visitaaponce.com

Bak Minyak dan Air, Partai Gelora dan PKS Sulit Disatukan

Bak Minyak dan Air, Partai Gelora dan PKS Sulit Disatukan
Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik.(Dok. MI/Susanto)

PENGAMAT politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai Partai Gelombang Rakyat (Gelora) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sulit untuk disatukan. Hal itu disampaikannya saat menanggapi wacana bergabungnya PKS ke dalam koalisi pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).

Konflik antara elite Gelora yang sempat menjadi kader PKS, kata Ujang, menjadi penyebab utama. Bagi Ujang, hubungan Gelora dengan PKS bak minyak dan air.

"Saya melihat kedua partai tersebut sulit untuk disatukan, sulit untuk dipertemukan, karena pecah. Tadinya kawan, sekarang menjadi lawan. Itu persoalannya," ujarnya kepada Media Indonesia, Rabu (1/5).

Baca juga : Partai Gelora Tolak PKS Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Padahal, dalam urusan membangun bangsa dan negara, Gelora dan PKS seharusnya dapat dipersatukan lewat kepentingan yang sama. Diketahui, selama kontestasi Pilpres 2024, Gelora menjadi salah satu partai politik pendukung Prabowo-Gibran.

Adapun PKS mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang hanya mendapatkan 40.971.906 suara, jauh di bawah Prabowo-Gibran dengan 96.214.691 suara. Ujang mengatakan, dalam kondisi seperti ini, Prabowo membutuhkan Gelora dan PKS sekaligus.

Gelora dinilai sebagai partai yang loyal mendukung Prabowo saat berkontestasi dalam Pilpres 2024. Sementara PKS merupakan partai yang mendapatkan kursi di parlemen berdasarkan hasil Pileg 2024, hal yang tidak dicapai Gelora.

Baca juga : PKS: Kami tidak Ada Masalah dengan Prabowo Subianto

"Prabowo butuh keduanya. Gelora dari awal dukung Prabowo-Gibran. Di saat yang sama, Prabowo butuh PKS untuk memperkuat kekuatan di parlemen," tandasnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menyebut PKS sebagai, "musuh bebuyutan Gelora." Elite Gelora seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah merupakan tokoh-tokoh yang dulunya ikut membesarkan PKS. Namun, konflik internal yang terjadi membuat mereka hengkang dan mendirikan Gelora.

Adi pun memahami sikap Gelora yang mengadang PKS merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, PKS merupakan musuh politik dan ideologis bagi Gelora, sehingga sulit untuk bersatu serta menjadi faktor penghalang PKS jika ingin bergabung ke pemerintah.

Baca juga : Golkar Respons Soal PKS Lempar Sinyal Gabung Prabowo-Gibran

"Antara sentimen pribadi dan sentimen politik campur aduk. Intinya musuh bebuyutan. Sampai kiamat sulit disatukan," pungkas Adi.

PKS Disebut Sering Mengadu Domba

Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik yang sempat menjadi kader PKS menyatakan pihaknya menolak PKS bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran karena kerap melontarkan narasi adu domba dan membelah masyarakat. Selama Pilpres 2024, misalnya, PKS dinilai acap kali melakukan serangan negatif kepada Gibran maupun Presiden Joko Widodo.

"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," katanya.

Baca juga : Pengalaman PKS Lengkap, tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengatakan hubungan PKS dengan Prabowo baik-baik saja. Bahkan, ia mengklaim hubungan itu sudah lama terjalin baik. Ditanya soal rencana bergabung tidaknya PKS ke pemerintahan Prabowo, ia belum mau menjawab dengan gamblang. Apalagi, pelantikan Prabowo sebagai presiden baru akan dilakukan Oktober mendatang.

"Pada waktunya PKS akan mengumumkan positioning-nya," pungkas Jazuli.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat