visitaaponce.com

Regulasi Devisa Hasil Ekspor Alarm Cadangan Devisa

Regulasi Devisa Hasil Ekspor: Alarm Cadangan Devisa
(Dok. Pribadi)

PER 1 Agustus 2023, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) secara resmi memberlakukan ketentuan tentang devisa hasil ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam (SDA). Regulasi ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2023 dan Peraturan BI No 7/2023.

Mencermati ketentuan itu, tampaknya dilatari adanya potensi optimalisasi DHE SDA yang terbilang cukup menjanjikan. Kemenko Perekonomian (2022) mencatat, total DHE yang berasal dari 4 sektor (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan) mencapai US$203 miliar setahun, atau sebesar 69,5% dari total ekspor.

Sehingga, misalnya dengan adanya ketentuan 30% DHE SDA wajib ditempatkan di Sistem Keuangan Indonesia (SKI), maka diproyeksikan akan ada pasokan likuiditas valas sebesar US$60,9 miliar di pasar valas domestik. Alhasil, DHE yang dihasilkan dari 4 sektor tersebut dinilai bisa menjadi ‘tambal sulam’ bagi kecukupan cadangan devisa (cadev) negara.

 

Kerentanan cadev

Sementara itu, berdasarkan nilai ekspor 2022, potensi DHE SDA per sektor terbesar diduduki pertambangan, yakni mencapai US$129 miliar (44,2% total ekspor), diikuti sektor perkebunan sebesar US$55,2 miliar (18,19%), sektor kehutanan US$11,9 miliar, dan sektor perikanan US$6,9 miliar.

Berlakunya ketentuan DHE mewajibkan eksportir memasukkan dan menempatkan devisa berupa DHE SDA ke dalam SKI. Adapun kewajiban eksportir setidaknya ada 4 ketentuan. Pertama, memasukkan seluruh DHE SDA ke dalam SKI paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pemberitahuan pabean ekspor (PPE).

Kedua, DHE SDA atas ekspor dengan nilai ekspor pada PPE paling kecil US$250 ribu atau nilai setaranya. DHE wajib dimasukkan dalam SKI melalui rekening khusus (reksus) dan tetap menempatkan DHE SDA paling sedikit 30% ke dalam SKI selama paling singkat 3 bulan.

Ketiga, DHE SDA atas ekspor dengan nilai ekspor pada PPE kurang dari US$250 ribu atau nilai setaranya, tetap wajib dimasukkan dalam SKI, tapi tidak wajib ditempatkan paling sedikit 30% selama paling singkat 3 bulan.

Keempat, DHE SDA atas ekspor dengan nilai ekspor pada PPE kurang dari US$250 ribu atau nilai setaranya, dapat dimasukkan secara sukarela pada reksus untuk memanfaatkan insentif yang diberikan otoritas. Selanjutnya berlaku ketentuan secara mutatis mutandis.

Memaknai empat ketentuan tersebut, tampaknya pemerintah dan BI ‘terdesak’ untuk mencukupi kebutuhan cadev hingga akhir tahun 2023. Dalam hal ini, bisa saja dinarasikan cadev negara sedang mengalami kerentanan kecukupan hingga akhir tahun ini. Ada sejumlah argumen yang mendasari pernyataan ini.

Pertama, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sekitar sebulan terakhir ini, tekanan terhadap kurs rupiah semakin kuat. Bahkan saat artikel ini ditulis, nilai tukar rupiah tembus hingga Rp15.273,99 (4/8/2023), melemah cukup dalam ketimbang sepekan sebelumnya dengan nilai kurs Rp15.078,01 (28/7/2023).

Posisi kurs tersebut menempatkan pelemahan nilai tukar rupiah terburuk dalam dua dekade terakhir. Tak pelak, kedalaman depresiasi itu membutuhkan pasokan cadev yang cukup besar untuk mengendalikan kurs rupiah tetap berada di angka psikologisnya, Rp15.000.

Kedua, menurunnya cadev negara. Meskipun cadev pada Juni 2023 dinilai tetap tinggi, jika dibandingkan dengan Mei 2023, cadev mengalami penurunan yang relatif kecil. Kendati demikian, penurunan ini cukup mengganggu di tengah perlunya operasi pasar valas untuk menjaga stabilitas rupiah.

Ketiga, membengkaknya pembayaran utang luar negeri. Menurut catatan statistik utang BI (2023), posisi utang luar negeri Indonesia hingga April 2023 mencapai US$403,1 miliar. Konsekuensinya, pemerintah harus membayar pokok utang dan bunganya yang setiap tahun terus melonjak.

BI (2023) mencatat posisi cadev menurun dari US$139,3 miliar (Mei 2023) menjadi US$137,5 miliar (Juni 2023). BI mengonfirmasi bahwa penurunan itu dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pada 2022 pemerintah membayar pokok utang dan bunganya mencapai Rp232,3 triliun.

 

Tantangan kebijakan

Mengamati perkembangan indikator makroekonomi teranyar, tampaknya regulasi DHE yang baru saja digulirkan bakal mengalami sejumlah hambatan yang serius. Terutama dari sisi kinerja ekspor-impor Indonesia.

Pertama, regulasi pembatasan perdagangan di negara tujuan ekspor. Implementasi dari European Union Deforestation Regulation (EUDR) berpotensi menimbulkan kerugian hingga US$7 miliar, atau setara Rp105 triliun (Sindo, 13/7/2023).

Regulasi EUDR menetapkan standar dan persyaratan ketat terkait dengan praktik pertanian, penggunaan lahan, dan perlindungan lingkungan. Alhasil, produk perkebunan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dilarang masuk ke pasar Uni Eropa.

Penerapan EUDR pada produk perkebunan Indonesia seperti minyak sawit sangat berimbas pada kinerja ekspor perkebunan. Pasalnya, Indonesia adalah salah satu produsen terbesar dan pengekspor terbesar minyak sawit di dunia.

Kedua, merosotnya kinerja ekspor Indonesia. Mengacu pada data BPS (2023) menunjukkan tren pelemahan ekspor berlanjut. Nilai ekspor mengalami penurunan cukup dalam sebesar 21,18% (y-on-y). Penurunan ekspor terjadi pada sektor migas dan nonmigas, baik secara tahunan maupun bulanan, seiring dengan penurunan harga komoditas ekspor unggulan.

Ketiga, masih tingginya impor bahan baku/penolong.

Tingginya impor bahan baku, barang kosumsi, dan barang modal cukup memengaruhi penurunan cadangan devisa periode Juni 2023. Kendati demikian, BI menjamin cadangan devisa cukup untuk membiayai impor selama 6 bulan.

Terakhir, amanah Pasal 33 ayat 4 UUD 1945. Pemerintah berdalih spirit ketentuan DHE adalah pemanfaatan SDA untuk kemakmuran rakyat dan menjaga ketahanan ekonomi nasional. Pertanyaannya, apakah ketentuan itu berlaku untuk semua eksportir, tanpa kecuali usaha pertambangan yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pejabat negara dan asing seperti Tiongkok?

Pertanyaan itu layak diajukan, mengingat mantan Ketua KPK Abraham Samad pernah menyatakan jika sektor pertambangan bersih dari korupsi, hasil tambang cukup untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. Merdeka!

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat