visitaaponce.com

Meninggalnya Ibu Hamil di Ciereng Subang Coreng Upaya Turunkan Angka Kematian Ibu

Meninggalnya Ibu Hamil di Ciereng Subang Coreng Upaya Turunkan Angka Kematian Ibu
Suami Kurnaesih ziarah ke makam mendiang istrinya setelah meninggal karena ditolak RSUD Ciereng Suabng(MI/Reza Sunarya)

Kasus Kurnaesih, 39, ibu hamil yang meninggal karena tidak mendapatkan perawatan yang memadai di RSUD Ciereng, Subang, dinilai telah mencoreng upaya pemerintah dalam mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI). Kurnaesih meninggal setelah ditolak oleh RSUD Ciereng untuk mendapatkan perawatan karena tidak ada rujukan puskesmas sebagai syarat menggunakan BPJS Kesehatan.

"Kisah Ibu Kurnaesih tentu mencoreng upaya pemerintah untuk mengurangi angka kematian ibu (AKI). Sejauh ini AKI di Indonesia masih 305 per 100 ribu. Dengan adanya kasus kematian ibu Kurnaesih, apalagi disebut ada unsur penolakan layanan, ini membuat prihatin,” kata Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, Rabu (8/3).

Kurnaesih yang merupakan warga Kampung Citombe, Kabupaten Subang, sebelumnya membutuhkan pelayanan obsetri neonatal emergency komperhensif (PONEK) dan ditolak pihak RSUD Ciereng dengan alasan ICU penuh. Salah satu alasan penolakan perawatan disebut karena tidak ada rujukan dari puskesmas. Ini menjadi catatan buruk kasus pelangaran hak pasien di rumah sakit.

Baca juga: RSUD Subang Tolak Pasien Hamil, Legislator Minta Kemenkes Periksa

“Mengacu pada Pasal 32 Huruf C Undang-Undang (UU) No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi,” ujar Edy.

Menurut Edy, jika kondisi Ibu Kunaesih gawat justru tidak perlu surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas. Ini sesuai dengan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Ia mengharapkan pemerintah daerah serta kepolisian bisa melakukan investigasi terkait hal tersebut. Penyelidikan harus terbuka agar evaluasi bisa dilakukan oleh berbagai pihak. Kasus tersebut harusnya menjadi evaluasi pelayanan kesehatan.

Baca juga: Ridwan Kamil: RSUD Ciereng Harus Dievaluasi

Pemerintah harus memastikan setiap ibu hamil diperiksa kandungannya. Sesuai dengan Permenkes Nomor 21 Tahun 2021 tentang Pelayanan Kesehatan Kehamilan, Melahirkan, Kontrasepsi dan Seksual, setiap ibu hamil harus diperiksa kandungannya setidaknya enam kali. Dua kali diperiksa oleh dokter dan menggunakan USG. Dengan cara ini maka ibu hamil yang berisiko dapat tertangani di awal kehamilan.

Untuk membantu program ini, Edy mendorong Kementerian Kesehatan untuk segera menuntaskan pemberian USG ke puskesmas. Sejauh ini, dari 10.321 puskesmas di Indonesia, baru 66 persen yang mendapatkan alat tersebut. Sedangkan dokter yang dilatih baru di 4392 puskesmas.

“Pemberian alat USG ini juga harus didukung dengan ketrampilan tenaga kesehatannya,” ujarnya.

Kedua, Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan harus mampu membangun sistem komunikasi antara FKTP dengan dokter obgyn atau dokter kandungan, jika perlu dengan Perkumpulan Obsetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Menurut Edy hal ini penting karena dokter obgyn dapat menjadi mentor puskesmas. Jika ada kasus yang perlu dikonsultasikan, bisa mudah dilakukan. Begitu juga jika ada tindakan gawat. Dia juga mengingatkan agar sistem rujukan untuk ibu hamil tidak berbelit.

Organisasi profesi seperti IDI, PPNI, dan IBI, memiliki tanggung jawab memastikan anggotanya dalam praktek sesuai dengan standar profesi. Ketiga, di rumah sakit rujukan harus memiliki PONEK yang mumpuni.

“Artinya tidak hanya ada ruangan. Alat dan tenaga kesehatan pun harus disediakan. Setidaknya dokter spesialis kandungan, anak, dan anastesi harus tersedia. Begitu juga dengan perawat maupun bidan. Pastikan ada yang stand by atau on call. Sehingga jika ada kasus kegawatan tim bisa segera bekerja,” pungkasnya.

Ia mengatakan kasus kematian ibu seperti yang terjadi pada Kurnaesih di Subang akibat penolakan RSUD Ciereng tidak boleh kembali terulang. Mayarakat dengan kondisi darurat harus bisa mendapatkan perawatan dengan cepat, meski belum memiliki rujukan dari FKTP BPJS Kesehatan.

(Z-9)


 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat