visitaaponce.com

Negara Belum Serius Tuntaskan HAM Berat Lewat Sidang Paniai

Negara Belum Serius Tuntaskan HAM Berat Lewat Sidang Paniai
Suasana persidangan kasus HAM berat Pania di PN Makassar, Sulsel beberapa waktu lalu.(MI/Lina Herlina)

KOALISI Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Hak Asasi Manusia (HAM) dan Solidaritas Individu menilai negara belum sepenuhnya bersungguh-sungguh dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Paniai 2014 secara yudisial.

Menurut Koalisi, perkara yang telah bergulir di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar itu cenderung digunakan sebagai alat politik dan tameng pencitraan untuk merespon desakan dari berbagai pihak ihwal masalah HAM di Papua.

Ini disebabkan oleh terhentinya pertanggungjawaban komando kepada satu orang yang telah diseret ke pengadilan, yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu selaku mantan perwira penghubung (pabung) pada Komado Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.

"Meskipun sebagai pabung tidak memiliki pasukan, terdakwa merupakan pemilik pangkat tertinggi yang ada di lokasi kejadian," kata Koalisi melalui pernyataan tertulis bersama yang diterima Media Indonesia, Sabtu (25/11).

Baca Juga: Terdakwa Tunggal Pelanggaran HAM Berat Paniai Dituntut 10 Tahun Penjara

Koalisi mengatakan bahwa Isak sebenarnya menjadi pemilik komando efektif dan komando de jure saat peristiwa terjadi pada 7-8 Desember 2014. Oleh karena itu, Isak harusnya mampu memberikan perintah penghentian penembakan setelah massa membubarkan diri.

Direktur Perkumpulan Advokat Pengacara HAM (Paham) Papua Gustaf Kawer yang menjadi bagian Koalisi menegaskan, pertanggungjawaban komando mestinya tidak berhenti pada Isak, tapi juga pertanggungjawaban atasan.

Dalam hal ini, Danramil selaku komandan de jure bertanggung jawab untuk menindak bawahannya yang melakukan penembakan terhadap massa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, pertanggungjawaban komando juga meliputi pertanggungjawaban atasan.

"Yang tidak mencegah atau menghentikan tindakan pelanggaran HAM berat atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwewang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," jelas Gustaf.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak dakwaan kasus Paniai tidak hanya menyasar pada Isak saja, tapi juga atasan yang diduga tidak mencegah atau menghentikan dan menyerahkan pelaku kepada pihak berwajib.

Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut Isak pidana 10 tahun penjara. Agenda persidangan berikutnya adalah mendengarkan pledoi atau nota pembelaan dari Isak. Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda (JAM-Pidsus) Erryl Prima Putra Agoes menegaskan pihaknya serius dalam menuntaskan perkara Paniai.

Selain Paham, LSM dan individu lainnya yang tergabung dalam Koalisi antara lain Aliansi Demokrasi untuk Papua (AIDP), Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsham) Papua, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Yayasan Anak Dusun Papua, I Ngurah Suryawan, Bersatu untuk Keadilan (BUK).

Beriktunya Perkumpulan Bantuan Hukum Cenderawasih (PBH-C), Jaringan Kerja HAM Perempuan Papua, Make West Papua Safe (MWPS), Hamim Mustofa, dan Unit Kegiatan Mahasiswa Demokrasi, HAM, dan Lingkungan Universitas Cenderawasih. (OL-13)

Baca Juga: DPP KNPI Imbau OKP Tidak Reaktif dan Tabayun Atas Statemen Menteri Bahlil

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat