesan kereta baru dari PT INKA jauh-jauh hari meski dengan harga yang mungkin memang lebih mahal. 

Tetapi dengan begitu semua akan diuntungkan. Selain PT KCI membantu produsen dalam negeri dan tidak menabrak aturan, mereka pun memberi kenyamanan dan keamanan bagi para penumpang. Kecuali KCI memang lebih suka mengimpor kereta bekas demi untuk mendapatkan keuntungan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat