visitaaponce.com

PP IPM Luncurkan Platform Pengaduan Kekerasan Seksual Pelajar

PP IPM Luncurkan Platform Pengaduan Kekerasan Seksual Pelajar
Peluncuran Platform Peer CounseIor IPM (PCI), Sabtu (21/1)(MI/HO)

PIMPINAN Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) berkomitmen ikut serta menangani isu kekerasan seksual. Komitmen itu tampak dari Launching Platform Peer CounseIor IPM (PCI), secara daring melalui zoom dan luring di Aula PP Muhammadiyah Cik Diktiro Yogyakarta, Sabtu (21/1). PCI merupakan platform pelaporan dan pusat informasi Hak-Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR).

“Platform ini adalah ikhtiar kami dalam menyikapi kasus kekerasan seksual secara serius. Menurut kami, ketersediaan laporan kasus dan data adalah langkah awal untuk menyusun strategi penanganan kasus kekerasan seksual secara lebih sistematis," ujar Ketua Bidang Ipmawati/Perempuan PP IPM Laila Hanifah lewat keterangan yang diterima.

Pada kesempatan itu, turut digelar sesi diskusi publik yang bertajuk 'Konsolidasi Layanan Penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Digital Ciptakan Ruang Aman bagi Pelajar'. Turut hadir berbagai tokoh termasuk Macchendra Setyo Atmaja (Staf Khusus Menko Bidang PMK), Witriani (Ketua Pusat Studi Wanita dan Pusat Layanan Terpadu/PLT UIN Sunan Kalijaga, Wakil Ketua LPPA PP Aisyiyah), Diyah Puspitarini (Komisioner Perlindungan Anak Indonesia/KPAI) dan Novina Monalisa (Konselor Hukum Rekso Dyah Utami).

Diyah Puspitarini mengatakan, total kasus kekerasan seksual sepanjang 2022 mencapai 53.833 kasus. Ia mengatakan Indonesia darurat kekerasan seksual, sebab pelakunya berasal dari beragam lapisan masyarakat, termasuk dari tokoh tokoh publik. Terlebih kasus yang menimpa pelajar mendominasi di awal 2023. Sehingga menurutnya platform pelaporan yang diluncurkan PP IPM ini bisa lebih mudah dan efisien.

“Saya melihat bahwa Platform PCI ini mudah. Anak-anak bisa melapor sambil makan bakso. Lantaran platform KPAI masih sedikit rumit dan belum ramah anak, hal itu akan menjadi PR kami bersama,” ucap Diyah.

Berkaitan dengan hal itu, Witriani mengatakan, PLT UIN Sunan Kalijaga yang beranggotakan dosen-dosen perwakilan lembaga lintas fakultas, memiliki tiga divisi, yakni Divisi Pencegahan, Divisi Penanganan dan Pemulihan Korban, dan Divisi Penindakan Pelaku.

Pihaknya telah membuat SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di UIN Sunan Kalijaga. Ia mengatakan, kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja dan memang banyak ragamnya, baik online maupun offline. Pasalnya, ia mengetahui ada orang yang menjual sesama temannya di prostitusi online.

Sementara, Noviana Monalisa mengatakan, meningkatnya laporan  juga berkorelasi kuat dengan kesadaran korban dalam melaporkan kekerasan seksual. “Kami dulu kesulitan dalam memproses laporan karena tidak mempunyai alat bukti. Tetapi sekarang ada sejak ada UU TPKS bisa melihat bukti dari tes audioum/saksi dari teman serta bukti tes psikologi korban,'' tandasnya.

Menutup diskusi, adapun beberapa catatan kritis. Pertama, Diyah mengusulkan perlunya mengawal kasus kekerasan seksual dan memperhatikan korban. “Setiap kasus kekerasan seksual jangan pernah berhenti dengan mediasi,” tegasnya.

Kedua, Noviana menegaskan agar semua berani bersuara. Ia mendorong bukan hanya korban yang bersuara tetapi juga saksi. Pasalnya, platform PP IPM ini juga tidak hanya menyasar untuk korban melainkan saksi juga bisa menjadi pelapor,.

Kemudian Macchendra Setjo Atmaja memberikan beberapa catatan penting terhadap kemajuan Platform PCI.

"Platform ini sangat bagus dan perlu sosialisasi lebih masif. Tindak lanjut yang lebih nyata juga diperlukan agar platform ini memiliki dampak yang lebih luas, terutama memaksimalkan fungsinya sebagai media edukasi yang menarik bagi pelajar," pungkasnya. (OL-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat