visitaaponce.com

Imbauan ASN Perpanjang Cuti Dinilai Mengada-ada

Imbauan ASN Perpanjang Cuti Dinilai Mengada-ada
Antrean kendaraan pemudik di gerbang tol Cikampek Utama.(Antara Foto/Aditya )

IMBAUAN Presiden Joko Widodo yang meminta aparatur sipil negara (ASN) menunda atau memundurkan jadwal balik untuk menghindari kemacetan arus balik mudik dianggap mengada-ada oleh Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia Trubus Rahadiansyah.

Trubus mengungkapkan, imbauan bersifat nasional itu tidak dapat dikorelasikan dengan fenomena kemacetan yang hanya terjadi di satu atau beberapa lokasi saja.

"Terkait kemacetan ini tidak ada korelasinya, menurut saya pemerintah mengada-ada, yang macet hanya di Cipali, Jawa Barat, ini kebijakan bersifat nasional sedangkan fenomena itu di satu atau beberapa titik saja, jadi tidak masuk akal," kata Trubus.

Baca juga: ASN Boleh Tambah Cuti, Ombudsman: tidak Efektif Pecah Arus Balik

Ia menambahkan, kebijakan semacam ini dapat merugikan masyarakat luas yang ingin menggunakan sarana pelayanan publik, terkhusus yang berada di daerah dengan segala keterbatasannya.

"Yang jelas itu pelayanan publik mengalami perlambatan, dan itu akan terganggu secara keseluruhan terutama pelayanan publik yang dilakukan secara tatap muka atau langsung. Sedangkan yang dilakukan untuk digital bisa, namun tidak di seluruh daerah bisa menjangkau. Daerah pemekaran juga selain SDM tidak mendukung, internetnya juga tidak mendukung," lanjutnya.

Baca juga: YLKI Nilai Tambah Cuti tidak Mengikat, Masyarakat Sudah Punya Jadwal untuk Mudik atau Balik

Selain itu, ketidakmampuan pemerintah dalam menangani berbagai kebijakan menjadi alasan tidak adanya antisipasi dari pemerintah terkait hal ini.

"Saya melihat adanya panic policy, karena melihat ketidakmampuan pemerintah dengan berbagai kebijakan seperti mengenai apa perampingan organisasi termasuk juga adanya pengalihan jabatan struktural ke jabatan fungsional. Banyak persoalan-persoalan yang sampai hari ini tidak terselesaikan," ujar Trubus.

Kebijakan semacam ini memberi banyak kerugian pada perhitungan efek domino terhadap carut marutnya kebijakan yang tumpang tindih sehingga tidak adanya sinergitas terhadap ego sektoral masing-masing.

"Tumpang tindih antar kebijakan ya, tidak ada sinergitas. Belum selesai dengan kebijakan ini, malah ada kebijakan lain. Harusnya ada kajian dari Kementerian Keuangan atau pemerintah sendiri, seharusnya ada laporannya," pungkas Trubus.

Masyarakat secara keseluruhan dianggap rugi untuk mendapatkan hak pelayanan karena adanya hambatan terkait kebijakan ini, khususnya jika sasarannya adalah masyarakat di daerah pemekaran yang mengalami keterbatasan baik dari sumber daya manusia ataupun keterbatasan penggunaan internet.

"Saya berharap pemerintah agar tidak langsung membuat kebijakan mendadak tanpa ada perencanaannya, kita tidak boleh mementingkan kepentingan kelompok saja," tegas Trubus. (MGN/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat