visitaaponce.com

Indonesia Harus Belajar dari Negara Lain untuk Terapkan E-Voting

Indonesia Harus Belajar dari Negara Lain untuk Terapkan E-Voting
Ilustrasi percobaan pelaksanaan sistem pemungutan suara pemilu dengan e-voting.(Antara)

ANGGOTA Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik meminta semua pihak untuk objektif jika ingin Indonesia ingin menyelenggarakan pemilu secara elektronik atau e-voting. Pengalaman dari negara lain dapat menjadi rujukan perlu tidaknya pemilu di Indonesia digelar secara elektronik.

Sistem e-voting sendiri tidak bakal diterapkan KPU untuk Pemilu 2024. Tahapan pelaksanaan yang sudah berjalan sejauh ini bersandar pada pemilu bermetode konvensional, yakni pemberian suara secara langsung di bilik suara dengan cara mencoblos.

Idham menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya sudah memberikan landasan hukum penyelenggaraan pemilu melalui teknologi informasi. Bahkan, sistem itu juga telah diakomodir lewat Pasal 85 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada.

Baca juga: Ditjen HAM dan KPU Soroti Kelompok Rentan dalam Pemilu 2024

"Tentunya kita harus kembali pada putusan MK bahwa ada prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi, mulai dari persoalan cyber security, terus literasi digitalnya pemilih, infrastrukturnya, dan sebagainya," jelas Idham di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (13/10).

Oleh karenanya, jika Indonesia mau menerapkan e-voting, Idham mengajak semua pihak untuk mendiskusikan lagi soal asas kerahasiaan di era digital. Sebab, internet selalu menyisakan digital footprint atau jejak digital yang bakal memengaruhi salah satu prinsip pemilu, yakni rahasia. Menurut Idham, perlu ada UU khusus yang menjamin kerahasiaan dalam pemberian suara lewat e-voting.

Baca juga: KPU Dinilai tidak Konsisten

Selain itu, Idham mengatakan negara maju seperti Australia juga mempertimbangkan ulang penerapan sistem pemilu konvensional, terutama setelah pemilu federal pada Maret 2022.

"Beberapa negara bagian di Asutralia itu mengatakan akan kembali ke pemilihan dengan metode konvensional," beber Idham.

"Mahkamah Konstitusi Jerman itu juga melarang pemberian suara dng teknologi internet. Jadi kita harus fair melihat penggunaan teknologi ini," pungksanya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat