visitaaponce.com

Pakar Hukum Minta Adelin Lis Berikan Novum Baru

Pakar Hukum Minta Adelin Lis Berikan Novum Baru
Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis(Antara Foto)

SETIAP narapidana atau ahli warisnya berhak mengajukan peninjauan kembali (PK) lebih dari satu kali, jika putusan pertama dianggap belum memenuhi rasa keadilan.

Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis merepons putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak PK Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI), Adelin Lis. "Aturan kita membolehkan PK berkali-kali. Aturannya tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013," ujar Margarito, Senin (13/11).

Namun, terang dia, pengajuan PK harus disertakan oleh novum atau bukti baru yang belum pernah digunakan pihak terpidana. Mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga perkaranya masuk ke MA. “Kalau tidak ada bukti baru, ya percuma. Jadi tergantung ada atau tidaknya bukti baru. Itu yang paling pokok.”

Mantan Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) ini menekankan, setelah novum ditemukan, Adelin Lis bisa mengajukan saksi maupun ahli untuk menafsirkan dalil-dalil pembelaannya. "Jangan sekadar mengandalkan saksi atau ahli dan memberikan tafsiran terhadap fakta yang ditemukan dalam sidang. Novumnya harus benar-benar murni baru," tandasnya.

Baca juga: Kekecewaan Tokoh Bangsa Bentuk Kegelisahaan Masyarakat

Sebelumnya, pakar hukum kehutanan Sadino dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai ada kekeliruan hakim saat menghukum Adelin Lis 10 tahun penjara.

Keduanya menilai ada disparitas dalam putusan pertama dan kasasi. Itu lantaran Adelin Lis sempat diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan. Saat itu dia dinyatakan tidak melanggar pidana, namun hanya melanggar UU Kehutanan dan dikenakan sanksi administrasi.

Namun, di tingkat kasasi dan PK, dia dihukum 10 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Ironisnya, sejumlah terdakwa lain di kasus yang sama justru diputus bebas, yakni Direktur Utama KNDI Oscar A Sipayung serta Direktur Perencanaan dan Produksi KNDI Washington Pane.

"Kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, harusnya yang paling bertanggung jawab adalah direktur utama," ujar Sadino dalam diskusi bertajuk Anotasi Putusan Adelin Lis, Jumat (10/11).

Suparji mengatakan, putusan tersebut mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Sebab, Adelis Lis sempat dinyatakan tidak terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. "Ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum sepuluh tahun. Jadi,.ada kontradiksi," ucap Prof Suparji.

Dia mendorong Adelin Lis mengajukan PK kedua. Menurutnya, ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum. "Dalil paling signifikan ada kekeliruan dan kekhilafan hakim. Kasusnya adalah pelanggaran administrasi. Jadi, yang dipakai Undang-Undang Kehutanan, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi."

Adelin Lis didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Dalam dakwaan, jaksa meyatakan PT KNDI memiliki hak pengusahaan hutan (HPH) di lahan seluas 58.590 hektare di kawasan hutan Sungai Singkuang-Sungai Natal, Kabupaten Madina. Dia disebut menebang kayu di luar rencana kerja tahunan (RKT) yang telah disahkan.

Menteri Kehutanan saat itu, MS Kaban, turut diperiksa sebagai saksi. Dia kemudian menyatakan pemilik hak pengelolaan hutan hanya melanggar administrasi apabila membalak kayu di luar RKT. Berdasarkan hal itu, PN Medan membebaskan Adelin Lis.

Sebelumnya, MA mengabulkan kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas vonis bebas Adelin Lis. Dia dihukum 10 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti Rp119.802.393.040 dan 2.938.556,24 USD. Namun, pada 2008 Adelin kembali melarikan diri ke luar negeri dan hingga kini berstatus buron. (RO/J-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat