visitaaponce.com

Sejarawan UGM Benda Budaya Sejarah Jangan Hanya Jadi Simpanan Museum

Sejarawan UGM: Benda Budaya Sejarah Jangan Hanya Jadi Simpanan Museum
Ilustrasi: para pengunjung sedang mengamati sejumlah koleksi di Museum Nasional Indonesia(MI/Rudi Kurniawansyah )

SEJARAWAN Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Margana menyampaikan pengembalian benda-benda budaya oleh Belanda merupakan bagian dari kesepakatan antara pemerintah Belanda dan Pemerintah Indonesia pada 1975.

"Itu keinginan dari pemerintah Belanda. Itu juga bagian kesepakatan tahun 1975 antara pemerintahan Indonesia dan Belanda," kata dia. 

Waktu itu, kedua negara sudah sepakat untuk mengembalikan benda-benda sejarah Indonesia yang ada di Belanda, tapi ada yang didapatkan dengan illegal atau melibatkan kekerasan, seperti penjarahan perang, pencurian, dan pengambilan sepihak, dan sebagainya.

Baca juga: Sebanyak 472 Benda Bersejarah dari Belanda akan Disimpan di Museum Nasional Jakarta

Kala itu, pemerintah Belanda mulai mengembalikan patung Gayatri Rajapatni. Setelah itu, benda-benda bersejarah yang lain juga dikembalikan, seperti pelana kuda Pangeran Diponegoro.

Pada masa Muhammad Yamin, tahun 75, beberapa benda juga diajukan untuk dikembalikan, seperti regalia Kerajaan Luwu, Al Qur'an Teuku Umar, patung tengkorak Java Man, dan patung milik Kerajaan Singasari. Ia menyebut, sekitar delapan artefak yang akan dikembalikan terhambat karena berbagai permasalahan.

Baca juga: Pengembalian Benda Koleksi Museum Merupakan Tindak Lanjut Kesepakatan Indonesia-Belanda

Pada 2018, Indonesia mengupayakan kembali pengembalian benda-benda budaya milik Indonesia. Namun, pihak Belanda ingin ada penelitian terlebih dulu terhadap benda-benda yang akan dikembalikan.

"Pihak Belanda ingin ada provenance research yang meneliti asal-usul tentang benda tersebut terkait sejarah benda itu bisa sampai di Belanda," kata dia.

Margana mengatakan, pengembalian tersebut murni berkaitan dengan kesepakatan pada 1975, tidak ada kaitannya dengan pengakuan kedaulatan kemerdekaan RI. Pengembalian tersebut dinilai untuk membersihkan sejarah Belanda masa lalu. Masyarakat Belanda sudah tumbuh kesadaran terkait sejarah kolonial pada masa lalu.

Selain itu, di Eropa, termasuk Belanda, sedang ada efisiensi ekonomi, termasuk dalam pemeliharaan benda-benda di museum. Pasalnya, memelihara benda-benda tersebut juga tidak murah karena juga membutuhkan SDM. Bahkan, beberapa museum di Belanda bahkan ada yang disatukan untuk menghemat perawatan.

Di sisi lain, Belanda juga berat untuk mengembalikan benda-benda tersebut karena memberi pemasukan bagi Belanda. Pasalnya, banyak benda-benda budaya dari Indonesia yang membuat museum-museum di Belanda ramai dikunjungi.

Terkait pengembalian benda-benda budaya tersebut, Margana menilai, museum-museum di Indonesia belakangan sudah banyak berbenah agar dapat memelihara dan merawat benda-benda bersejarah tersebut. Dengan demikian, benda-benda tersebut tidak malah rusak ataupun hilang ketika berada di Indonesia.

"Yang juga paling penting, jangan hanya disimpan di museum, tetapi harus ada penelitian juga terhadap benda-benda tersebut," pesan dia. Benda bersejarah tersebut digunakan menjadi sarana pendidikan bagi pelajar dan masyarakat umum. (AT/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat