visitaaponce.com

Ribuan Aturan Daerah Tabrak UU Cipta Kerja

Ribuan Aturan Daerah Tabrak UU Cipta Kerja
Dirjen Otda Kemendagri Akmal Malik (tengah), Asisten Deputi KSP Roby Arya Brata (kiri), dan Staf Ahli Kemenko Perekonomian Lestari Indah.(HUMAS KEMENDAGRI)

IMPLEMENTASI Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memerlukan penyelarasan regulasi di tingkat daerah. Kementerian Dalam Negeri menyebutkan ada banyak peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) yang terdampak dari adanya UU Cipta Kerja. 

Untuk itu daerah diminta melakukan penyesuaian sehingga UU Cipta Kerja bisa diimplementasikan. Demikian diutarakan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Produk Hukum Daerah yang digelar di Jakarta, Kamis (21/10).

Akmal mengatakan terbitnya UU Cipta Kerja diharapkan berdampak pada peningkatan investasi di daerah. Namun, UU tersebut mensyaratkan  penyederhanaan kelembagaan dan pelayanan publik di daerah.  Kemendagri, sambung Akmal, mendorong Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) diberikan tugas melakukan penyelarasan perkada dan perda yang terdampak UU Cipta Kerja.

“Persoalannya tidak semudah itu, ada regulasi yang sudah hadir lebih dulu. Penting bagi daerah melakukan audit terhadap regulasi tidak hanya perencanaan peraturan daerah tapi juga melihat sebuah produk regulasi menjadi barrier (penghambat) atau mempercepat,” ujar Akmal.

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan Kemendagri, terdapat 860 peraturan daerah provinsi serta 870 peraturan gubernur yang terdampak UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya. Selain itu, ada 9.532 peraturan daerah kabupaten/kota serta 5.960 peraturan bupati/wali kota yang terdampak. 

Melalui Rakornas, ujar Akmal, diharapkan ada titik terang antara semangat pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota terkait implementasi UU Cipta Kerja. Ia berharap ada alokasi dana khusus dari pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD sehingga Bapemperda dapat didampingi oleh pakar dan ahli dalam melakukan penyelarasan aturan-aturan yang bertabrakan dengan UU Cipta Kerja.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah, yang hadir secara virtual, mengakui ada banyak otoritas yang awalnya dimiliki oleh pemda, dengan adanya UU Cipta Kerja, kewenangan tersebut ditarik ke pemerintah pusat. Tetapi, ia berujar bahwa pemerintah daerah akan mendukung keputusan Presiden Joko Widodo sebab tujuan dari UU tersebut untuk kesinambungan perekonomian daerah.

“Kami sudah inventarisasi perda yang bertentangan dengan UU Cipta Kerja. Adanya koordinasi dengan legislatif, insya Allah tidak ada hambatan (menyelaraskan perda dan perkada),” tuturnya.

Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha Kantor Staf Presiden (KSP) Roby Arya Brata mengatakan solusi dari banyaknya regulasi yang tumpang tindih di daerah antara lain dengan menerbitkan satu peraturan daerah yang bisa mencabut dan mengubah perkada ataupun perda yang sudah ada. Roby menjelaskan, pemerintah pusat tidak bisa memaksa dengan cara yang otoriter agar pemda patuh pada kebijakan pemerintah pusat. 

Roby meyakini komunikasi dan lobi bisa dilakukan. “Kepala daerah kita harapkan punya semangat yang tinggi untuk bersama-sama menanggulangi masalah di daerah melalui percepatan investasi agar pendapatan daerah meningkat,” ujar dia.

Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kemenko Perekonomian Lestari Indah menuturkan Indonesia menjadi negara nomor dua yang paling ketat atau sulit dalam mengurus perizinan usaha. Hal itu, imbuhnya, membuat citra Indonesia negatif dan menyulitkan investasi masuk ke Indonesia. 

Kondisi itu diperparah adanya pandemi covid-19 yang membuat angka pengangguran bertambah karena banyak banyaknya perusahaan terimbas pandemi. Alasan tersebut, menurut Lestari, membuat pemerintah pusat mengubah banyak aturan perundang-undangan dengan melakukan simplifikasi regulasi. 

Aturan perundang-undangan yang dianggap menghambat iklim usaha dan investasi, terang Lestari, disederhanakan dengan metode omnibus law atau menggabungkan 76 UU untuk diatur dalam UU Cipta Kerja. Upaya itu dilakukan, demi mewujudkan target pemerintah Indonesia dalam meningkatkan peringkat Ease of Doing Bussiness (EODB) atau Kemudahan Mendirikan Usaha yang pada 2021 berada pada peringkat 73 menjadi peringkat 40. (P-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat