Butuh Pemanfaatan Teknologi dalam Upaya Pelestarian Satwa Liar
INDONESIA merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Pembagian bioregion di Indonesia didasarkan pada bio geografi flora dan fauna yang tersirat oleh adanya garis Wallace, garis Webern, dan garis Lydekker.
Namun, pada kondisi saat ini, khususnya perubahan iklim, banyak tantangan yang dihadapi untuk mengelola keanekaragaman hayati, khususnya pelestarian satwa liar.
"Saya sangat khawatir dengan adanya perubahan iklim. badak, bekantan, orang utan, dan satwa liar lainnya, agar mereka existing, mereka butuh pohon, butuh ekosistem agar mereka bisa bertahan hidup," kata Ahli Konservasi Alam dan Pengelolaan Margasatwa Prof.Dr. Hadi Sukadi Alikodra dalam webinar bertajuk Restorasi Ekosistem untuk Pelestarian Satwa Liar, Kamis (4/8).
Adanya perubahan iklim, kata dia, mengakibatkan banyaknya kejadian yang dapat merusak alam. Mulai dari kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, berkurangnya sumber air, matinya tumbuhan, dan sebagainya.
Untuk melestarikan satwa, kata dia, tidak cukup hanya mempelajari pola satwa itu. Namun, restorasi alam menjadi penting agar satwa bisa tetap bertahan hidup.
"Untuk itu, kita harus maju dengan teknolgi dan mencari cara agar spesies tetap bertahan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Ini harus dilakukan secara cepat," ucap Hadi.
"Restorasi ekosistem landscape. Itu yang penting. Tapi saat ini Indonesia sudah sangat luar biasa. Karena negara-negara di Asia sudah banyak yang belajar dari kita. Jadi kita sangat luar biasa. Kita punya banyak spesies endemik dan Insya Allah kita akan terus berkembang," pesan dia.
Pada kesempatan itu, Pendiri Rangkong Indonesia Yoyok Hadiprakarsa mengakui, upaya pelestarian satwa liar bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang sangat beragam.
"Tantangannya adalah, dari 270 juta jiwa masyarakat yang ada, berapa banyak sih yang bekerja untuk konservasi? Itu yang menjadi tantangan kita," ucap dia.
Namun, untuk menjawab tantangan itu, ada satu hal yang dapat dilakukan dalam upaya restorasi ekosistem untuk pelestarian satwa liar, yakni dengan melakukan pemodelan spasial.
"Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran, mengetahui proyeksi seperti deforestasi dan implikasinya pada satwa liar," ucap dia.
"Tapi pemodelan spasial hanya alat bantu. Kita harus mengetahui subjek dari yang akan kita kerjakan. Karena ini adalah pemodelan matematis jadi kita harus mengetahui apa yang akan kita kerjakan di tengah ketidakpastian," imbuh Yoyok. (Ata/OL-09)
Terkini Lainnya
Sukses Kembang Biakkan Komodo, Kebun Binatang Surabaya Jadi Kebanggaan Warga Jatim
Melihat dari Dekat Burung-Burung Langka di Pulau Morotai
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Gelar Seminar Peringati Hari Maleo Sedunia
Pelestarian Badak Sumatra di Kalimantan Dilakukan Lewat Bayi Tabung
BKSDA Sumsel Amankan 3.306 Individu Satwa Burung Tidak Dilindungi Tanpa Dokumen
Pengembangan SDM untuk Profesi Pemulia Tanaman Menjadi Sangat Dibutuhkan
Teknologi untuk Mudahkan Akses Informasi dan Interaksi
Itjen Kemnaker Mengoptimalkan Teknologi dalam Pengawasan
CORE UPJ 2024 Sukses Diskusikan Perkembangan Teknologi dan Komunikasi
9 Handphone Terbaru di Bulan Juli 2024, Catat Spesifikasinya
Jepang Umumkan Prinsip-prinsip Dasar Kecerdasan Buatan
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap