visitaaponce.com

Kasus Penembakan di MUI, Kriminolog Jangan Menyepelekan Surat Ancaman

Kasus Penembakan di MUI, Kriminolog: Jangan Menyepelekan Surat Ancaman
Psikolog forensik Reza Indragiri mengingatkan untuk tidak sepelekan surat ancaman ke MUI.(MI/Adam Dwi)

PSIKOLOG Forensik Reza Indragiri mengingatkan peristiwa di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi pelajaran untuk tidak menyepelekan ancaman kekerasan. Pasalnya sang pelaku Mustofa bin Nurdin sudah beberapa kali mengirimkan surat ancaman. 

"Seandainya surat atau ancaman pertama dari si pelaku sudah disikapi serius, maka seharusnya tidak terjadi penembakan itu," ujar Reza dalam pesan singkat, Kamis (4/5).

Sebelumnya, Ketua MUI bidang Dakwah Asrorun Ni'am Sholeh mengaktan ada enam surat dari pelaku dalam fail persuratan MUI. "Tertulisnya surat keenam tapi tidak tahu betul atau tidak (yang keenam)," ujar dia. 

 Baca juga: Penembakan di MUI Jangan Berkembang Menjadi Provokasi

Hasil penyelidikan sementara, polisi menemukan informasi bahwa pelaku nekat melakukan aksi penembakan lantaran ingin diakui sebagai wakil nabi oleh MUI. Surat yang ditemukan mengungkapkan bahwa niat jahat pelaku dimulai dari 2018. Apabila dia tidak diakui sebagai wakil nabi, maka pelaku akan melakukan tindakan kekerasan kepada MUI.

Lebih lanjut, Reza menyebut pelaku penembakan di gedung MUI bisa disebut residivis. Pasalnya pernah melakukan kejahatan dan divonis bersalah beberapa waktu silam.

Baca juga: Muhammadiyah : Penembakan Di Kantor MUI Pusat Merusak Marwah Umat Islam

Terkait peristiwa ini, Reza mengatakan ada dua hal yang menjadi perhatian. Pertama dalam putusan hakim sebelumnya, apakah hakim mendorong pelaku untuk menjalani rehabilitasi atas indikasi kejiwaan pelaku.

"Perintah sedemikian rupa tercantum dalam pasal 44 ayat 2 KUHP. Jadi, tidak berhenti hanya pada vonis bersalah dan menentukan hukuman bagi terdakwa, putusan hakim sepatutnya memuat keharusan bagi terdakwa yang punya masalah mental untuk berobat," jelasnya.

Kedua, terhadap pelaku (terpidana) semestinya juga diselenggarakan penakaran risiko atau risk assessment oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM).

"Dengan penakaran risiko, otoritas penegakan hukum bisa memprediksi bahwa pelaku berisiko tinggi mengulangi perbuatan jahatnya," sambungnya.

Diketahui, polisi masih mendalami kasus penembakan yang dilakukan Mustopa NR. Polisi menggandeng ahli untuk mendalami pelbagai kemungkinan motif, mengingat pelaku telah meninggal dunia.

Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (2/5), mengatakan pihaknya menggandeng tim Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) untuk mendalami profil pelaku secara lengkap.

"Karena pelaku sudah meninggal dunia yang kita lakukan adalah autopsi psikologi metodenya retrospektif kita cek ke belakang, nanti akan ada profiling secara lengkap oleh tim Apsifor sama tim Jatanras, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya," kata Hengki. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat