visitaaponce.com

Media Massa Bisa Jadi Pengawas Partisipatif di Pilkada

Media Massa Bisa Jadi Pengawas Partisipatif di Pilkada
Diskusi pemberitaan Pilkada 2024 yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Denpasar, Bali, Sabtu (23/4/2024).(dok pribadi)

Media massa dapat berperan sebagai pengawas partisipatif untuk memberikan informasi bagi Badan Pengawas Pemiliu (Bawaslu) dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

Baca juga: Bawaslu Desak KPU Perbaiki Hak Politik Penyandang Disabilitas Saat Pilkada

“Media dapat memberi informasi maupun masukan kepada Bawaslu selama tahapan pilkada,” kata anggota Bawaslu Bali Ketut Ariyani dalam sebuah diskusi di Denpasar, Bali, Sabtu (23/4).

Baca juga: Dewan Pers Rekomdendasikan Tempo Minta Maaf ke Menteri Bahlil

Menurut Ariyani, media massa juga dapat menjadi pendorong masyarakat agar aktif berpartisipasi dalam pengawasan pilkada agar hajatan demokrasi lokal tersebut benar-benar berjalan jujur, adil, dan berintegritas.

Baca juga : PKB Tolak Rencana Percepatan Pilkada 2024

Baca juga: Bahlil Adukan Tempo ke Dewan Pers

GM News Gathering iNews Media Group Armydian Kurniawan menambahkan, pers perlu benar-benar selalu mempertimbangkan dampak dari produksi berita. Media, lanjut dia, idealnya menjadi sumber referensi terpercaya sekaligus menjadi penjernih informasi di tengah maraknya hoaks dan fake news yang muncul mewarnai pesta demokrasi.

“Media massa punya daya gugah tinggi. Setelah mengonsumsi berita, publik akan berpikir lalu bersikap lantas bertindak. Secara individu maupun berkelompok. Jangan sampai, pers justru menjadi perangsang ketegangan bahkan pemicu konflik,” ujar dia.

Baca juga: PSI Langsung Alihkan Fokus ke Pilkada

Seperti diketahui, pada 27 November 2024 pilkada serentak akan dilaksanakan di 545 daerah yang terdiri atas  37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Baca juga : DPR Bahas Poin Utama RUU Pilkada

Sehingga, menurut Armydian, media dapat menjadi memancing konflik horizontal bila tidak berhati-hati dalam pemberitaan pilkada baik teknis maupun agenda politis aktor-aktor yang berlaga.

“Jadi media harus bijak. Hati-hati ditunggangi kepentingan untuk menguntungkan bahkan merugikan kontestan tertentu. Terapkan jurnalisme damai. Sensitif pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebenaran,” kata Armydian.

Baca juga: Pers Berperan Kawal Transisi Kepemimpinan di Pemilu 2024

Pada Januari hingga Maret 2024, Satgas Pengaduan Pemilu Dewan Pers menerima tujuh pengaduan terkait pemberitaan. Sebagian besar lantaran media mengambil informasi dari media sosial tanpa konfirmasi dan tidak mematuhi Kode Etik Jurnalistik terutama dalam hal keberimbangan atau cover both sides.

Baca juga : KPU Bakal Realisasikan Revisi UU Pilkada

Menurut Armydian, info awal boleh dari mana saja. Namun insan pers wajib untuk menempuh langkah verifikasi berlapis dan konfirmasi sebelum melempar berita ke ruang publik. Selain sebagai institusi pers, organisasi media juga entitas bisnis yang beroperasi dengan fondasi  trust atau kepercayaan.

“Kalau media sudah tak dipercaya maka reputasinya hancur, bisnisnya runtuh. Di sisi lain, ingat selalu dengan firewall, pembatas kuat antara jurnalistik dan bisnis,” ucapnya.

Bendung hoaks

Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali Budiharjo mengingatkan, bahwa pers adalah pilar keempat demokrasi. Sehingga, kualitas demokrasi di Indonesia antara lain bergantung pada kualitas media massa melalui pemberitaannya. “Pers harus mampu membendung hoaks dan disinformasi di setiap tahapan pilkada serentak,” katanya.  

Baca juga: Dewan Pers Dorong Profesionalisme Jurnalis Kawal Pemilu 2024

Humas Bawaslu RI Christina Kartika mengatakan, rangkaian diskusi konsolidasi media digelar agar pemberitaan pilkada serentak akurat dan tidak tendensius. “Integritas informasi menjadi kunci untuk menjaga proses pilkada adil dan transparan,” ujarnya. (X-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat