visitaaponce.com

Kejagung Penerapan Uang Pengganti Jadi Cara Pemulihan Kerugian Negara

Kejagung: Penerapan Uang Pengganti Jadi Cara Pemulihan Kerugian Negara 
Petugas mengecek uang tunai sebelum didistribusikan melalui kantor cabang.(MI/Ramdani )

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menyatakan perlu adanya penyamaan persepsi mengenai penerapan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi terkait pemulihan kerugian perekonomian negara.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menuturkan pengadilan sepakat unsur kerugian perekonomian negara terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perkara korupsi kelapa sawit, importasi tekstil, importasi baja, dan perkara korupsi crude palm oil (CPO).

Namun, majelis hakim tidak sepakat bila perekonomian negara dibebankan kepada terdakwa.

Baca juga : Kejagung Periksa 2 Saksi Terkait Kasus Korupsi Ekspor CPO

”Untuk itu perlu adanya penyamaan persepsi karena kita butuh terobosan hukum, karena korupsi itu menyengsarakan rakyat,” ungkap Febrie, Rabu (29/11).

Adapun Kejaksaan, kata Febrie, mengeklaim telah berusaha membuktikan unsur merugikan perekonomian negara dalam perkara korupsi sejak tahun 1980-an yaitu pada perkara korupsi atas nama Terdakwa Tony Gosal.

Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung RI, unsur perekonomian negara terbukti sebagaimana tertuang dalam putusan tersebut.

Baca juga : Direktur Indef: Bursa CPO Untungkan Asing, Petani Makin Terpuruk

Selain itu, salah satu konsep dalam hukum lingkungan, yaitu asas ”pencemar yang membayar”, artinya dalam konsep penerapan uang pengganti semestinya berpedoman pada penerapan konsep pertanggungjawaban absolut.

“Itu juga diartikan terdakwa serta merta menanggung akibat perbuatan pidana tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Suharto menyampaikan bahwa kerugian negara telah dibahas dalam kamar pidana.

Baca juga : Auditor Sebut Laba Duta Palma Kurang dari Rp2 Triliun Sejak 2004

Persoalan ini masih dalam pembahasan dan belum tercapai kesepakatan di antara para hakim agung.

Terpisah, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KK) Indriyanto Seno Adji menyatakan unsur merugikan perekonomian negara merupakan unsur yang sifatnya futuristik.

“Tetapi, Aparat Penegak Hukum terkadang tidak mau bertindak futuristik. Padahal, praktek di Anglo Saxon pembuktian biaya sosial tindak pidana sudah diterapkan,” ujar Indriyanto.

Baca juga : Sidang Surya Darmadi: Ahli Sebut Kerugian Perekonomian Negara harus Nyata dan Pasti

Menurut Indriyanto, memang masih terjadi perbedaan pemahaman kerugian perekonomian negara sebagai actual loss atau potential loss. Oleh sebab itu, Indriyanto menegaskan diperlukan pengaturan lebih pasti dalam peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, Ahli Perekonomian Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradiptyo menuturkan keuangan negara tidak dikenal dalam ilmu ekonomi, melainkan yang dikenal ialah keuangan pemerintah. Hal itu diartikan bahwa keuangan pemerintah merupakan bagian dari perekonomian negara.

”Oleh karena itu, mestinya cukup dibuktikan kerugian perekonomian negara. Tidak tepat dengan perumusan alternatif antara keuangan negara atau perekonomian negara karena kedua unsur tersebut tidaklah setara. Secara ekonomi, kerugian perekonomian negara merupakan kegiatan yang nyarta dan pasti (actual lose),” terang Rimawan.

Terakhir, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Hendro Dewanto, menyatakan bahwa dalam praktek peradilan sudah sepakat bahwa kerugian perekonomian negara telah dibuktikan, maka perlu terobosan hukum dalam penerapan pembebanan uang pengganti secara optimal.

”Penerapan tersebut perlu dimulai dengan putusan pengadilan yang progresif, dengan putusannya memperluas makna uang pengganti,” tandasnya. (Ykb/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat