visitaaponce.com

Menkumham Ungkap 4 Tindak Pidana Korupsi yang Belum Ada Aturannya

Menkumham Ungkap 4 Tindak Pidana Korupsi yang Belum Ada Aturannya
Menkumham Yasonna H Laoly.(Antara)

UNDANG-UNDANG No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dinilai tertinggal karena belum mengatur beberapa jenis tindak pidana terkait korupsi. 

Salah satunya adalah Konvensi PBB menentang Korupsi atau United Nations Convention against Corruption (UNCAC), yang telah Indonesia ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003.

Meski sudah diratifikasi, menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, ada empat jenis tindak kejahatan korupsi yang belum ada dalam peraturan nasional. 

Baca juga : Jadi Kejahatan Luar Biasa, Ini 30 Jenis Korupsi yang Harus Diketahui

Keempat jenis kejahatan itu adalah penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional, memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri secara tidak sah, dan penyuapan di sektor swasta.

“Meski belum diatur di Indonesia, sesungguhnya tindak kejahatan yang dimuat dalam UNCAC telah terjadi. Peraturan yang belum memadai akan membuat penegakan hukum terhadap korupsi menjadi sulit dilaksanakan,” kata Menteri Yasonna di acara Konferensi Hukum Nasional di Jakarta, Rabu (25/10).

Baca juga : Jaksa Dalami Sosok Oknum BPK Penerima Duit Rp40 Miliar Korupsi BTS Kominfo

Selama 22 tahun lamanya, kata Yasonna, UU Pemberantasan Tipikor telah diimplementasikan dan telah terjadi perubahan signifikan dalam arsitektur hukum internasional yang mempengaruhi hukum nasional di tanah air.

Pembaruan aturan tindak pidana korupsi, memerlukan kerja sama dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, hingga akademisi.

Dalam rangka itu, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menghimpun masukan dari para pemangku kepentingan untuk pembaruan peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 

Pembaruan aturan dibutuhkan untuk merespon banyaknya perubahan dan perkembangan di masyarakat yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. 

"Pembaharuan peraturan perundang-undangan ini, tentunya juga harus didukung komitmen dan kesungguhan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama lembaga-lembaga negara dan pemerintah,” ujarnya.

Korupsi tahun 2022 rugikan negara Rp42,7 Triliun

Menteri Yasonna mengungkapkan pada 2022 tercatat 597 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp42,727 triliun. Tingginya kasus korupsi disebabkan oleh perkembangan tindakan korupsi yang semakin kompleks, modus operandi yang beragam, serta lingkup kejahatan yang semakin luas. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berlaku selama ini.

“Kita perlu mengidentifikasi serta memetakan hal-hal yang memerlukan pembaharuan dan perbaikan, baik pada aspek substansi pengaturan maupun kelembagaan,” terangnya.

Menurutnya, kementerian dan lembaga harus berkoordinasi untuk mencegah tindak pidana korupsi sesuai dengan tipologi-tipologi kejahatan yang beragam.

“Setiap lembaga harus secara serius dan konsisten melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan cara ini, kita dapat memangkas tindak pidana korupsi di hulu dan meringankan beban penegakan hukum di hilir,” ucap Yasonna.

Ia pun berharap Konferensi Hukum Nasional ini bisa menghimpun pemikiran dari para pemangku kepentingan sehingga memberikan kontribusi mengenai strategi penegakan hukum tindak pidana korupsi di masa mendatang.

“Kami berharap, konferensi ini dapat memberikan arahan dan masukan yang berharga bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” tutupnya. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat