visitaaponce.com

Sebagai Korban Korupsi, Masyarakat Berhak Tahu Napi Korupsi yang Dapat Remisi

Sebagai Korban Korupsi, Masyarakat Berhak Tahu Napi Korupsi yang Dapat Remisi
Terpidana kasus korupsi proyek E-KTP Setya Novanto (kanan) tersenyum seusai bersaksi dalam sidang(Dok.MI )

SEBAGAI korban tindak pidana korupsi, masyarakat berhak mengetahui nama-nama narapidana korupsi yang mendapatkan remisi oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai pantas tidaknya para narapidana korupsi tersebut mendapatkan remisi.

"Konsekuensinya adalah, kalau yang diberi remisi itu tidak memenuhi syarat, maka masyarakat bisa komplain," aku Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Media Indonesia, Kamis (17/8).

Hal itu disampaikan Boyamin saat menanggapi 16 narapidana korupsi yang bebas setelah mendapat remisi HUT ke-78 RI. Di samping itu ada pula 2.120 narapidana korupsi lainnya memperoleh remisi pengurangan hukuman. Boyamin mengaku pernah memiliki pengalaman menggugat remisi terhadap narapidana ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca juga: Dapat Remisi HUT RI, 16 Napi Koruptor Resmi Bebas

"Remisinya dibatalkan oleh gugatan PTUN karena korbannya keberatan. Meskipun ini bukan kasus korupsi, tapi bisnis penggelapan," jelasnya.

Menurut Boyamin, strategi yang sama juga dapat diterapkan jika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengungkap nama-nama narapidana korupsi yang mendapat remisi. Apabila keberatan soal remisi terhadap narapidana korupsi tidak digubris, Boyamin mengajak masyarakat untuk mengajukan gugatan ke PTUN.

Baca juga: Setya Novanto dan Imam Nahrawi dapat Remisi 3 Bulan

"Maka saya menuntut Ditjen Pemasyarakatan untuk membuka itu semua," tandasnya.

Terpisah, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menegaskan pihaknya dari awal tidak sepakat dengan adanya regulasi yang mempermudah pemberian remisi bagi para narapidana korupsi. Padahal, pengetatan pemberian remisi diperlukan agar dapat memberikan efek jera kepada koruptor.

"Ini menunjukkan bahwa tidak ada bedanya tindak pidana korupsi dengan tindak pidana lain, padahal tingkat keseriusan tindak pidana korupsi jauh berbeda dengan yang lain dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan," terangnya. (Tri/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat