Sajak-sajak Muhammad Ade Putra
![Sajak-sajak Muhammad Ade Putra](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/01/8ba00cac6c0209fff831080f1f681905.jpg)
Ilustrasi: MI/Tiyok
Kopi Osing
Ijen telah menusuk langit!
Rumah Osing yang akbar.
Turis-turis turun datang.
Kemiren bercahaya.
Orang-orang yang kesepian.
Kamu berbaring tenang dengan lambung bergetar.
Aku nikmati kepulan asap dari cangkir kopi memenuhi langit.
Banyuwangi masih diserang dingin.
Januari, 2022
Kami Tidak Menjual Leluhur, Tuan
Selamat datang, Tuan.
Desember masih kedinginan di bawah tangga rumah.
Silakan masuk! Jangan buka sepatumu,
biarkan kami menghidu bau lelah dari kakimu
yang tidak henti-hentinya mengutuk dan menyumpah.
Bapak telah berangkat ke kebun kopi.
Tempat ia kembali beranak dan beristri.
Berhari-hari ia pergi tanpa menyisai uang di selip-selip dinding.
Tapi tetap akan kami hidangkan secangkir kopi hangat tanpa gula:
menghitam pekat gigimu.
Selamat datang, Tuan.
Ibu sebentar lagi pulang, akan ia bawa nyanyian tipis para petani.
Mengenang sejarah yang ingin kau dengar.
“Sampai kapanpun, kami akan berteman tanah.
Marwah dan petuah.
Tidak dijual!”
Berikutnya, Tuan bisa pulang dan jangan kembali.
Januari, 2022
Anak-Anak Aia Kawa
Mak, kenapa kita menenggak daun
Meranggas dan diperas hidup.
Sedang kopi masih berbuah di kebun Apak.
Januari, 2022
Biji kopi itu jatuh dari saku perjalanan Tuhan menuju surga.
Kopi Gayo: Saudara Sedarah Petani
I
Anak itu lahir dari biji kopi
Bagaimana ia tidak berkulit dingin
dan menghembuskan kabut pahit.
Ia anak Gayo. 1200-1700 di atas telapak Samudera Hindia.
Berayah pada puluhan petani. Bersanding cita lidah khas.
Biji kopi itu jatuh dari saku perjalanan Tuhan menuju surga.
Jatuh ke tangan pribumi yang semalaman bermimpi
meraup rezeki dengan menggali kembali tanah titipan akar sejarah sendiri.
Ia tumbuh dan berbunga.
Merah serta molek: seperti seorang gadis.
Orang-orang dari lautan seberang
Datang bersama haus di tenggorokan.
Cerita tentang anak itu telah mengetuk pintu-pintu kedai di mana saja.
Oh Gayo, tempat kopi lahir dan dipinang orang.
Di sini, telah dibabat habis semak belukar.
Kopi tumbuh melulu berbuah.
Petani menjemurnya hingga matang
Menyeruak wangi ke segala arah
Menyudahi lapar anak istri.
Ia diantar ke kota-kota jauh.
Ke tanah-tanah lain.
Meninggalkan rumah.
Bagaimana ia tidak berkulit legam dan beraroma rempah,
sedang ia lahir dari ketinggian Gayo.
II
Telah sampai kami pada leher bukit.
Delapan teguk kopi hitam terjun bebas di kedalaman perut.
Kabut tipis mendirikan tenda putih di pucuk rambut.
Langit malu-malu. Jaket tebal yang sehari lalu ditempa mata-mata hari,
kini telah menghujani setapak. Keringat hilang rasa.
Kami pulang menjengukmu, saudara.
Warisan nenek moyang yang mengerti bahasa hati.
Datang bersama sekarung sisa sayur di dapur dan tahi kerbau.
Menyuburkan tulang belikat yang kokoh
Terus duduk bersila di miring tebing.
“Kau kian purna
Berkain panjang dan memakai wangi-wangian
Angin selatan meminangmu.
Mendampingi air mata bumi.
Disaksikan tanah dan sengat matahari.”
Semakin tinggi.
Lenganmu menjalar ke mana-mana
Mata merah menyala.
Telah sampai kami pada leher bukit.
Lagi-lagi dengan salam
Berikut lelah dan sakit pinggang.
Berhari-hari. Kerja dengan peluh berwarna gelap.
Sepenuh niat membayar utang
Sekolah anak dan tabungan kaleng tua.
Seringkali hargamu jatuh dipasarkan
Mencekik leher kami. Dada menyesak.
Hingga dapur di rumah tidak kunjung berasap.
Tapi kami tetap memilih jadi petani.
III
Hidup petani dan biji kopi adalah catatan silam
Yang tersadai dari rentetan kisah seorang penjelajah.
Menemukan surga setengah mata:
Setelah penjajah hengkang.
Inilah Gayo
Tempat kopi lahir dari janji hutan
Yang mengikat sumpah: selalu subur dan terjaga.
Namun, akhir-akhir ini
Bisik tajam dari gergaji mesin mulai mendekat ke tepi telinga.
Hutan mulai hilang akal.
Kabut asap mengepung paru-paru orang kampung.
Sesak! Dada bidang pohon-pohon terbakar.
Sebentar lagi merebah ke rumah kopi.
IV
Ah, bagaimana kami dapat dan mengering.
Kami kopi Gayo.
Bau muasal tak lagi menusuk hidung
Hari-hari penuh kantuk.
Bila begini, masihkah kami sedarah petani?
Januari, 2022
Gajah Sumatra yang Menikmati Kopi di Hadapan Krakatau
1. Gajah Sumatra
Kami besar, jauh di ujung selatan Sumatra.
Dengan dingin dan kubangan.
Hanya butuh ampat jam untuk tidur.
Kami akan melanglang buana selama malam hari,
dan kala para mahout tengah terlelap di posko.
60 kawasan akan mengirimkan pesan
tentang kedatangan badai kepada kebun dan ladang.
Kami akan mendengar bisik angin malam
yang perkasa, turun dari kaki bukit di utara.
Acapkali auman Harimau Sumatra terdengar,
anak-anak kami ketakutan.
Tapi, kamilah petualangan yang gentar pulang
sebelum matahari terbit di pulau seberang.
2. Kopi Lampung
Sebagai petani yang selalu lupa untuk makan siang,
kebun kopi sudah harus digarap:
Batang-batang telah kekar.
Bunga-bunganya mekar. Sedang hari telah tinggi.
Aroma kopi panas telah menggoda
dari gubuk di seberang kebun.
Ah!
3. Krakatau
Di tulang belakang Sumatra
Kaki selat Sunda yang akbar.
Senja karam di perutku yang meletus!
Januari, 2022
Baca juga: Sajak-sajak Tegar Ryadi
Baca juga: Sajak-sajak Maharani Ningrum
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Muhammad Ade Putra, menulis puisi dan prosa, asal Kampar, Riau. Ia adalah peraih juara ke-1 Lomba Cipta Puisi dalam rangka Festival PeSoNa Kopi Agroforestry 2022 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan Media Indonesia. Kini, tercatat sebagai mahasiswa Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (SK-1)
Terkini Lainnya
Kopi Osing
Kami Tidak Menjual Leluhur, Tuan
Anak-Anak Aia Kawa
Kopi Gayo: Saudara Sedarah Petani
Gajah Sumatra yang Menikmati Kopi di Hadapan Krakatau
Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Jadi Kunci
Festival Kopi Gayo Peluang Tingkatkan Kemajuan Desa
Festival Kopi Nusantara Resmi Ditutup
Festival Kopi Media Indonesia Wujud Nyata Dorong Industri Kopi
Sajak-sajak Revina Indrianti
Sajak-sajak Syukur Fitriyansyah
Bentuk Komunitas Kelola Sampah Rumah Tangga secara Mandiri
Kelurahan Cikerai Kota Cilegon Raih Juara 3 Lomba Germas SAPA Tingkat Nasional 2024
Lomba Trisakti Hospitality Competition 2024 Diikuti 250 Peserta
Kolaborasi Ethica dan Rumah Qurban Tingkatkan Kesadaran untuk Berkurban
SMP Negeri 11 Sabet Juara Solo Vokal, Tari Kreasi dan Pantomim di Gebyar Lomba Kompetensi Tangsel
Asics DeSport Tennis Tournament Sukses Digelar
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap