visitaaponce.com

Pakar Hukum UGM Putusan Capres-Cawapres di Luar Kebiasaan MK

Pakar Hukum UGM: Putusan Capres-Cawapres di Luar Kebiasaan MK
Hakim Konstitusi Saldi Isra (tengah) saat membacakan dissenting opinion soal putusan batas usia capres-cawapres.(MI/Moh Irfan)

KETUA Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar, mengatakan ada keanehan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.

Pria yang akrab disapa Uceng itu menuturkan banyak hal yang membuat putusan kali ini di luar kebiasaan MK. Salah satunya adanya dissenting opinion yang disampaikan oleh para hakim lebih banyak berisi kemarahan.

Apalagi sejak awal para hakim begitu konsisten bahwa materi gugatan tersebut adalah open legal policy. Lalu terjadi gelombang kedua yang memunculkan keanehan berikutnya.

Baca juga: KPU Diminta Tidak Langsung Eksekusi Putusan MK

Hal ini dapat dilihat dari keanehan-keanehan yang terjadi selama proses putusan, salah satunya dari perbedaan pendapat para hakim MK.

“Dengan alasan yang sangat bisa diperbedatkan, kalau perubahannya pertahun tak masalah, tapi ini putusannya hanya beberapa hari saja tiba-tiba berbeda. Itu barangkali jadi konteks, bahwa putusan ini anyir baunya,” ungkap Uceng dalam Webinar AIPI bertajuk Membaca Putusan MK: Demi Demokrasi atau Dinasti?, Rabu (18/10).

Baca juga: PKPU Pencapresan Batal Direvisi Pascaputusan MK, KPU Andalkan Surat Dinas

“Belum lagi keluar kebiasaan soal bagaimana MK memberlakukan open legal policy, kalau ada ketidakadilan yang tidak ditoleransi, lah ini apa ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi, usia gak bisa jadi parameter dan debatable,” tambahnya.

Uceng juga menuturkan perihal bagaimana dissenting opinion dari Hakim Saldi Isra, yang secara gamblang menyatakan kalau putusan MK kali ini mempertaruhkan maruah MK.

"Ini memperlihatkan betapa MK sebenarnya bermain-main. Kalau baca lagi disenting opiniannya Wahidudin Adam, dia menceritakan bahwa dari sini kelihatan sebenarnya permohonan ini berkaitan dengan independensi, kekuasaan, kehakiman di hadapan politik,” tegasnya.

“Karena kelihatan betul, putusan ini lahir dari pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe politik,” papar Uceng.

Uceng menyebut sejatinya permohonan ini sederhana, namun putusan ini seharusnya menjadi pembuktian hakim terkait independensi yang dihadapkan dengan politik.

Hasilnya, kata Uceng, putusan ini tidak indedependen saat dihadapkan dengan kepentingan politik.

“Saya tidak peduli Gibran maju atau enggak, yang penting MK jadi inkonsisten, menjadi pesuruh keinginan partai itu yang kami tak rela,” tandasnya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat