visitaaponce.com

RUU MK Bakal Dibawa ke Paripurna, Ini Tanggapan Mahkamah Konstitusi

RUU MK Bakal Dibawa ke Paripurna, Ini Tanggapan Mahkamah Konstitusi
Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo (tengah) berdiskusi dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri), Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat sidang(MI/Usman Iskandar)

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) perubahan keempat tentang Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi UU. Kesepakatan itu terjadi antara Komisi III DPR dan pemerintah di rapat kerja dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono buka suara terkait hal tersebut. Fajar mengatakan pihaknya tak ingin berkomentar banyak soal rencana revisi UU MK.

“Kami enggak komentar ya. Itu wewenang pembentuk undang-undang. Saat ini MK fokus menyelesaikan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024,” ucap Fajar kepada Media Indonesia, Selasa (14/5).

Baca juga : Pakar: Revisi UU MK Upaya Menyingkirkan Hakim Tertentu

Diketahui, dalam perubahan keempat RUU MK, ada beberapa poin yang dihapus seperti poin ‘d’ di Pasal 23 terkait aturan pemberhentian hakim. Poin itu awalnya menyebutkan hakim MK bisa diberhentikan salah satunya karean habis masa jabatan.

Namun, di RUU yang baru, sebab pemberhentian karena habis masa jabatan itu dihapus. Gantinya, DPR dan pemerintah sepakat menambah pasal 23A terkait evaluasi hakim.

Poin lain yang juga diubah ialah soal aturan pemberhentian hakim karena terlibat kasus pidana. Di naskah awal, hakim konstitusi diberhentikan salah satunya karena dijatuhi pidana dengan hukuman penjara lima tahun.

Baca juga : Revisi UU MK Harus Penuhi Ketentuan UU

Dalam naskah yang baru, ketentuannya diubah menjadi hakim MK bisa langsung diberhentikan jika telah dijatuhi pidana tanpa mencantumkan syarat ancaman hukuman penjaranya.

Terkait evaluasi hakim MK juga disisipkan dalam Pasal 23A. Pasal itu menyebutkan hakim MK maksimal hanya dapat menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun.

“Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 23A.

Baca juga : MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimal Hakim Konstitusi Tetap 55 Tahun

Artinya, jika dalam evaluasi itu lembaga pengusul tidak menyetujui hakim untuk melanjutkan jabatannya, lembaga pengusul harus mengajukan calon hakim baru.

Poin lain yang diubah yakni soal susunan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang harus juga diisi dari unsur DPR dan presiden.

Sebelumnya, susunan anggota MKMK berjumlah lima orang yang terdiri dari satu orang hakim MK, satu anggota praktisi hukum, dua anggota yang terdiri salah satu atau keduanya merupakan pakar hukum, dan satu tokoh masyarakat.

Baca juga : Usai Dimarahi Hakim MK, KPU Klaim Serius Tanggapi Permohonan Sengketa Hasil Pileg

Di RUU MK yang baru, kini anggota MK menjadi satu orang dari hakim MK, satu anggota usulan MK, satu anggota usulan MA, satu anggota usulan DPR dan satu anggota usulan presiden.

Poin terakhir yang diubah dalam perubahan keempat RUU MK yaitu Pasal 87. Pasal tersebut megntur soal masa jabatan hakim yang saat ini tengah menjabat.

Pasal tersebut menyebutkan hakim konstitusi yang telah menjabat lima tahun dan kurang dari 10 tahun hanya dapat melanjutkan masa jabatannya terhitung sejak tanggal penetapan dirinya sebagai hakim MK dan dengan syarat disetujui lembaga pengusul.

Untuk hakim MK yang telah menjabat lebih dari 10 tahun, akan berakhir masa jabatannya setelah berusia 70 tahun atau batas usia pensiun. Itu berlaku jika mendapat persetujuan dari lembaga pengusul. (Dis/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat