visitaaponce.com

Menakar Tiga Kandidat dari Sudut Negara Kesejahteraan

Menakar Tiga Kandidat dari Sudut Negara Kesejahteraan
Bambang Setiaji (kiri) dan Elviandri (kanan).(Dok. Pribadi)

TUJUAN pendirian Negara Republik Indonesia pada dasarnya untuk menyejahterakan seluruh rakyat tanpa kecuali. Dengan kata lain, negara Indonesia bertujuan membentuk negara kesejahteraan. Adapun pembangunan nasional dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan sosial bukan hanya pertumbuhan ekonomi dalam kalkulasi indeks dan angka statistik semata, tetapi untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal.

Pasal-pasal tentang kesejahteraan dalam konstitusi Indonesia lebih banyak jika dibandingkan dengan konstitusi negara lain yang bertujuan kesejahteraan seperti Norwegia, Jepang, Amerika, dan Malaysia. Norwegia hanya mencantumkan 3 pasal dalam konstitusinya, yaitu Pasal 110, 110a, dan Pasal 110b2, tapi mampu mencapai IPM yang hampir sempurna. Begitu juga dengan Jepang, yang hanya mencantumkan 1 pasal saja tentang kesejahteraan dalam konstitusinya.

Indonesia, yang memiliki 14 pasal kesejahteraan dalam konstitusi, belum memiliki kekuatan untuk membentuk masyarakat yang sejahtera. Bandingkan dengan konstitusi negara lain yang bertujuan kesejahteraan seperti Norwegia, Jepang, Amerika, dan Malaysia, yang memiliki indeks pembangunan manusia relatif tinggi. IPM Indonesia menempati urutan ke-114 secara global yakni 72,91 pada 2022.

Meneguhkan ideologi welfare state

Konstitusi secara tegas menginginkan terwujudnya negara kesejahteraan di Indonesia bahwa negara menjamin hak sosial dan ekonomi secara luas kepada setiap warga negara. Berdasarkan konstitusi, Indonesia adalah negara development agents yang tidak hanya mendorong equality of opportunity, tetapi juga secara aktif berupaya menegakkan keadilan sosial (equality of outcome). Negara secara jelas diamanatkan untuk menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan orang per orang.

Ideologi welfare state berdasarkan konstitusi terdiri atas empat pilar utama. Pertama, sistem jaminan sosial universal sebagai backbone program kesejahteraan.

Kedua, pembangunan berbasiskan keunggulan sumber daya produktif perekonomian untuk pemenuhan hak-hak dasar warga negara, khususnya kesehatan dan pendidikan, serta memfasilitasi tenaga kerja dengan keahlian yang dibutuhkan untuk masuk ke pasar tenaga kerja; penciptaan lapangan kerja secara luas sebagai titik tolak pembangunan.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, berkeadilan, dan berorientasi pada pemerataan (redistribution with growth), serta negara menguasai produksi sektor-sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Keempat, reformasi birokrasi dan penguatan kapasitas fiskal untuk penciptaan pemerintahan yang kuat dan responsif sebagai agent of development penopang welfare state untuk menegakkan keadilan sosial.

Banyak istilah yang digunakan dan semuanya mengarah pada kesejahteraan masyarakat. Para founding fathers negara kita menggunanakan istilah ‘adil dan makmur’ sebagaimana tertuang dalam alinea kedua Pembukaan UUD NRI 1945.

 

Memaknai kesejahteraan 

Negara kesejahteraan (welfare state) merupakan amanat dari konstitusi, mulai dari hak beragama, pendidikan, kesehatan, hak atas pekerjaan, hingga masalah kemiskinan. Bisa ditambahkan hak pada saat kebencanaan. Menarik untuk menakar tiga pasang kandidat dari aspek negara kesejahteraan tersebut, dan hal ini akan mendulang suara karena bersentuhan dengan kebutuhan riil rakyat banyak.

Dilihat dari daur hidup manusia (life cycle), maka kesejahteraan dimulai dari sejak sebelum lahir sampai liang lahad. Kita bisa mengklasifikasi berdasarkan daur hidup tersebut, yaitu usia 0 hingga 3 tahun, masa bayi dan anak-anak, yang merupakan masa emas pertumbuhan fisik dan kecerdasan. Masa sekolah keluarga dan masa prasekolah sampai 5 tahun. Masa sekolah dasar 6 sampai 12 tahun, serta masa sekolah menengah 13 sampai 18 tahun dan masa perguruan tinggi 19 sampai 23 tahun.

 

Selanjutnya, masa 24 sampai 30 tahun bisa disebut masa pencarian kerja dan mencoba usaha baru. Masa selanjutnya ialah masa usia kerja sampai 63 tahun, dan setelahnya bisa dikategorikan masa manula atau masa pensiun. Pembagian ini tentu tidak ketat, justru lebih banyak anak-anak kita yang setop setelah SMP dan SMA dan bahkan SD untuk segera mencari lowongan kerja.

Pekerjaan-pekerjaan level bawah makin banyak diperlukan, baik sektor formal maupun informal. Angka partisipasi kasar sekitar 86% didominasi oleh tingkat lulusan SMA sederajat, sedangkan angka partisipasi kasar perguruan tinggi berada pada 32%. Data tersebut menunjukkan bahwa 54% lulusan SMA dan sederajat langsung mencari lowongan kerja untuk membantu keluarga.

Pada tiap-tiap fase hidup diperlukan program intervensi pemerintah yang komprehensif dari pangan dan gizi, kesehatan, pendidikan, ekonomi dan lapangan kerja investasi, kebijakan pengupahan, jasa layanan publik, dan semipublik yang murah seperti kesehatan, energi, dan komunikasi. Pada masa manula masih diperlukan sentuhan survival karena 85% rakyat kita bekerja di sektor informal, tidak memiliki tabungan yang cukup.

 

Dunia pendidikan kita

Membatasi pembahasan pada intervensi negara dalam program kesejahteraan apa yang diperlukan oleh rakyat sesuai dengan karakteristik kenegaraan kita, yang tentu sangat berbeda dengan konsep negara kesejahteraan Barat. Misalnya, dari sisi karakteristik pekerjaan yang sangat berbeda dari Barat, di mana mayoritas rakyat berada di sektor informal, maka sistem jaminan hari tua berbasis iuran seperti di Barat sulit dilaksanakan secara menyeluruh.

Intervensi pada masa balita sudah dikenal luas dengan diangkatnya isu stunting oleh tiga kandidat, dengan perlunya pemberian protein kepada balita, dan bahkan semenjak ibu hamil juga sudah harus diperhatikan dan dimudahkan dalam distribusi dan akses terhadap nutrisi dan gizi untuk mencegah prevalensi stunting.

Pada masa prasekolah dan PAUD diperlukan kebijakan dua sisi, yaitu sisi guru dan aspek persekolahan beserta infrastruktur dan suprastruktur, juga sisi anak-anak terutama masalah asupan protein usia dini sampai masa selesai sekolah dasar. Dari sisi sekolah, nasib guru PAUD dan juga guru sekolah terutama swasta masih memprihatinkan. Data yang ada menunjukkan gaji guru swasta masih sangat rendah, misalnya masih banyak ditemukan pada angka Rp200 ribu–Rp300 ribu sebulan.

Mayoritas guru swasta digaji di angka 1 juta, kira-kira setengah dari upah minimum buruh industri. Permasalahan ekonomi guru juga perlu diperhatikan pemerintah. Beban kerja mereka tidak sesuai dengan pendapatan dan semangat pengabdian yang dijalani, karena beban bagi seorang guru ialah mencerdaskan anak bangsa, apalagi tuntutan pengabdian guru di era globalisasi sekarang ini sangat besar.

Perlu diketahui bahwa penyelenggara sekolah tingkat menengah dan atas lebih banyak dilakukan pihak swata. Kualitas bangsa kita cenderung berada di tangan swasta. Maka dari itu, ke depan tidak perlu pemerintah menyaingi dan posisi berhadap-hadapan dengan swata. Yang paling efisien ialah berkolaborasi dan bersinergi.

MI/Seno

 

Kolaborasi pemerintah-swasta

Public private partnership (PPP) antara pemerintah dan sekolah swasta sungguh sangat strategis dan seharusnya menjadi arus utama. Sebagai negara muslim terbesar, kita memiliki banyak tanah wakaf. Organisasi Muhammadiyah dan NU sampai kewalahan mengelola tanah wakaf yang tiap tahun terus bertambah.

Dengan konsep PPP, pemerintah bisa menghemat investasi tanah dan gedung, dan bisa berkonsentrasi pada penyediaan guru, sementara masyarakat boleh membayar karena status penyelenggara swasta untuk membiayai laboratorium dan tambahan sarana-prasarana sekolah. Inilah berkah dan sangat khas dengan karakteristik bangsa kita yang religius dan banyak wakaf. Kolaborasi tersebut sangat unik dan hal itu menjadi efisien, di samping sangat indah. Keterbukaan antara pemerintah dan masyarakat terjadi. Sekolah-sekolah harus terbuka soal kurikulum, misalnya, untuk mendukung tolerasi, keadilan, dan hidup bersama yang sehat.

Hilirisasi dari kolaborasi ini akan bisa dirasakan oleh berbagai kalangan. Masyarakat yang anaknya sekolah di swasta tidak terlalu mahal lagi biayanya sehingga dapat dan mudah diakses. Bagi pihak yayasan, dengan adanya kolaborasi ini akan mendapatkan bantuan sesuai dengan porsi yang semestinya sehingga pengelola sekolah swasta merasa diperhatikan dan tidak hanya dibiarkan sendiri. Adapun pemerintah dapat menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas demi membentuk manusia susila yang cakap serta menjadikannya warga negara yang bersikap demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan Tanah Air serta membawa spirit moderasi.

Spirit moderasi ini melalui sikap yang menghormati harkat martabat orang lain dan semangat berbagi dengan sesama sehingga menimbulkan rasa empati dan cinta kepada sesama, yang sejatinya dapat menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama, demi terwujudnya perdamaian dan harmoni dalam kebangsaan. Dalam masyarakat yang heterogen dan multikultural ini, moderasi beragama dan berbangsa bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban bersama untuk merajutnya.

 

Program yang tercecer

Mengamati visi yang disampaikan tiga pasangan calon (paslon), misalnya, pada saat menghadiri undangan dari tiga perguruan tinggi Muhammadiyah, yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk paslon nomor urut 1, UM Surabaya untuk paslon nomor urut 2, dan UM Jakarta untuk paslon nomor urut 3, semua paslon memberi perhatian pada program mengenai negara kesejahteraan.

Di antaranya, ada yang akan melanjutkan kartu-kartu Jokowi yang dianggap terbukti mampu menjadi jangkar sosial dalam pelbagai persoalan kesejahteraan di Indonesia. Utamanya dalam menurunkan angka indeks kemiskinan dan indeks kedalaman kemiskinan, meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM), serta meningkatkan kualitas dan harapan hidup masyarakat dalam beberapa dekade terakhir.

Meski demikian, masih ada yang tercecer satu celah yang belum digarap dan merupakan lowongan program negara kesejahteraan, yakni pensiun bagi seluruh rakyat. Jika program itu diberikan kepada orang dengan usia 63 tahun ke atas, potensinya ialah 20-an juta pemilih. Namun, populasi usia di bawah 60 tahun juga jauh lebih besar dan mereka akan segera menjadi manula, tentu akan mendukung adanya program pensiun bagi seluruh rakyat. Semoga.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat