visitaaponce.com

Sistem PPDB Amburadul karena Pemerintah tidak Jalankan Kewajiban Konstitusional

Sistem PPDB Amburadul karena Pemerintah tidak Jalankan Kewajiban Konstitusional
Ilustrasi MI(MI/Seno )

PENGAMAT pendidikan Indra Charismiadji mengatakan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang amburadul selama beberapa tahun terakhir disebabkan karena pemerintah tidak menjalankan kewajiban fungsi konstitusionalnya. Indra menyebutkan bahwa dalam Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 secara jelas berbunyi bahwa setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai.

Namun, hingga saat ini pemerintah tidak melaksanakan kewajiban itu. Amanat pasal tersebut, kata Indra, seharusnya pemerintah menyiapkan sekolah yang cukup, bangku sekolah yang cukup dan memastikan semua biaya tersebut ditanggung pemerintah dengan uang pajak dari masyarakat. Kisruh pelaksanaan PPDB saat ini, kata dia, akibat pemerintah lalai dan bahkan mengabaikan tanggung jawab utamanya.

“Kita tujuh tahun ribut terus urusan PPDB. Masalah akarnya itu kan karena sekolah tidak cukup, bangku tidak cukup. Cuma itu. Harusnya itu dong yang diatasi. Tetapi pemerintah kita lebih suka bangun kereta cepat, bangun IKN, mengurusi rumput, bangun patung daripada bangun sekolahan,” ketus Indra dalam diskusi ‘Polemik Zonasi PPDB, Bagaimana Solusinya?’ di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/7).

Baca juga: Kisruh PPDB, Presiden Jokowi Minta Anak Harus Tetap Sekolah

Indra juga menegaskan jika permasalahan sistem PPDB belum juga diselesaikan dan pemerintah tidak membuat peta jalan pendidikan untuk jangka panjang, ancaman besar akan terjadi pada bangsa ini. Ia menyampaikan bahwa kemungkinan Indonesia akan menghadapi malapetaka bonus demografi.

“Kita mau bicara SDM unggul? Jauh. Mentalnya saja dari kecil sudah koruptor. Dari SD sudah diajari korupsi. Apakah ini bangsa yang cerdas, kalau buat sekolah gratis dia harus bayar 16 juta. Pintar nggak begitu?” tanya Indra.

Baca juga: Panitia PPDB 34 SMPN Depok Sebut 6.800 Siswa Titipan DPRD

“Buat masuk sekolah yang gratis, dia harus bayar. Cuma orang bodoh yang mau melakukan itu. Sepertinya buat bangsa kita hal yang biasa. Bicara bonus demografi? Bohong itu semua. Soal PPDB ini selama tujuh tahun ada masalah tidak ada solusi sama sekali. Sampai hari ini tidak ada sepatah kata pun muncul dari Mendikbud-Ristek. Entah karena kementeriannya sudah dibubarkan saya tidak tahu. Rakyat dibikin susah. Di Jawa Barat sudah 4.800 siswa yang dibatalkan. Itu baru level SMA/SMK,” imbuhnya.

 

Hilangkan Konsep Sekolah Unggulan

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan harus ada roadmap yang jelas untuk pendidikan Indonesia. Selain itu dia juga menyarankan agar konsep sekolah unggulan dan bukan unggulan harus segera dihilangkan.

“Di masyarakat masih ada istilah seperti itu. Kita harus pikirkan bagaimana menghapus istilah favorit di sekolah negeri supaya ada pemerataan kualitas pendidikan. Sekarang sudah 2023, setiap tahun ada masalah. Saya kira memang harus kita selesaikan,” kata Fikri.

Wali Murid Jhon Oktaveri mengungkapkan kisruhnya pelaksanaan PPDB tahun ini juga diakibatkan kurangnya sosialisasi di masyarakat. Sehingga simpang siur soal syarat masuk ke sekolah negeri menjadi banyak yang simpang siur.

“Kita sering tidak mendapatkan kepastian soal informasi, walau sudah ada. Tetapi sering simpang siur. Karena hampir setiap menteri baru berganti kebijakan, istilah pun baru, wali murid jadi sulit memahami perubahan ini. Soal zonasi misalnya, masih banyak yang tidak paham zonasi itu apa. Lalu apa ukurannya? Beberapa komplain dari orang tua itu karena tidak mengerti, akhirnya berdebat dengan sesama mereka. Karena jarak sekolah anaknya dengan tetangga sama, tetapi kok anak tetangga itu tidak diterima atau sebaliknya,” ujar Jhon.

“Ini menjadi perdebatan publik karena tidak ada kepastian apa yang disebut zonasi tadi. Apakah pakai titik GPS, alur jalan yang dilalui atau apa?” tambahnya.

Belum lagi banyaknya oknum calo di lingkungan sekolah yang semakin memperunyam pelaksanaan PPDB. Jhon menuturkan masih banyak koruptor di lingkungan sekolah yang mencoba melakukan jual beli bangku dan berkongsi dengan orangtua murid.

“Oknum di sekolah ini seperti sindikat. Percaloan itu nyata ada. Ada yang mendekati kita. Masih keluarga saya, mau masuk SMP, Pak mau dibantu tidak? Kita tahu arti ‘dibantu’ itu. Dia sudah berupaya, nilai cukup, zonasi masuk. Tetapi tidak diterima. Kanan, kiri tidak diterima. Apa salah dia? Tetapi ada yang menawarkan diri, mau ‘dibantu’ tidak? Kata-kata dibantu ini semua orang sudah tahu. Hak publik mendapatkan pendidikan kan seharusnya. Tetapi ini ada saja kasus praktik begini,” pungkasnya. (Dis/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat