visitaaponce.com

7 Peristiwa Kekerasan di Tanah Papua, Pendekatan Militer Pemerintah Dinilai Ilegal

7 Peristiwa Kekerasan di Tanah Papua, Pendekatan Militer Pemerintah Dinilai Ilegal
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya (kanan), Koordinator YLBHI, Arif Maulana (kiri), dalam konpres merespons rentetan peristiwa kekerasan(MI/Usman Iskandar)

KEKERASAN yang terjadi di tanah Papua terus terjadi hingga saat ini. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memaparkan bahwa pada Januari-Februari 2024 telah terjadi 7 peristiwa kekerasan.

Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan dari 7 peristiwa kekerasan tersebut 6 korban luka-luka dan 4 orang meninggal dunia.

"Tindak kekerasan tersebut antara lain meliputi penembakan, penyiksaan, serta penangkapan sewenang-wenang," jelasnya di kantor Kontras, Kwitang Jakarta Pusat, Senin (4/3).

Baca juga : Pemerintah Jangan Ciptakan Preseden Buruk dalam Pembebasan Pilot Susi Air

Menurutnya, jumlah kekerasan yang terjadi di Papua berbanding lurus dengan masih diberlakukannya pendekatan keamanan dan bersenjata melalui operasi militer oleh pemerintah.

"Kami proyeksi bahwa peristiwa semacam itu akan terus berulang jika pemerintah dalam hal ini tidak melakukan pengkajian ulang dan evaluasi," jelasnya.

Data yang dihimpun Kontras menyebutkan bahwa dengan bertambahnya 7 peristiwa ini semakin banyaknya kasus pelanggaran HAM dan pola kekerasan negara yang terjadi di tanah Papua.

Baca juga : Parlemen Dukung Pemerintah Lakukan Pendekatan Keamanan di Papua

Sepanjang tahun 2023, sambung Dimas, setidaknya ada 49 peristiwa kekerasan terhadap warga sipil. Rentetan peristiwa itu menyebabkan 67 korban luka-luka dan 41 korban meninggal dunia.

"Beberapa peristiwa yang terjadi, didorong oleh adanya dugaan bahwa warga Papua merupakan anggota TPNPB-OPM yang menyebabkan aparat melakukan pengejaran dan penembakan kepada warga yang diduga sebagai anggota TPNPB-OPM," ujar Dimas.

"Pada akhirnya, beberapa warga yang terluka dan ditangkap justru tidak terbukti sebagai anggota TPNPB-OPM," imbuhnya.

Baca juga : Aksi Kekerasan TPNPB-OPM di Pegunungan Bintang tak Kunjung Berhenti

KontraS menggarisbawahi bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang mempertontonkan penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force).

Padahal, pada tahun 1998 Papua sudah tidak lagi berstatus sebagai daerah operasi militer. Dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menjelaskan bahwa pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) harus didasarkan pada Keputusan Politik Negara, atau dalam hal ini keputusan yang dikonsultasikan kepada DPR RI.

"Kami menilai bahwa tindakan pemerintah dalam penerjunan aparat militer merupakan tindakan yang ilegal, dikarenakan hingga sampai saat ini Pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan ataupun keputusan politik terkait hal tersebut," pungkasnya. (Far/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat