visitaaponce.com

Puisi-puisi Yana Risdiana

Puisi-puisi Yana Risdiana
Ilustrasi: Brenda S(Brenda S )

Di Sekitar Aku

Bukan aku yang menarik ujung setiap larik
hingga setara di kiri hamparan waktumu
bukan pula aku yang alpakan hilir barisan tafsir
hingga rata di kanan pandanganmu

Semua telah mendengar
pokok diri hanya sebuih lirih
bahkan menjadi satu set keluhan panjang
pada pembacaan jauh. Di luar mimpi mereka,
aku melulu terbabar kelokan kenyaringan
sampai suara terdekatmu

Maka tak kubiarkan kata berkaca
ke setiap gerak matamu, atau
melarikan ucapanku ke basa-basi bentuk,
mimpi rima masa lalu, alih-alih menyebut
tragedi sebagai ilusi asalmu

Semua seperti menggenggam batu tajam
pada tebing ketaatan, berkutat
menghadap diri yang lain, mengaburkan
batas sebelum atau sesudah kata, aku, dia
beserta perihnya yang terus menggema.

2023


Suara-Suara dari Mesin Bordir

Ini jarumnya, bukan sisa kenangan yang ingin kausulamkan
pada hamparan kain itu. Nyeri telah berakhir di hulu, ketika dua mimpi
perlawanan saling memilin benang merah asal siulan palsu. Bukan pula
ruh atau tubuh di antara arah guntingan kesangsian sebagian lelaki
yang sukar melepas jahitan buruk sejarah itu.

Itu benangnya, pola lain memanjang di luar pensil kehendak mereka
kau mengerti, rima yang berulang dari petitih lama masih nyaring
dalam irisan setiap musim. Nyatakan aku sebagai aku bersama biji payet manik-manik
dan suara mesin juki yang bersambung dengan garis amat tegas
dari telapak tanganmu.

Ini lukamu yang belum kering, jalan keempat dari pinggiran tusuk jelujur pasar bebas.
Siapa yang latah merambah yang salah ketika motif Magnolia sempurna mekar
sebagai arah kalimat yang tumbuh di belakang yang tumbuh. Lihatlah,
mereka luput mendedah hitungan hari ini, padahal semua penglihatan telah dilepas,
dan kau tak pernah sembunyikan pemidangan lain, meski untuk cara mengelim diri.

Itu rajutanku, lengkung kesunyatan di balik sangkaan mereka perihal ruang mimpi
hingga ke ujung benang. Yang lekas sungguh melipat sudut-sudut tatapan.
Biarkan itikad bebasku memainkan jarak setikan demi melawan bahasa milik mereka
yang mengotori setiap kain kebahagiaan.

2023


Langgam Penyidikan

Berawal dari kebatan cinta pada samar peristiwa
bukti permulaan adalah bayangan pertama yang tertutup tabir diam.
Jika serangkai pertanyaan terus berayun di matamu,
ini tak ‘kan pernah cukup menangkap sekujur rincian yang sunyi, bahkan
untuk sekadar menggenggam kehalusan lengannya.

Lengan yang meremas kekosongan. Lengan dengan cincin kecemasan
yang berharap engkau melepasnya, sambil menyisir anggapan sebuah delik
masa lalu. Masa yang penuh duka dan sengkarut berita acara
kegaduhan. Berita hingga ujung malam setelah digeledah cahaya bulan.

Ingatlah ketika lubuk dirimu yang patuh mengalirkan kata-kata,
"Di seberang rasa sayang pada kelangsungan, aku menjauh dari pohon kejahatan,
apalagi memakan buah sombongnya."

Maka sejak itu, engkau tak pernah larut dalam bisikan palsu
meski untuk sebuah dugaan keras yang selaras mimpimu
biarpun dugaan itu mampu sembunyikan kisah-kisah rutukan
dari kutukan penglihatan atau akibat terlarang memunggungi undang-undang.

Aku percaya, engkau akan berlindung dari nama-nama kelam:
mengganti asal gelap dengan cahaya bersih. Pertukaran
yang sepadan dengan arah cintamu agar, entah di waktu kapan,
luka kusut kejadian itu tersembuhkan sampai engkau tulus berserah diri
di balik semua berkas sangkaan bersama kisah-kisah
yang meringankan perihnya.

2023


Ini lukamu yang belum kering, jalan keempat dari pinggiran tusuk jelujur pasar bebas.


Dalam Lipatan Kesaksian Lengan dan Kaki

/1/
Dari Lengan sampai Ujungnya

Bagaimana keinginanmu menjalar
sebagai rimpang berserabut ilusi hak milik
bukan lagi siapa menggenggam siapa,
ketika rasa palsu terus memanjang,
berjejaring perlindungan ganjil, pilihanmu.

Sampai kau mengigaukan seribu diam
pertanyaan apa tak pernah menjadi
selain memerangkap setengah arus kas
dan tumpah pada akun-akun terlarang
yang kelak mengupakmu.

Tidakkah kau saksikan, hamparan banal itu
serupa lipatan cermin, saling melepaskan
semua yang cembung dari kekosongan peristiwa?

/2/
Dari Kaki sampai Pangkalnya

Seperti tanpa celah, mereka berebut remah imanensi
jejak-jejak pengandaian kian membebat
dan bersiasat dalam gelap.

Apa membabar kemana
penglihatan adalah bujukan belaka
sementara banyak lorong dari perlangkahanmu
yang kabur.

Tak ada nama kepantasan terbubuh
bahkan waktu menyusut di kulit alibimu.

Kusaksikan, dari arah tampuk
dan kurva kemakmuran yang terbalik
temuan diri terus raib, sebagian hanyut
sebagai denyut yang terus melemah
rasa bersalahnya.

2023


Protokol Versi Kedua
: Keluar dari Museum Dirimu

1. Jika kau butuh mimpi, bercakaplah. Mungkin kelak ada kiriman udara bersih dari celah langit yang tersisih.

2. Lihat, masih ada bekas jalur rempah-rempah yang menempuh garis tangan mereka.

3. Semua akan kembali ke kediaman yang terakhir. Dan salam atau pelukan bakal membuka kehendak asalnya. Bahkan sebuah gagang pintu, tak perlu kau bersihkan lagi bekas genggamannya.

2023

 

Baca juga: Anton Sulistyo Menangi Lomba Cipta Puisi 2023
Baca juga: Penyair Riau Raih Lomba Cipta Puisi Kopi 2022
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 

 

 


YANA RISDIANA, lahir di Bandung, Jawa Barat, 20 Mei 1973, lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1999), Magister Hukum Universitas Airlangga (2015). Larik-Larik dari Jurus Dasar Silat Cimande (Inboeku, 2018) merupakan kumpulan puisi tunggal pertamanya dan masuk nominasi 20 buku puisi terbaik Sayembara Buku Puisi HPI 2018 dan memperoleh Anugerah Pustaka Terbaik 2019 (juara II) untuk kategori puisi. Sementara buku puisinya Perjanjian Tak Bernama (Inboeku, 2019) masuk daftar nominasi serupa di Sayembara HPI 2019. Yana merupakan juara ke-2 Lomba Cipta Puisi Media Indonesia 2023 lewat puisinya berjudul Suara-Suara dari Mesin Bordir. Sehari-hari tinggal di Bandung. Ilustrasi header: Brenda S. (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat