visitaaponce.com

Koalisi Masyarakat Desak Jokowi Tetap Lakukan Seleksi Pimpinan KPK

Koalisi Masyarakat Desak Jokowi Tetap Lakukan Seleksi Pimpinan KPK
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang, di MK(MI / Adam Dwi )

PERHIMPUNAN Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan koalisi meminta Presiden Joko Widodo melanjutkan proses seleksi Pimpinan KPK dengan tetap berpegang teguh pada Keppres 129/P Tahun 2009 yang telah dibuat serta membentuk panitia seleksi untuk memilih calon pimpinan KPK yang masa jabatannya seharusnya berakhir pada Desember 2023 nanti. Koalisi khawatir perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun membuat lembaga antirasuah rawan digunakan sebagai alat politik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Jangan sampai preseden buruk ini justru berbalik digunakan untuk menjatuhkan Jokowi, oleh kelompok politik oposisi terhadap Jokowi saat ini, namun dapat berkuasa ke depannya," ujar Julius melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/5).

Baca juga: Penafsiran Putusan MK Berlaku di Era Firli Diduga untuk Kepentingan Pilpres

Putusan MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang No.19/2019 inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. MK membatalkan pasal itu yang isinya mengatur jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun. Kemudian putusan MK itu, terang Julius ditafsirkan oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono akan mengikat atau tidak berlaku surut sehingga berdampak pada masa jabatan pimpinan KPK periode 2019-2023 akan dapat diperpanjang hingga 2024.

"Ini jelas bertentangan dengan berbagai konstitusi dan UU MK sendiri. Sekaligus menegaskan bahwa MK adalah pegawai pemerintahan, dan KPK dijadikan alat politik untuk 2024 mendatang," imbuh dia.

Baca juga: Putusan MK Layak Diabaikan, Presiden Diminta Tetap Bentuk Pansel

Selain itu, diperpanjangnya masa jabatan pimpinan KPK menurutnya membuat MK secara tidak langsung telah menjadi positive legislator layaknya pembuat undang-undang. Pasalnya putusan MK terhadap perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membuat pemerintah harus merevisi peraturan teknis soal pengangkatan pimpinan KPK.

"Yang artinya, bahkan MK merasuk hingga ke level persoalan teknis yakni agar bisa merevisi Keppres 129/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK," imbuhnya.

Koalisi menilai pertimbangan putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022 yang diajukan Nurul Gufron banyak kejanggalannya. Selain durasi pemeriksaan dan putusan yang sangat singkat, terang Julius, MK menjelaskan bahwa KPK sebagai lembaga tinggi negara berada di bawah periode yang sama dengan presiden yakni 5 tahun.

"Positive legislation MK yang brutal dan merusak sendi-sendi tata negara. Menjadikan KPK sebagai alat politik 2024, merupakan preseden buruk dan keruntuhan sistem hukum," ucapnya. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat