visitaaponce.com

MK Pemberhentian Hakim Konstitusi di Luar UU Ganggu Independensi

MK: Pemberhentian Hakim Konstitusi di Luar UU Ganggu Independensi
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat mempimpin sidang uji materiil.(MI/Susanto)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menegaskan kembali soal polemik masa jabatan hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 87 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. 

Adapun Pasal 87 huruf b UU MK yang baru, menegaskan bahwa hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat UU MK diundangkan, mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun. 

Hal itu ditegaskan dalam sidang putusan dibacakan dalam putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 tahun 2020 terhadap UUD 1945. Hakim Konstitusi Saldi Isra yang membacakan pertimbangan, menjelaskan pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri.

Baca juga: Guntur Hamzah Dilantik Jadi Hakim MK, Akademisi: Tandai Kekuasaan Oligarki

Dalam hal ini, diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, lalu sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 bulan, sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya. Itu dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK.

Mahkamah menyatakan secara tegas proses penggantian hakim konstitusi oleh lembaga pengusul hakim MK, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah dan Mahkamah Agung (MA), baru ditindaklanjuti setelah adanya keputusan presiden mengenai pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatan.

"Seandainya terjadi alasan pemberhentian dalam masa jabatan tersebut, pemberhentian oleh Presiden baru dilakukan setelah adanya surat permintaan dari Ketua Mahkamah Konstitusi," tutur Saldi, Rabu (23/11).

Adanya pengaturan yang jelas mengenai potensi memberhentikan seorang hakim konstitusi sebelum habis masa jabatan, dimaksudkan menjaga independensi dan sekaligus menjaga kemandirian, serta kemerdekaan kekuasaan kehakiman. 

Soal tindakan yang dilakukan di luar ketentuan norma Pasal 23 UU MK, Mahkamah menilai hal itu tidak sejalan dengan UUD 1945. Hal itu berpotensi merusak dan menganggu independensi hakim konstitusi. Tindakan di luar ketentuan tersebut juga dianggap merusak independensi atau kemandirian kekuasaan kehakiman sebagai benteng utama negara hukum.

Baca juga: Istana: Presiden Tidak Bisa Tolak Pencopotan Aswanto sebagai Hakim MK

Pada sidang itu, Mahkamah menolak pengujian materiil Pasal 87 huruf b UU MK terhadap UUD 1945 yang dimohonkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Mahkamah berpandangan politik hukum pembentuk UU MK mengubah UU MK Nomor 24 Tahun 2003 menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 mengenai periodisasi masa jabatan hakim menjadi non-periodisasi jabatan hakim adalah konstitusional.

Polemik mengenai pemberhentian hakim MK mencuat setelah DPR sebagai lembaga yang mengusulkan hakim konstitusi, mengganti Hakim Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah. DPR beralasan pergantian tersebut didasarkan pada surat dari Ketua MK. 

Di lain sisi, Ketua MK mengirimkan surat untuk menegaskan perihal putusan MK mengenai pengujian UU MK. Bahwa, tidak ada lagi periodisasi masa jabatan hakim dan hakim yang menjabat saat ini akan berhenti pada usia 70 tahun.(OL-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat