visitaaponce.com

Terlapor Komisioner KPU Tak Hadiri Sidang Soal Keterwakilan Perempuan

Terlapor Komisioner KPU Tak Hadiri Sidang Soal Keterwakilan Perempuan
Kantor KPU(Medcom.id)

KOALISI Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan kecewa karena terlapor dugaan pelanggaran administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak hadiri sidang yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Selasa (21/11/2023).

Adapun seluruh Komisioner KPU dilaporkan ke Bawaslu lantaran menetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota legislatif yang tak memperhatikan kuota keterwakilan perempuan. Sidang tersebut merupakan laporan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, yang diregistrasi sebagai perkara nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023.

“Kami kecewa ya, prihatin dengan ketidakhadiran pihak Terlapor, KPU. Padahal ini adalah hal yang sangat penting, yang nyata-nyata sudah emalnggar peraturan perundang-undangan, ya konstitusi, undang-undang, dan Peraturan KPU sendiri,” terang perwakilan koalisi yang menjabat Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay, usai sidang, Selasa (21/11).

Baca juga : Parpol Pengaju Caleg Perempuan Kurang dari 30% Harus Didiskualifikasi

Menurutnya, dengan absennya terlapor pada sidang perdana tentu akan memperpanjang proses persidangan laporan dugaan pelanggaran administratif tersebut.

Bahkan, efek domino dari mangkirnya terlapor untuk disidang akan berdampak terhadap pembenahan dari kesiapan pemilu terutama logistik.

Baca juga : KPU Digugat Rp70,5 Triliun Efek Terima Gibran Jadi Cawapres

“Menjadi pertanyaan, apakah KPU sengaja melakukan ini? Saya tidak bisa menjawabnya. Seharusnya tidak. Jadi seharusnya KPU betul-betul serius melaksanakan apa yang diputuskan oleh Mahkamah Agung kita,” tegasnya.

“Jadi ini ada persoalan penyelenggara yang memang bermain politik dugaan saya. karena ingin mengakomodir permintaan peserta pemilu. tidak bisa dibenarkan oleh penyelenggara pemilu seperti ini,” tambahnya.

Hadar menyebut ada ribuan calon perempuan yang kehilangan hak konstitusionalnya untuk menjadi calon peserta Pemilu 2024.

Menurutnya, sepanjang Pemilu berlangsung belum pernah terjadi adanya persoalan terkait keterwakilan perempuan.

“Ini ada persoalan penyelenggara yang memang bermain politik dugaan saya. karena ingin mengakomodir permintaan peserta pemilu. tidak bisa dibenarkan oleh penyelenggara pemilu seperti ini,” ucapnya.

Terpisah, eks anggota Bawasl RI, Wahidah Suaib, menuturkan pemberlakuan 30 persen wakil perempuan sudah diatur dalam UU 12/2003 ya yang berarti telah 20 tahun berlaku.

Wahidah menilai seharusnya KPU periode Pemilu 2024 semestinya lebih mudah untuk mendorong partai politik memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan.

“Tapi ternyta ada penurunan spirit komitmen keterwakilan 30 pesen di KPU-nya. Jadi kepatuhan peserta pemilu terhadap aturan keterwakilan perempuan juga selama ini kan ada keluhan tiap pemilu ada keluhan tapi kan tergantung ketegasan KPU,” ucapnya. “Kali ini KPU bukan hanya tidak tegas, tapi sangat lembek dan cenderung menjadi petugas partai menurut kami,” tandasnya. (Z-4)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat