visitaaponce.com

Sajak-sajak Acep Zamzam Noor

Sajak-sajak Acep Zamzam Noor 
Penyair Acep Zamzam Noor(MI/Adi Kristiadi)

Haribaan Takdir

Pengembaraan yang dikobarkan rindu
Entah kapan akan sampai pada titik akhir
Di haribaan takdir. Aku hanya seutas sumbu 
Yang menjadi perantara bagi kobaran api
Tapi sesungguhnya engkaulah minyak 

Ketabahan bukan sekadar bilangan angka
Tahun-tahun yang lepas dari almanak 
Membusuk bersama jarak. Aku masih bernapas
Karena engkau telah menjadi udara murni
Yang kuhirup sepanjang penantian ini

2020

 


Fajar Kedua 

Di tengah kesendirian kudengar suara
Yang dikirimkan serangga ke arah subuh
Dingin masih menguasai udara dan embun
Berlelehan di kaca jendela. Sambil terpejam
Kuantarkan cahaya bulan ke balik perbukitan 
Lalu tatapanku menepi dengan sendirinya

Di tengah keheningan kusebut namamu
Namun terlindas azan yang berkumandang 
Lampu di halaman musala semakin memudar 
Sementara fajar kedua menyisakan bias warna
Di kaki langit. Tak kusesalkan datangnya pagi
Semuanya kusyukuri sebagai keniscayaan

2020

 

 

Titik Akanan 

Aku tak pernah mengundang bulan
Ke dalam pelukan. Aku masih percaya awan
Yang akan mempersilakan cahaya lewat
Dan menerangi perjalananku

Aku tak pernah memohon bintang
Menjadi petunjuk. Aku masih percaya malam
Yang kegelapannya selalu menghadirkan pelita
Titik akanan bagi setiap langkahku

Aku tak pernah menolak api
Sebagai kutukan. Aku masih percaya embun
Yang kesejukannya dapat memadamkan
Amarah yang membakar hatiku

2020 

 

 

Percakapan Diri (1) 

Aku tak akan pernah melupakanmu, kekasihku
Meski rumpun ilalang terus meninggi dan bulan
Semakin redup dalam hati. Aku terus melangkah 
Memasuki ruang yang sekian lama kutinggalkan
Sebuah labirin yang tak pernah mengantarkanku
Ke mana-mana. Ingin kucari diriku dalam dirimu

Aku terus melangkah. Kuabaikan rambu-rambu 
Tampak jalan-jalan bersimpangan di hadapanku
Posisi bulan semakin merendah dan menghilang
Di balik mega. Aku berjalan menembus halimun
Mengikuti gelombang udara yang mendorongku
Pada batas. Ingin kumasuki dirimu dalam diriku

2022 

 


Percakapan Diri (2) 

Betapa berat melewati malam-malam tanpamu
Pertempuran tak pernah berhenti dalam hatiku
Dan ujungnya aku menangis sekaligus terbahak
Menertawakan diri sendiri. Sebuah bintang jatuh
Cahayanya kemudian membakar puncak gunung  
Pada saat bersamaan awan panas mengurungku

Aku tak melihat jeram di langit, juga tak mencium
Sungai yang mengalirkan lahar sebagai nubuatmu
Kobaran api dari hutan tak mampu kuterjemahkan
Menjadi sabda. Aku terus berjalan mendekati subuh
Semburat fajar menjelma bentangan kanvas ungu
Perlahan kusebut namamu dan kulupakan diriku

2022 

 


Percakapan Diri (3) 

Di bawah cahaya fajar aku berjalan, kekasihku
Setiap langkah kumaknai sebagai detak jarum jam
Kudaras namamu sambil terpejam. Dalam hatiku
Serangga-serangga berzikir mengusik keheningan
Langkahku semakin mendekati subuh, menyongsong
Matahari yang bangkit kembali dari pertapaannya 

Aku terus melangkah. Melangkah dalam keheningan
Udara semakin dingin dan tubuhku diselimuti embun
Tak ada lagi sabda yang akan kuburu karena kata-kata
Sudah menjelma udara dalam dadaku. Dan cakrawala
Adalah lembaran-lembaran kertas yang selalu terbuka
Kutulis puisi di antara keberadaan serta ketiadaanmu

2022 

 


Percakapan Diri (4) 

Kata-kata yang kuhirup membuatku mabuk
Bertahun-tahun aku berjalan tanpa menoleh
Ke belakang. Aku mencarimu dalam kegelapan 
Yang kutemukan hanya diriku yang terdampar
Di tengah cahaya gemerlap tak kulihat apa-apa
Suara-suara asing dari luar tak lagi terdengar

Telah kudatangi masjid-masjid tak bernama
Gereja-gereja tak beralamat dan vihara-vihara
Tak berpenghuni. Aku bermunajat di mana-mana
Jalan raya menjadi sajadahku yang tak berujung
Deretan lampu merkuri adalah lilin-lilin mungil
Persembahanku. Kembali kudaras namamu

2022 

Kobaran api dari hutan tak mampu kuterjemahkan menjadi sabda. 

 

Mawar Merah 

Ingin kupetik sekuntum mawar 
Dari hatimu. Mawar merah yang menyala 
Namun tanganku gemetar dan jemariku hangus 
Terbakar. Mawar yang indah itu jatuh ke jalan raya
Lalu sebuah truk melindasnya tanpa sengaja 

2020 

 


Cermin 

Aku bercermin pada lautmu
Laut yang tak lagi biru
Aku bercermin pada langitmu
Langit yang tak lagi beledu
Aku bercermin pada gunungmu
Gunung yang tak lagi anggun
Aku bercermin pada kabutmu
Kabut yang tak lagi ngungun
Aku bercermin pada puncakmu
Puncak yang tak lagi tinggi
Aku bercermin pada kawahmu
Kawah yang tak lagi suci
Aku bercermin pada matamu
Mata yang tak lagi melihat
Aku bercermin pada hatimu
Hati yang tak lagi terlibat

2020

 

 

Aku Teringat Padamu 

Aku teringat padamu yang sibuk memandang senja 
Ketika orang-orang menyampaikan protes di jalan raya 
Aku teringat padamu yang suntuk mengagumi bulan 
Ketika orang-orang saling menggunting dalam lipatan 
Aku teringat padamu yang khusyuk menghayati sepi 
Ketika orang-orang berebut bangkai saudaranya sendiri 

2018 


 

Among Us 

Ada yang menempuh jalan sunyi 
Ada yang selalu merasa benar sendiri 
Ada yang cukup menjadi pendengar 
Ada yang sibuk berebut corong dan mimbar 
Ada yang diam-diam berbelok ke kiri 
Ada yang berkoar-koar dirinya paling suci 
Ada yang khusyuk di depan altar 
Ada yang berjihad dengan membakar 

2018 


Baca juga: Buah Roh Brodsky
Baca juga: Puisi-puisi Anna Akhmatova
Baca juga: Sajak-sajak Stevie Alexandra

 

 

 

 


Acep Zamzam Noor adalah penyair dan pelukis kelahiran Tasikmalaya. Puisi-puisi di sini disajikan dalam rangka merayakan Festival Bahasa dan Sastra Media Indonesia 2022. Pada 2001, kumpulan puisinya Di Luar Kata, meraih Penghargaan Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Pada 2005, ia memperoleh The SEA Write Awards dari Kerajaan Thailand sebagai wakil pengarang Indonesia dengan kumpulan sajaknya Jalan Menuju Rumahmu. Bergiat di Sanggar Sastra Tasik (SST) dan Komunitas Azan. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat